Selasa, 03 Juni 2008

Wiranto Membiarkan Keadaan Saat Itu


Wawancara dengan Albert Hasibuan, Ketua KPP HAM seputar pengusutan kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur. Berikut wawancaranya:

Sampai sejauh mana hasil penyelidikan KPP HAM Timtim?

Didalamnya ada tuntutan tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab moral tidak mempunyai implikasi hukum. Tetapi dia bertanggung jawab secara moral karena ketidakmampuan, serta ada kesan membiarkan. Sedangkan pertanggungjawaban sebagai hukum ditujukan kepada mereka yang berbuat secara langsung.

Jadi, para terperiksa ini ada dua kategori: yang bertanggung jawab secara moral dan bertanggung jawab secara hukum. Tapi kita belum bisa pastikan apakah Wiranto, Adam Damiri, Eurico Guterres, Joao Tavares, Bupati, Danramil, dan sebagainya harus bertanggung jawab secara moral atau secara hukum.

Kabarnya ada rekaman kaset yang berisi ”intruksi khusus” Wiranto kepada sejumlah komandan milisi?

Kita tidak tahu kaset itu. Tetapi memang dari pemeriksaan, dapat dibuktikan bahwa Wiranto telah membiarkan keadaan saat itu (pembantaian dan pembumihangusan,red). Tapi, di lain pihak, dia juga memberikan instruksi secara benar. Memberikan instruksi untuk menghentikan pembumihangusan dan sebagainya. Wiranto juga mengadakan usaha-usaha perdamaian.

Namun, kenyataannya berlainan sekali. Terjadi pembumihangusan, pembunuhan, dan sebagainya. Karena itu, KPP HAM melihat, terhadap hal itu, Wiranto bertanggung jawab secara moral dan dikaitkan dengan mosi tindakan pembiaran. Tetapi hal ini tidak memberikan implikasi hukum.

Jelasnya bagaimana?

Pertanggungjawaban moral adalah mungkin saja secara administratif. Tapi tidak dilakukan penuntutan hukum.

Bukankah selaku Panglima TNI saat itu Wirantolah orang yang bertanggung jawab?

Pak Wiranto tidak terlihat secara langsung pembumihangusan. Tidak ada bukti-bukti bahwa Wiranto menyuruh, menginstruksikan pembumihangusan, atau pembunuhan. Malahan sebaliknya, dia melakukan instruksi secara benar: perdamaian antara prokemerdekaan dan prointegrasi. Tetapi, sekali lagi, walaupun Wiranto melakukan instruksi secara benar, tapi keadaan berbeda. Dia tidak mencegah kegiatan itu secara efektif, malahan membiarkan.

Nah, apakah itu bukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum?

Laporan akan kami serahkan ke Jaksa Agung. Kalo Jaksa Agung melihat ada faktor-faktor yang bisa disidik lebih jauh, bisa saja. Tapi kita sampai pada kesimpulan bahwa Wiranto bertanggung jawab secara moral.

Menurut Anda, apa yang harus dilakukan Jaksa Agung setelah menerima laporan KPP HAM?

Jaksa Agung menindaklanjuti mereka yang bertanggung jawab secara hukum. Itu otomatis. Dan bisa saja termasuk yang bertanggung jawab secara moral.

Jadi, masih ada kemungkinan Wiranto diadili di pengadilan HAM?

Itu saya serahkan kepada Jaksa Agung, yang adalah penindak lanjut dan aparat penyidik. Kalau memang cukup alasan untuk menyidiknya, silahkan.

Bagaimana sikap KPP HAM sendiri?

Saya pikir Wiranto bertanggung jawab secara moral karena dia tidak kapabel dan tidak kompeten. KPP HAM hanya melihat itu. Dan kelanjutan dari masalah tersebut ada di tangan Jaksa Agung. Apabila Jaksa Agung melihat pada pertanggungjawaban moral ini dimungkinkan untuk disidik, kami sangat bergembira.

Komisi HAM PBB rencananya juga akan mengumumkan hasil penyelidikannya. Bagaimana bila nanti ada perbedaan dengan kesimpulan KPP HAM?

Secara formal, laporan dari komisi PBB memang akan diumumkan juga Senin, 31 Januari. Tapi laporan KPP HAM kepada Komnas HAM dan kepada publik tidak ada kaitannya sama sekali. Tetapi, karena objeknya itu sama: salah satunya menyelidiki pelanggaran HAM di Timtim, mungkin saja ada persamaan-persamaan satu dengan yang lain.

Tetapi kita tetap berpegang kepada kemandiran KPP HAM, dan kita berpegang pada objektivitas. KPP HAM tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi apakah laporan komisi internasional itu bisa didramatisasi atau tidak. Secara formal, laporan komisi internasional tidak ada kaitannya. Tetapi, secara tidak langsung, mungkin ada kesamaan-kesamaan.

Sekiranya ada perbedaan, apakah tidak akan menimbulkan sorotan dunia internasional?

Saya rasa sorotan internasional kepada Indonesia itu tergantung pada bagaimana laporan KPP HAM. Apakah laporan itu bisa dipercaya atau tidak? Apakah kredibel atau tidak? Karena itu, KPP HAM berusaha sekredibel mungkin untuk menunjukkan siapa-siapa yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM di Timtim. Dan penyebutan nama-nama yang bertanggung jawab ini akan sedikit banyak menentukan kredibilitas KPP HAM, sekaligus kredibilitas kita semua.

Rusman

Wawancara berlangsung di kantor Komnas HAM, Jakarta dan terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 79 Tahun ke 2, 1-7 Februari 2000

Tidak ada komentar: