Kamis, 11 Desember 2008

Penghitungan Cepat Sudah Saatnya!

Menyoal prokontra bisa atau tidaknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan akreditasi terhadap lembaga survei sesuatu yang menarik dicermati. Fenomena ini imbas dari peristiwa yang terjadi didalam pelaksanaan pilkada dibeberapa daerah. Yang paling anyar pada pelaksanaan pilkada Jatim beberapa waktu lalu, dimana lembaga survei dalam hasil surveinya memastikan pasangan Khofifah-Mudjiono sebagai pemenang. Namun, KPUD secara penghitungan manual, yang notabene penghitungan yang sah menurut UU, memenangkan Sukarwo-Saifullah Yusuf.

Terlepas dari pro kontra tersebut, penghitungan cepat saat ini sangat diperlukan untuk sebuah perhelatan pesta demokrasi. Tentu saja, penghitungan cepat yang dimaksud bukan penghitungan berdasarkan data sampling hasil pemilih seperti yang dilakukan lembaga-lembaga survei, tetapi penghitungan cepat yang berbasis data riil (riil count) dari setiap TPS-TPS.

KPU maupun KPUD sudah saatnya memanfaatkan teknologi informasi sebagai media efektif dan efisien disetiap pelaksanaan pesta demokrasi. Sehingga tujuan memberikan informasi lebih awal kepada publik terhadap hasil pelaksanaan pilkada maupun pemilu tersebut tercapai.

Sebenarnya, penghitungan cepat telah digunakan oleh beberapa KPUD didalam pelaksanaan pilkada. Pengalaman kami bersama tim misalnya, ketika berlangsung pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Tangerang pada pertengahan Januari 2008, dapat menjadi apresiasi bahwa penghitungan cepat dengan memanfaatkan teknologi informasi sangat efektif dalam memberikan informasi lebih awal kepada publik. Walaupun pada akhirnya tetap saja penghitungan suara secara manual menjadi hasil akhir yang sah.

Dalam pelaksanaannya, sistem atau aplikasi penghitungan olah cepat yang dimiliki KPUD Kabupaten Tangerang ketika itu, melakukan kerjasama dengan petugas-petugas lapangan, seperti petugas PPS dan PPK. Mereka mengirimkan data peroleh suara sementara dari tingkat TPS. Pengiriman data perolehan suara sementara oleh petugas PPS maupun PPK dari tingkat TPS yang ada (sekitar +/-4.500 TPS) dilakukan dengan menggunakan teknologi Short Massage Servis (SMS) yang secara otomatis diolah oleh sistem atau aplikasi. Sehingga tidak perlu lagi dilakukan entri data di KPUD. Pemanfaatan teknologi dengan SMS ini sangat fleksibel cepat dalam pengiriman data perolehan suara dari tingkat TPS yang ada.

Penghitungan olah cepat telah dilakukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Taiwan, walau mungkin teknologi pengiriman peroleh suara itu tidak dengan teknologi SMS. Namun setidaknya, apa yang dilakukan didua negara ini dapat menjadi acuan bagi KPU maupun KPUD. Agaknya, metode hitung cepat berbasis data riil (riil count) sangat diperlukan agar masyarakat tidak terlalu lama menunggu hasil pilkada maupun pemilu. Semoga saja!

Rusman
http://roeshman.blogspot.com

Jumat, 05 Desember 2008

Katanya sakti, kok bisa meninggal sih....


Sebulan lalu, Haikal pernah bertanya. Walaupun umurnya masih 5 tahun, rasa ingin tahunya akan sesuatu hal yang baru kerap kali muncul. Disuatu hari, kebetulan kami berdua melintas di depan mabes polri, depan lapangan sepakbola mabak, Blok M. Tiba-tiba anakku itu bertanya, ”ayah itu patung siapa?,” sambil menunjuk patung besar di pojok taman di Mabes Polri.

Sambil menyetir aku jelaskan padanya. ”Itu patung Gajah Mada, nak,” jelas ku singkat. Seperti tak puas, iapun bertanya lagi. ”iya..., tapi dia siapa?,” katanya seperti tidak puas. Aku pun menjelaskan kepadanya, bahwa Gajah Mada adalah orang yang menyatukan semua kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. ”Karena dulu kerajaan-kerajaan sering perang. Makanya Gajah Mada mempersatukan kerajaan-kerajaan itu supaya jangan perang lagi.” Aku jelaskan juga bahwa Gajah Mada itu kuat dan sakti. ”Haikal tadi lihat kan badan Gajah Mada itu besar?,” tanyaku. ”Iya gede banget badannya,” kata anakku lagi. Tiba-tiba Haikal bertanya lagi. ”Sekalang...Gajah Madanya dimana yah,” katanya dengan suara cadelnya. Aku jelaskan Gajah Mada sudah meninggal. Tiba-tiba Haikal minimpal penjelasku. ”Katanya sakti, kok bisa meninggal sih... yah,” tanya Haikal singkat.

Mendengar pernyataan Haikal, aku tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Sambil menjanjikan kepadanya untuk membelikan buku cerita tentang Gajah Mada. Ya, itulah dunia anak. Kadang sikap kritisnya selalu muncul secara tiba-tiba.

Jumat, 28 November 2008

Barus Kota Pesisir Yang Pernah Mendunia


Barus merupakan sebuah kota kecil di pantai barat Sumatera, yang secara geografis masuk ke wilayah propinsi Sumatera Utara. Ketenaran Barus salah satunya dikarenakan di kota pesisir ini merupakan penghasil kapur barus atau kerap orang menyebutnya kamper. Berkat kapurnya ini, Barus telah terkenal ke seluruh dunia sejak tahun 160 Masehi.

Di Barus dahulu terdapat pelabuhan yang sangat sibuk. Eksistensi Barus sebagai bandar niaga ditandai oleh sebuah peta kuno abad ke-2 yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, yang merupakan gubernur di Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir. Peta itu menyebutkan bahwa dipesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barossai yang menghasilkan parfum (wewangian), yaitu kapur barus. Disebutkan bahwa Barus telah melakukan aktifitas perniagaan dengan bangsa-bangsa dari Timur Tengah. Hal ini diperkuat dengan fakta yang menyebutkan, kapur barus merupakan salah satu bahan dalam proses pembalseman mayat fir’aun.

Sepanjang sejarahnya, kapur barus sangat disukai dan menjadi barang perniagaan yang sangat penting. Di Barus inilah dahulu bangsa Arab, Orang indian, Cina, Bangsa Portugis dan Belanda datang berniaga.

Barus dan Sejarah Islam


Berdasarkan berbagai sumber sejarah, Islam telah masuk wilayah ini sejak tahun 48 Hijriyah, hal ini seperti tertulis pada nisan makam Syekh Arkanuddin yang berada di tanah Barus. Fakta ini diperkuat dengan banyaknya peninggalan makam-makam tua. Yang paling tua usianya sekitar 1.300 tahun. Makam-makam tua itu oleh masyarakat setempat kerap menyebutnya sebagai ”Makam Aulia 44.” Walaupun makam Aulia 44 tersebar dibeberapa daerah disekitar Barus, kesucian makam-makam itu masih tetap terjaga oleh ulama dan masyarakat setempat hingga saat ini.


Dari sekian makam yang ada, yang kerap dikunjungi oleh para penziarah adalah makam Tuan Papan Tinggi. Makam yang terletak 200 meter di atas permukaan laut ini berada di Desa Pananggahan. Makam yang memiliki panjang sekitar 6 meter ini merupakan makam dari Syekh Mahmud, seorang ulama dari bangsa Arab.

Menurut catatan, ajaran Islam yang pertama kali tersebar saat itu baru sebatas pengetahuan tentang tauhid, yaitu sahadat. Ketika itu syariah belum dikenal oleh masyarakat Barus. Sehingga ketika itu belum ada perintah mengerjakan Sholat dan Puasa. Karena letaknya sebagai bandar perniagaan, banyak para pendatang bangsa Arab menetap. Disamping berdagang, para pendatang ini juga menyebarkan agama Islam. Banyak ulama besar berasal dari kota pesisir ini, di antaranya yang paling menonjol adalah Hamzah Fansuri, yang terkenal dengan kitab tasawufnya.

Rusman
Disarikan dari berbagai sumber

Nasib Guru Kita


Slogan Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sudah seharusnya dikubur sejak dini. Dan seharusnya kesejahteraan para guru benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Sebagai anak bangsa, saya sedih ketika melihat seorang guru selepas mengajar disekolah, dia menjadi seorang pemulung. Ini dilakukan hanya karena gaji yang diterimanya tidak mencukupi untuk hidup. Mirisnya lagi, kegiatan memulungnya itu dilakukan agar dia bisa tetap mengajar anak-anak muridnya. Ini realita yang terjadi. Dan sepatutnya sebagai bangsa yang santun dan beradab tak selayaknya ini terjadi terhadap guru-guru di negeri ini.

rusman
Menanggapi tulisan Mas Anas Urbaningrum berjudul "Nasib Guru" di Facebook.

Kamis, 20 November 2008

Apa Kita Hanya Diam

Bila kebenaran ditutupi oleh Kezaliman
Apa kita hanya diam?!

Bila hak-hak diinjak-injak penguasa
Apa kita hanya diam?!

Berjuta mata di pinggiran lelah..
Melihat birokrat para badut beraksi..
Yang tanpa dosa berkhianat pada cita-cita bangsa..

Sudahlah sampai disini saja..
Para badut birokrat mempermainkan rakyat

Wahai kawan-kawan pemilik negeri
Apa kita hanya diam?

Tak perlu ada perenungan
Lakukan..
Apa yang harus kita lakukan..
Untuk cita-cita Bangsa ini


Garut, 13 Juni 1996

Kamis, 06 November 2008

Yang Tersisa dari Alam


Sebuah Ironi: hari lingkungan sedunia selalu diperingati setiap 5 Juni, tapi praktik pembabatan hutan, pencemaran udara, dan penambangan liar masih terus berlangsung. Masih adakah yang tersisa dari Alam Indonesia?

...lestarikan alam hanya celoteh belaka
Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu...saja
Oh..oh...jelas kami kecewa....


Masih ingat dengan bait syair lagunya Iwan Fals ini? Lirik lagunya sarat dengan kritik soal gencarnya praktik pembabatan hutan secara berlebihan. Dan agaknya, lirik lagu Iwan tersebut sangat cocok untuk dijadikan tema dalam peringatan hari lingkungan hidup tahun ini. Mengapa tidak? Soalnya sampai kini kerusakan alam masih menjadi momok yang sulit dielakkan. Malahan, tingkat kerusakan lingkungan hidup makin hari makin tinggi. Sebut saja mulai dari pembabatan hutan, pembuangan limbah, polusi udara, sampai penambangan liar.

Anhnya, banyak orang tidak merasa terusik dengan peristiwa. Padahal, bila ingin jujur, kerusakan lingkungan hidup telah berada pada posisi yang emergency. Mungkin bagi sebagaina kalangan, penilaian semacam ini terlalu berlebihan. Namun, tidak begitu bagi para aktivis lingkungan. Bagi kelompok yang selalu bergelut dengan persoalan hidup, peristiwa tersebut merupakan sebuah ancaman.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), misalnya, menganggap penyelamatan hutan menjadi menu utama untuk dikampayekan. Menurut Emmy Hafild, penyelamatan hutan sudah sangat mendesak. Alasannya, ”Hutan kita sudah sangat parah,” tegas Emmy kepada DeTAK. Dengan alasan seperti itu, Walhi bersikap tegas, yaitu mengeluarkan moratorium penebangan hutan. Artinya, Walhi besrikap keras bahwa penebangan hutan saat ini juga harus dihentikan. ”Kalau mau hutan kita tidak bertambah rusak, ini harus dilakukan,” tegas Emmy lagi.

Agaknya, apa yang dicanangkan Walhi ini tidaklah berlebihan. Pasalnya kini luas hutanyang layak dieksploitasi hanya tinggal 37 juta hektare. Sisanya, sekitar ratusan juta hektare hutan telah mengalami kerusakan dan tidak bisa dieksploitasi. Sementara itu, untuk mengembalaikan hutan dalam keadaan asri seperti semula, tidak semudah membalikkan tangan. Dibutuhkan waktu sampai puluhan tahun lamanya.

Penebangan hutan secara berlebihan bagi Indonesia merupakan penyakit yang sulit disembuhkan. Selama ini banyak faktor yang menjadi penyebab sulitnya memerangi penebangan hutan secara berlebihan ini. Namun, penyebab utama yang paling jelas adalah lemahnya penegakkan supremasi hukum. ”Makanya kita harus mendorong penegakkan hukumnya,” Mardi Minangsari, aktivis Telapak Indonesia kepada DeTAK. Menurutnya, karena supremasi hukumnya lemah, penjahat hutan tidak terjerat hukum. Rupanya, hal tersebut dimengerti oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Sonny Keraf. ”Makanya saya akan memfokuskan pada penegakkan hukum,” kata Sonny Keraf , singkat.

Namun belakangan, Sonny Keraf tidak sepakat dengan desakan Walhi yang meminta moratorium diterapkan. Menurutnya, moratorium tidak bisa diberlakukan secra mutlak. ”Harus dicari jalan tengah untuk menjembatani antara moratorium dan realitas yang ada,” kata Sonny kepada Wartawan.

Pencemaran Udara

Sementara itu, ancaman lingkngan hidup lain yang tidak kalah pentingnya adalah pencemaran udara. Menurut penelitian United Nation for Environment Programme (UNEP), tingakt pencemaran udara di Jakarta termasuk terparah setelah Meksiko dan Bangkok. Menurut Bapedal, penyebab utama polusi udara di Jakarta adalah asap kendaraan bermotor, yang sampai 70 persen.

Tentu saja asap bermotor sangat berbahaya bagi lingkungan. Pasalnya, asap yang keluar dari sebagian kendaraan bermotor tersebut sarat dengan zat-zat beracun. Sebut saja timbal, racun yang dapat merusak pertumbuhan otak anak-anak. Belum lagi asap-asap dari cerobong pabrik yang ikut menambah pekatnya udara.

Nah, menghadapi hal tersebut Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) memilki program penghapusan bensin bertimbal secara bertahap. Untuk Jakarta misalnya, Penghapusan bensin berimbal akan dilakukan pada Juli 2001 ini. Sementara itu, untuk seluruh Indonesia akan dilakukan pada Januari 2003.

Akan halnya tingkat pencemaran sungai dan lat masih terbilang tinggi. Menurut catatan Walhi, sebanyak 2,2 jta ton limbah bahan beracun berbahaya (B3) tiap tahunnya dibuang ke sungai di Jakarta dan Jawa Barat. Belum lagi daerah-daerah lain yang juga sara pencemaran sungai. Laut sebagai daerah terluas juga diyakini kerap menjadi tempat pembuangan limbah dari industri-industri. Belum lagi tumpahan minyak ke laut. Kejadian di Jepara beberapa bulan lalu, yakni tumpahnya miyak dari sebuah kapal, tentu menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia.

Belum lagi soal banyak rusaknya terumbu karang akibat dari tingginya penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom. Lihat saja yang terjadi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Utara, terumbu karang terancam punah. Sementara itu, lingkungan di Balai Taman Laut Naasional (BLTN) Karimunjawa, Jepara, juga terancam rusak akibat adanya pengkapan ikan dengan menggunakan potasiumsianida dan bom.

Masalah pertambangan kemudian juga memunculkan persoalan. Misal saja pertambangan liar di Gunung Pongkor, di kawasan Gunung Halimun, Jawa Barat, semakin marak. Mereka menabang pohon-pohon hutan lindung. Tidak itu saja, para penambang ini juga membuang limbah air raksa yang digunakan untk mencuci hasil galiannya ke sungai di sekitarnya. Akibatnya, sungai itupun tercemar oleh logam berat dan beracun. Hal serupa juga terjadi di daerah lain seperti di Cikoreng, Jawa Barat; Sawalunto, Sumatera Barat; juga di wilayah pertambangan di Kalimantan Timur, di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Agaknya, bila lingkungan hidup tidak ditangani secara arif, dikwatirkan akan menambah rapuhnya alam ini. Masihkan kita menikmati keindahan alam yang tersisa?

Rusman
Dipublikasikan di Tabloid DeTAK No. 143 Tahun ke 3, 13-19 Juni 2001

Jumat, 31 Oktober 2008

Menurut Bung Karno Islam itu Pro-Nasionalisme dan Pro-Sosialisme

Wawancara
Alm. Dahlan Ranuwihardjo
Sesepuh HMI dan Pengagum Bung Karno

Sejauhmana pemahaman Bung Karno terhadap Islam?
Saya melihat Bung Karno seorang insan paripurna. Artinya, Bung Karno itu seorang pejuang, seorang pemikir, seorang ideologi, seorang filosof, seorang negarawan, seorang budayawan, seorang nasionalis, seorang internasionalis, seorang humanis dan kemudian juga seorang kepala keluarga yang baik. Mengenai kapasitas Bung Karno sebagai pemikir, selama ini yang tertonjol, Bung Karno sebagai pemikir marhaenisme. Padahal, Bung Karno juga sebagai pemikir Islam. Kalau dibandingkan dengan pemikir-pemikir Islam lain di Indonesia ketika itu, pemahaman Bung Karno jauh lebih banyak, ketimbang misalnya Natsir dan Alimin. Dan Bung Karno memikirkan Islam bukan belakangan karena mendapat petunjuk-petunjuk dari ustad Hasan.

Bisa dijelaskan hubungan Ustad Hasan dengan Bung Karno?
Dalam tulisan Bung Karno tahun 1926 berjudul Nasionalisme, Islam, Marxisme dan bagian tentang Islam itu menunjukkan Bung Karno sudah mempelajari Islam dari aspek kemasyarakatan dan kenegaraan dari Islam. Ketika Bung Karno di Endehada 12 surat dari Bung Karno yang dikirimkan kepada Ustad Hasan. Sebetulnya Isinya adalah curahan hati tingkat intelektual yang tinggi dari Bung Karno kepada Ustad Hasan. Bukan ustad Hasan mengajari Bung Karno. Selama ini orang memandang Bung Karno belajar dari ustad Hasan. Selama di tempat pembuangan itu Bung Karno ingin menyampaikan pemikiran tentang Islam kepada ustad Hasan.

Apa segi menarik Islamnya ustad Hasan bagi Bung Karno?

Bagi Bung Karno, ajaran-jaran ustad Hasan menjrurus ke pemurnian ekonomi Islam. Saat itu Bung Karno sangat tertarik. Sebab, Bung Karno itu risau, sedih, prihatin melihat penghidupan orang-orang Islam di Indonesia. Mungkin Bung Karno ingin tahu apa Islam itu anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Dia yakin kalu Islam itu anti-imperialisme. Karena, ada kalimat dari Bung Karno yang menyatakan Islam sejati tidak mengenal sikap anti-nasionalis sebagai sumber spirit menentang kolonialis. Kemudian meliat sosialisme sebagai sumber spirit menentang kapitalisme. Dan dia melihat bahwa Islam itu adalah pro-nasionalisme dan pro-sosialisme.

Kongritnya apa aplikasi Bung Karno tentang Islam yang diterapkan dalam kenegaraan?

Sebenarnya ajaran nasionalisme itu muncul tahun 1927. Dia tahu dimasyarakat ini ada dua aliran nasionalis dan aliran Islam. Sejak semula Bung Karno tidak pernah mengedepankan nasionalisme saja. Selalu Bung Karno mengedepankan nasionalisme yang berkemanusiaan, yang demokratis dan yang berkeadilan sosial. Keempat itu dirangkum dalam sosionasionalisme, sosiodemokrasi. Disingkat lagi menjadi sosio-nasio-demokrasi. Kualitas begini dari nasionalisme dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Sebab, masyarakat Indonesia itu korban dari nasionalisme Barat. Jadi tidak mungkin meniru nasionalisme Barat. Kelanjutannya, Bung Karno itu seorang yang memahami marxisme. Jadi beliau itu dikatakan marxis dalam arti memahami marxis. Tapi Bung Karno bukan penganut marxisme.

Apakah didalam diri Bung Karno terjadi benturan pemikiran ketika ia mempelajari Islam dan Marxisme?
Menurut saya ada. Sebab, akhirnya Bung Karno beberapa kali mengatakan salah satu ajaran marxisme adalah materialsme. Bung Karno mengatakan saya menerima secara filosofi marxisme, tapi bukan penganut marxisme. Ajaran marxisme hanya dipakai oleh Bung Karno sebagai pisau analisis atau analisis sejarah.

Tapi, kenyataannya ada kalangan tertentu yang menganggap Bung Karno marxis?
Itu tidak betul juga. Karena orang harus memperhatikan Bung Karno itu pernah mondok selama lima tahun di rumahnya Pak Cokroaminoto. Kalu tidak salah sejak Bung Karno umur 13 atau 14 tahun. Di situ pendidikan agamanya dimulai. Bung Karno juga waktu kecil ikut mengaji dan salat. Cuma, kata Pak Anwar yang sempat cerita pada saya, memang kadang-kadang Bung Karno malas. Tapi itu bisa dipahami karena usianya masih berjiwa muda. Memang ketika itu Bung Karno sedang asyik-asyiknya membaca buku.

Sejauhmana pemahaman Bung Karno tentang Islam, terutama diaplikasikan dalam tugas kenegaraan dan sebagi pemimpin?
Yah, kalu kita lihat surat-surat Bung Karno di Endeh, Bung Karno melihat umat Islam ini masih dijamuri oleh kekolotan. Artinya, Bung Karno sangat kritis terhadap sikap umat Islam yang meninggi-ninggikan derajat sayid-sayid lbi tinggi dari umat Islam lainnya. Bung Karno mengatakan bahwa tidak ada agama yang lebih menyukai persamaan daripada Islam. Surat-surat Bung Karno di Endeh itu berisi kerisauan beliau terhadap kiai-kiai yang dari hari ke hari ngomongnya begitu-begitu saja. Sampai Bung Karno mengatakan, ”Jikalau kiai-kiai mmbawakan agamanya itu secara moderat, tidak secara kolot, maka dakwah Islam akan jauh lebih berhasil.” Bung Karno mengambil contoh ada orang-orang barat yang masuk Islam. Ketika itu, Bung Karno bertanya kenapa Anda masuk Islam? Dijawab oleh orang itu, ”Karena saya membaca buku-buku Islam.” Jadi, bukan karena mendengarkan kiai-kiai dengan sorbannya.

Bagaimana sikap dari kelompok Islam terhadap Bung Karno di era tahun 1950-an?
Sebetulnya kalau di tahun 1950-an itu karena Bung Karno pemikirannya berat kepada nasionalisme dan dia kemudian mendirikan PNI. Walaupun demikian, dalam pikiran Bung Karno yang dinamakan massa itu adalah sebagian besar umat Islam. Tapi orang menganggap Bung Karno sebagai kelompok nasionalis. Sebetulnya banyak yang belum tahu pikiran-pikiran Bung Karno. Karena Bung Karno banyak menulis tentang Islam itu baru sekitar tahun 1936. Tetapi tahun 1926 sudah ada tulisan tentang Islam dari Bung Karno. Bung Karno itu memperhatikan aspirasi dari umat Islam. Sebagai presiden yang mayoritas rakyatnya beragama Islam, Bung Karno harus membekali diri dengan pengetahuan Islam. Bahkan pernah pada suatu acara di tahun 1950-an Bung Karno melontarkan kelaimat jadikanlah mesjid itu sebagai center of live. Jadi, kata Bung Karno, masjid jangan dijadikan tempat salat saja, tapi jadi tempat umat Islam belajar dan mempelajari ilmu pengetahuan.

Rusman
Wawancara berlangsung di kediaman Pak De dikawasan Jakarta Selatan dan terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 143 Tahun ke 3, 13-19 Juni 2001

Rabu, 15 Oktober 2008

Kualitas Mengalahkan Segalanya


Terpilihnya Aris sebagai Indonesia Idol 2008 cukup mengharukan sekaligus membanggakan para pencinta musik di tanah air. Bayangkan seorang pengamen jalanan memiliki vocal suara yang terbilang sangat apik. Kekhasan vokalnya membuat seorang Titik DJ, ketika audisi Indonesia Idol berlangsung, begitu terharu mendegar vokal seorang pengamen jalanan ini. Begitu juga Anang dan Indra Lesmana, tak henti-hentinya mengelek-gelekkan kepalanya mendengar vokal Aris.

Terpilihnya Aris sebagai Indonesia Idol 2008 menandakan bahwa kualitas mengalahkan segalanya. Setidaknya kemenangan Aris juga merupakan kemenangan untuk para pemilihnya.

Banyak kalangan diawal-awal pelaksanaan Indonesia Idol 2008, memprediksikan bahwa Aris akan terpilih sebagai Indonesia Idol 2008. Disetiap tayangan aura kemenangan itu begitu kuat. Dan ini menjadi kenyataan yang patut dibanggakan oleh semua orang, bukan hanya oleh para komunitas pengamen jalanan ataupun keluarganya.

Selamat untuk Aris. Kualitas vokal jalanan rupanya patut diacungkan dua jempol. Anda mengangkat derajat para pengamen jalanan di tanah air. Selamat teruslah ”mengamen” sampai Anda puas. Bravo Aris!

Kamis, 14 Agustus 2008

Jurus Wiranto Menepis Serangan Gus Dur

"Apa pun risiko yang harus dipikul TNI, bahkan saya pribadi, akan saya terima bila dilaksanakan dengan mengacu pada kebenaran,” ucap Wiranto. Tapi, Wiranto menolak perintah Gus Dur untuk mundur. Apa jurus Wiranto untuk tetap bertahan?


Nahas benar nasib Wiranto belakangan ini. Namanya terus saja disangkutkan dengan berbagai persoalan yang tidak mengenakkan. Misalnya, Wiranto sempat dicurigai terkait dengan rencana kudeta yang sempat menjadi pembicaraan publik beberapa waktu lalu. Ketika ternyata isu itu tidak benar, nama Wiranto kemudian diceburkan ke dalam perdebatan opini tentang rencana Gus Dur yang hendak mengangkat Letjen (Purn) Prabowo Subiyanto, mantan komandan Kopassus, sebagai penasihat militer Presiden. "Rencana memilih Prabowo sebagai penasihat militer Presiden dimaksudkan untuk mengganjal Wiranto," begitulah kira-kira perkiraan sejumlah kalangan tentang maksud Gus Dur merekrut Prabowo.

Belum lagi perbincangan itu reda, lagi-lagi Wiranto dihadapkan pada persoalan pelik. Kali ini, bukan saja karena opini masyarakat, tapi juga opini Gus Dur—orang nomor satu di republik ini. Gus Dur terang-terangan minta agar Wiranto mengundurkan diri dari kursi menteri koordinator politik dan keamanan (menko polkam). Permintaan itu disampaikan ketika Gus Dur tengah berada di Davos, Swiss, Senin (31/1), sebagai rangkaian turnya ke 13 negara.

Secara resmi Gus Dur kemudian mengutus Menhankam Juwono Sudarsono agar menemui Wiranto untuk menyampaikan pesan yang sama: agar Wiranto mengundurkan diri. "Tugas menyampaikan pesan dari Bapak Presiden itu sudah saya lakukan," kata Juwono kepada pers, Jumat (4/2) lalu.

Itulah reaksi cepat Gus Dur setelah Komnas HAM menyerahkan laporan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) Timor Timur kepada Jaksa Agung Marzuki Darusman, Senin (31/1) lalu. Kalau Gus Dur sampai terang-terangan minta agar Wiranto mundur, pasti persoalannya sangat krusial. Seberapa berat dosa Wiranto di mata KPP HAM?

Salah satu kesimpulan KPP HAM yang istimewa adalah yang menyangkut nama Wiranto. "Keseluruhan kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Timur, langsung atau tidak langsung, terjadi karena kegagalan Panglima TNI dalam menjamin keamanan dari pelaksanaan pengumuman dua opsi oleh pemerintah. Struktur kepolisian yang ada waktu itu masih di bawah komando. Menteri Pertahanan turut memperlemah kemampuan aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas pengamanan berdasarkan perjanjian New York. Untuk itu, Jenderal Wiranto selaku panglima TNI adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawabannya,” demikian rekomendasi KPP HAM.

Apa boleh buat. Kesimpulan KPP HAM secara jelas menyebut nama Wiranto. Bagi yang berpandangan pesimistis, kesimpulan ini memperlihatkan bahwa KPP terkesan terlalu hati-hati. Pertama, penyebutan nama Wiranto hanya karena jabatannya selaku panglima TNI. Kalimat “kegagalan Panglima TNI dalam menjamin keamanan” setidaknya menyiratkan hal itu.

Kedua, KPP HAM tidak menyebut secara detail keterlibatan Wiranto. Padahal, dalam laporan itu banyak sekali disebut jenis pelanggaran HAM yang terjadi. Juga, sebelum laporan itu diumumkan, banyak berdedar kabar tak resmi. Misalnya kabar tentang adanya rekaman pembicaraan yang bisa menjadi bukti langsung keterlibatan Wiranto. Kalau KPP HAM tak menyebut detail keterlibatan Wiranto, kemungkinannya ada dua: dugaan keterlibatan Wiranto secara langsung tak bisa dibuktikan, atau KPP mau mengambil jalan yang lebih aman.

Meski ada yang menganggap hasilnya kurang memuaskan, laporan KPP HAM sudah cukup untuk membuat Tim Advokasi HAM Perwira TNI, yang membela Wiranto, mencak-mencak. Adnan Buyung Nasution, koordinator tim itu, menilai Komnas HAM telah sewenang-wenang karena terang-terangan menyebut nama-nama yang diduga terlibat. Buyung dengan tegas menolak semua laporan itu. “Kami akan pelajari semua yang ada dalam laporan Komnas HAM itu. Karena, kami tidak akan lakukan legal action kalau tidak kuat,” kata Buyung dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/2) lalu. Buyung juga mengatakan bahwa Wiranto tak punya niat untuk mundur dari jabatan menko polkam. Berarti, Wiranto menolak permintaan Gus Dur agar mundur.

Bagaimana reaksi Wiranto sendiri? Boleh saja dalam hati barangkali ketar-ketir sambil menahan marah. Tapi, penampilan Wiranto betul-betul prima. "Apa pun risiko yang harus dipikul TNI, bahkan saya pribadi, akan saya terima bila dilaksanakan dengan mengacu pada kebenaran," ucap Wiranto dengan ekspresi yang dingin seperti biasanya, saat jumpa pers, Selasa (1/2) lalu di Jakarta. Di luar itu, Wiranto sama sekali tak mau berkomentar soal permintaan Gus Dur agar dirinya mundur.

Menanggapi soal ini, Ikrar Nusa Bhakti, peneliti LIPI, mengatakan bahwa hasil KPP HAM, "Bukan berarti sudah merupakan suatu tuduhan, melainkan cuma rekomendasi untuk melakukan penyidikan tambahan atau ulang," katanya kepada DëTAK, Jumat (4/2).

Pernyataan Ikrar ini memang lebih bernada menyejukkan. Tapi, bisakah hati Wiranto merasa sejuk bila berkas laporan KPP HAM itu sekarang sudah dipegang oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman? Jika menuruti opini publik, Marzuki harus cepat-cepat menindaklanjuti laporan KPP HAM itu.

Sekarang, bola di tangan Marzuki. Masalahnya, berani dan mampukah Marzuki menyidik Wiranto lebih jauh? Semua mata kini tertuju ke Marzuki. "Saya mengharapkan, dalam dua minggu, Jaksa Agung sudah dapat mengeluarkan surat perintah penyidikan,” kata Asmara Nababan, sekretaris KPP HAM, kepada DëTAk, Kamis (3/2). Marzuki, mau tak mau, harus segera menuntaskan persoalan yang pelik dan mengerikan ini. Sebab, Gus Dur sendiri sudah memberikan perintah kepada Marzuki agar segera menuntaskan kasus Timtim ini.

Memang, Gus Dur sudah memerintahkan Marzuki. Tapi bagi Kejaksaan, ini bukan persoalan gampang. Dan, seperti biasanya, Kejagung selalu mampu membuat kalimat untuk mengelak dari tudingan bahwa kinerjanya lamban. "Kejagung masih mempelajari rekomendasi Komnas HAM sebagaimana dilaporkan KPP HAM Timtim. Kejagung pun masih menunggu bahan-bahan lebih rinci dari Komnas sebagai pelengkap tindakan selanjutnya," kata Marzuki kepada wartawan, Kamis (3/2).

Sementara Kejagung masih sibuk mengumpulkan bahan-bahan lebih rinci, tim Advokasi HAM Perwira TNI langsung mempersoalkan data dan fakta yang disodorkan oleh KPP HAM ke Jaksa Agung ini. Mereka menganggap, data dan fakta itu belum terbukti ada. "Kita mau melihat apakah itu betul-betul ada atau isapan jempol,” kata Hotma Sitompoel, salah satu anggota tim itu, kepada DëTAK, Kamis (3/2).

Tapi, kubu Komnas HAM tampaknya tidak mau ambil pusing dengan pendapat Hotma ini. "Bila komentar individual, apalagi komentar Buyung dan kawan-kawan, kita tidak hitung itu sebagai sikap TNI,” tegas Nababan. Sebab, menurut Nababan, sudah ada pernyataan yang menyebutkan bahwa TNI menghargai kerja KPP HAM. "TNI diuntungkan dengan laporan KPP HAM ini,” kata Asmara menambahkan.

Selain itu, Komnas HAM sangat yakin dengan perolehan data-datanya. Ketua Komnas HAM, Djoko Soegianto, menilai, hasil pengumpulan data dan fakta yang dilakukan KPP HAM Timtim sudah cukup dijadikan bukti. "KPP HAM memang bekerja keras untuk mengumpulkan data dan fakta selengkap mungkin,” kata Djoko kepada DëTAK, Rabu (2/2).
Kalau benar data-datanya sudah cukup dijadikan bukti, Kejagung seharusnya bisa bergerak maju dengan cepat. "Tetapi, bila Jaksa Agung merasa kekurangan, ia bisa meminta Komnas HAM melengkapinya,” tambah Asmara.

Nama-nama Yang Disebut
Isi laporan KPP HAM Timtim (Summary Executive-nya) mirip dengan hasil Komisi Penyelidik Internasional yang dibentuk oleh Komisi Tinggi HAM PBB. Terutama, pada jenis pelanggaran HAM yang terjadi di Timtim. Hanya saja, laporan KPP HAM ini lebih rinci dan transparan dalam menyebutkan nama-nama orang yang diduga terlibat pelanggaran HAM berat di Timtim.

Laporan yang terdiri dari enam bab ini cukup jelas. Pada tiap poin kejadian, ada penjelasan yang cukup memadai. Terutama mengenai tragedi pembumihangusan di Dili. Pada bab terakhir laporan itu disebutkan: “Terdapat hubungan dan keterkaitan yang kuat antara aparat TNI, Polri, birokrasi sipil dengan milisi.” Juga, “Kekerasan yang terjadi di Timtim mulai pengumuman pemberian opsi hingga pascapengumuman jajak pendapat bukan diakibatkan oleh suatu perang saudara, melainkann hasil dari suatu tindakan kekerasan yang sistematis."

Dalam Bab II, poin 19, disebutkan: "Dari sejumlah fakta, diketahui bahwa jelas ada keterkaitan antara milisi pro-integrasi dan militer, dan sebagian besar pimpinan dan personel inti milisi adalah para anggota Kamra, Wanra, Milsas, Garda Paksi, Hansip dan Anggota TNI AD. Mereka dilatih dan dipersenjatai dengan SKS, M 16, Mauser, G-3, granat dan pistol di samping diberi senjata peninggalan Portugis."

Temuan lainnya menyebutkan, dropping senjata pernah dilakukan dari tangan Komandan Satgas Tribuana dan Kodim Suai kepada kelompok milisi. Apakah ini bagian perintah dari pimpinan TNI di Jakarta? Jawaban institusional pasti mengatakan “tidak”. Tapi, mungkinkah tindakan itu tidak diketahui oleh pimpinan TNI saat itu?

Yang paling menarik, laporan KPP HAM Timtim ini secara jelas menyebutkan satu per satu nama-nama yang diduga terlibat dalam kejahatan pelanggaran HAM. Dari kalangan birokrat atau bupati tertera nama Abilio Soares, Dominggos Soares, Kolonel Herman Sediono, Leoneto Martins, Guilherme dos Santos, dan Edmundo Conceicao E Silva.

Adapun dari kalangan TNI dan Polri tertera nama Kolonel M Nur Muis, Brigjend Pol Timbul Silaen, Lettu Sugito, Lettu Sutrisno, Letkol Burhanuddin Siagian, Letkol Sudrajat, Mayor Inf Yakraman Yagus, Mayor Inf Jacob Sarosa, Pratu Luis, Kapten Tatang, Letkol Yayat Sudrajat, Lettu Yacob, Mayjen TNI Adam Damiri, dan Mayjen Zacky Makarim.

Dan dari kalangan milisi tertera nama seperti Eurico Gutteres (komandan milisi Aitarak), Olivio Moruk, Martinus, Manek, Joni Marquez, Joa da Costa, Manuel da Costa, Amillo da Costa, Manuel Sousa (milisi Besi Merah Putih), dan Joao Tavares (komandan pasukan pejuang prointegrasi).

Tekanan Buat Jaksa Agung
Kasus pelanggaran HAM di Timtim menambah daftar kasus-kasus yang harus ditangani oleh Kejagung. Padahal, sejauh ini Kejagung tampaknya sudah megap-megap kewalahan menangani kasus dugaan KKN Soeharto, skandal Bank Bali, skandal Texmaco, dan masih banyak lagi.

Karena itu, laporan Komnas HAM ini makin menguatkan tuntutan masyarakat agar Kejagung berani dan cepat bertindak. Tapi, bukankah itu membuat Kejagung akan makin megap-megap saja? Memang. Tapi, sebenarnya Kejagung memperoleh pendorong yang bisa membuatnya berani bertindak. Pendorong itu tak lain adalah Komisi Penyelidik Internasional, yang dibentuk oleh Komisi TingginHAM PBB. Dalam laporannya, komisi ini secara tak langsung menyebut keterlibatan Wiranto. Istilah yang digunakan adalah “top military command”. Rekomendasinya, agar digelar pengadilan HAM internasional.

Adanya tekanan yang menginginkan agar digelar pengadilan HAM internasional secara tak langsung menguatkan posisi politis Kejagung untuk memeriksa Wiranto. Gampangnya, jika Kejagung tak serius menangani para pelanggar HAM Timtim, ancaman pengadilan HAM internasional bisa-bisa menjadi kenyataan. Meski begitu, bagi Djoko Soegianto, tekanan internasional bukanlah menjadi dasar untuk mengadili para pelanggar HAM dinegeri ini. "Pokoknya, ada pelanggaran berat HAM. Dan seluruh rakyat ingin mengetahui perkembangannya,” kata Djoko.

Komnas HAM pun, menurut Asmara, mempunyai hak untuk seaktu-waktu meminta laporan perkembangan dari penyidikan yang dilakukan Kejagung. "Itu sudah ditentukan dalam Perpu,” kata Asmara. Bahkan, menurut draft RUU Peradilan HAM, ada kewenangan bagi Komnas HAM untuk menggugat Jaksa Agung di prapengadilan bila Kejaksaan dianggap tidak serius dalam menanganinya. ”Dalam keterangan secara tertulis Jaksa Agung tidak dapat diterima Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, maka Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berhak mengajukan permohonan pra peradilan di pengadilan Hak Asasi Manusia,” demikian petikan draft RUU itu.

Maka, hanya ada satu pilihan bagi Kejagung: berani dan serius memeriksa nama-nama yang disebut dalam laporan Komnas HAM itu. Kalau gagal melakukannya, tak tertutup kemungkinan Kejagung bakal bernasib sama dengan MA sekarang: sisa-sisa warisan orde yang pamornya makin hancur.

rusman
laporan:m.i. wibowo/memed

Terpublikasi di Tabloid Detak No. 80 Tahun Ke-2, 8-14 Februari 2000

Aborsi Semakin Jadi

Di tangan dr Agung Waluyo, 200 bayi digugurkan dalam waktu 11 bulan. Aborsi telah menjadi gejala penyakit sosial bagi sebagian kaum wanita kelas menengah?


Aborsi makin digemari. Dan sekali lagi praktek ilegal pengguguran kandungan itu terbongkar. Kasus terakhir yang diungkap polisi adalah penggerebekan pada hari Jumat (11/2) di tempat praktek dr Agung Waluyo, di Jalan Musik Raya, daerah perumahan mewah Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sampai hari terbongkarnya praktek tersebut, dokter kandungan yang biasa berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini telah 11 bulan menjalankan praktek aborsi ilegal. Dua ratus pasien telah ia tangani. Dua ratus janin ia gugurkan. Itu pengakuan dr Agung sendiri. “Terus terang, saya hanya terpanggil oleh keluhan wanita yang hamil, tapi ditinggal pasangannya,” kata alumnus UI ini dengan entengnya.

Selain ‘panggilan mulia’ itu, silakan bercuriga terhadap motif lain yang tak terkatakan. Uang, misalnya. Untuk melihat bahwa praktek aborsi ilegal ini tak ubahnya seperti tambang emas bagi dr Agung Waluyo, simaklah pengakuan bidan Jubaedah, yang turut membantu praktek haram tersebut. Menurut Jubaedah, tarif yang dikenakan kepada setiap pasien cukup lumayan, yakni antara Rp600 ribu hingga Rp2 juta. Itu untuk pasien yang kondisinya sehat. Ongkos yang lebih mahal akan dikenakan bagi pasien yang kondisinya kurang sehat. Untuk memperlancar prakteknya, selain mempekerjakan bidan Jubaedah, Agung dibantu oleh seorang calo yang bertugas mencari calon pasien. Sebagai calo, Bobby digaji Rp100 ribu per hari.

Terhadap kasus di Kelapa Gading ini, psikiater Dadang Hawari mengatakan, “Ini, kan, diduga indikasinya abortus kriminalis.” Jika dugaan kriminal itu terbukti, Anda bisa merujuk pada UU No 23/1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. UU itu jelas menyebutkan sanksi yang berat baik bagi pengaborsi maupun dokter yang melakukan aborsi. “Jadi, praktek itu bisa dihukum dan terjerat undang-undang,” kata Dadang kepada DëTAK, Selasa (15/2).

Hal senada dilontarkan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menperpu)/Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Khofifah Indar Parawansa. “Dalam undang-undang kesehatan sudah jelas bahwa sangat berat sekali sanksinya bagi aparatur medis yang membantu pelayanan aborsi,” kata Khofifah.

Agaknya, praktek yang dilakukan Agung ini bukan satu-satunya pratek aborsi ilegal yang terungkap. Mungkin, bila dilakukan penelitian lebih luas, praktek aborsi ilegal ini bisa diungkap lebih banyak lagi. Kepala Divisi Reproduksi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Priya Subroto, tampaknya membenarkan pendapat ini. “Begitu luas, dari desa sampai ke kota-kota kecil. Sulit untuk mendata dalam skala nasional,” kata Priya kepada DëTAK, Selasa (15/2). Selain luas wilayahnya, praktek aborsi pun dilakukan tak hanya oleh dokter, tapi juga oleh dukun kandungan.

Menurut catatan PKBI, diperkirakan, dalam dua tahun terakhir, wanita yang melakukan pengguguran kandungan (aborsi) sebanyak 2 juta. “Yang paling menyedihkan, dari 2 juta itu sekitar 750.000 dijalani oleh kaum remaja di luar nikah,” kata Khofifah kepada DëTAK di sela-sela hearing dengan komisi VI, Rabu (16/2). “Ledakan angka pada remaja ini menjadi keprihatinan kita,” tambah Khofifah. Menurut Khofifah, angka itu sangatlah besar jika dibandingkan dengan angka kelahiran bayi yang sekitar 4,5 juta jiwa.

Dengan pembanding data Departemen Kesehatan tahun 1997, lonjakan kasus aborsi di Indonesia kelihatan makin membubung. Sepanjang tahun 1997, di Indonesia tercatat sekitar 9.757 bayi mati akibat abortus. Ini berarti kasus aborsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Penyakit sosial

Perihal keselamatan si ibu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat angka 15—50% kematian maternal disebabkan oleh aborsi berupa pendarahan, atau infeksi, atau gabungan keduanya. Data di Depertemen Kesehatan menunjukkan, di Indonesia kematian maternal yang disebabkan oleh aborsi hampir tidak ada. Atau tidak tercatat? Sebab, cukup sering terdengar kasus perempuan meninggal karena upaya pengguguran kandungan.
Sementara itu, tidak ada data yang pasti tentang berapa besar dampak aborsi terhadap kesehatan wanita. WHO memperkirakan, di seluruh dunia setiap tahun terjadi sekitar 20 juta unsafe abortion. Sebanyak 70.000 wanita meninggal akibat unsafe abortion. Atau 1 di antara 8 kematian maternal disebabkan oleh unsafe abortion.

Bila angka kematian akibat aborsi begitu tinggi, mengapa aborsi makin digemari? Jawabannya bervariasi, mulai dari kegagalan kontrasepsi, terikat penyakit tertentu, kelainan jiwa, sampai kelainan/cacat pada janin dengan berbagai latar belakang sosial budaya. Jawaban lain—dan ini cukup banyak—karena kehamilan yang tidak direncanakan, tidak kehendaki (unintention), tidak diinginkan (unwanted), atau malu dan ingin menutup aibnya. Ini mungkin bisa dilihat dari salah satu yang ditangkap polisi pada saat penggerebekan di rumah praktek Agung di Kelapa Gading. “Saya sebenarnya tidak tega menggugurkan kandungan ini. Tapi saya malu dengan teman-teman kuliah yang sering melihat saya muntah-muntah di WC,” ungkap pasien dr Agung yang belum sempat melakukan aborsi.

Bagi Dadang Hawari, praktek aborsi akhir-akhir ini memang telah menjadi semacam penyakit sosial. “Banyak kondom, ternyata banyak juga yang hamil,” kata Dadang. Menurut psikiater kondang ini, meningkatnya wanita melakukan aborsi sangat erat kaitannya dengan minuman keras, narkoba, dan pornografi. “Jadi, minuman keras dan narkoba adalah provaktor tindakan asusila, bahkan hubungan seks bebas. Begitu juga pornografi,” simpul Dadang.

Solusi yang Tak Kunjung Tiba

Aborsi merupakan suatu kontroversi yang tidak pernah selesai. Akhir tahun lalu, Menteri Kesehatan telah membicarakannya pada sebuah pertemuan di Semarang. Di situ Menteri Kesehatan menjanjikan bahwa dalam waktu dekat, pemerintah akan menentukan beberapa rumah sakit atau klinik yang diperbolehkan melayani aborsi. Untuk itu, “Harus ada penyuluhan dan harus ada lembaga khusus yang boleh melakukan itu,” kata Dadang.

Dan jika hal ini hendak diwujudkan, pemerintah tampaknya harus melayani perdebatan sengit dengan kalangan agamawan. “Idealnya memang harus ada forum bersama dari agamawan, Depkes, dan Ikatan Dokter Indonesia,” kata Khofifah. “Forum inilah yang akan mencari solusi terbaik.”

Apa pun solusi yang akan diambil kelak, yang jelas apa yang dinamakan praktek haram tak mungkin dibiarkan tanpa penyelesaian. Termasuk aborsi ilegal. Ia tak hanya menunjukkan makin meningkatnya gejala penyakit sosial. Dalam cara pandang paham kriminalitas, kasus Kelapa Gading ini menjadi puncak dari kejahatan yang tengah berlangsung dalam kehidupan masyarakat kelas menengah kita.

rusman/memed

Terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 82 Tahun ke-2, 22-28 Februari 2000

Senin, 04 Agustus 2008

Aksi Teror Untuk LSM

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi sasaran teror. Bahkan, teror fisik dalam bentuk kekerasan merebak kembali. Budaya peninggalan Orde Baru?

Jum’at siang (26/5), beberapa aktifis Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan korban kekerasan) terlihat sibuk memindahkan beberapa dokumen-dokumen penting mereka. Setelah itu, mereka bergegas membawanya ke mobil dan segera meluncur pergi.

Memang Kontras mau pindah kantor? Ternyata tidak. “Kita menerima telepon gelap. Katanya kantor ini mau diduduki dan dibakar,” kata Gian, aktifis Kontras kepada DeTAK, Rabu (31/5). Setelah mendapatkan ancaman itulah, mereka berinisiatif menyimpan beberapa dokumen penting tersebut ketempat yang aman.

Ancaman dari penelpon gelap tadi, tampaknya, terkait dengan kejadian sehari sebelumnya. Pada Kamis (25/5), ketika mahasiswa sedang gencar-gencarnya melakukan demo ke Cendana, di depan kantor Kontras yang terletak di Jl Mendut, Menteng, Jakarta Pusat, sempat terjadi kericuhan. Masalahnya bermula ketika beberapa aktifis Kontras berusaha melindungi seorang aparat dari amuk para demonstran. Sayangnya, justru terjadi kesalahan-pahaman antara Kontras dengan pihak aparat. “Kontras dianggap mereka sebagai pelindung dan penggerak para demontran,” kata Gian lagi.

Apa yang dialami Kontras memang tidak separah yang dialami ICW (Indonesian Coruption Watch) dan Solidamor (Solidaritas untuk Masyarakat Timor-Timur). Kantor kedua LSM ini, sempat disatroni sekelompok orang. Kantor sekretariat ICW yang terletak di Jl Tulodong Bawah, Minggu lalu, diserbu oleh para pendemo yang jumlahnya sekitar 30 orang. Mereka mendesak ICW untuk tidak ‘hanya’ mengurusi masalah mega kredit Texmaco, tapi juga mengusut kasus BLBI. Ironisnya, para pendemo itu melabrak sekretariat ICW sampai tiga kali, satu diantaranya datang malam hari.

Peristiwa yang hampir sama juga dialami oleh Solidamor. Kantor sekretariat Solidamor yang terletak di Jl Pramuka Jayasari yang merupakan kawasan cukup padat itu, diserbu sekelompok massa, pada Rabu (24/5). Selain mengobrak-abrik, mereka juga menyikat uang sejumlah Rp 18 juta. Tak hanya itu, massa juga mencederai tiga aktifis Solidamor.

Dilihat sepintas, orangpun mahfum, bahwa aksi teror yang dialamai tiga LSM itu sangat kental bernuansa politis. Teten Masduki, Koordinator ICW kepada DeTAK, mendapatkan bukti bahw aorang-orang yang mendatangi kantornya adalah orang suruhan. “Salah satunya bilang, mereka hanya melakukan perintah bos,” kata Teten Masduki, Selasa (30/5) lalu.

Sementara itu, Tri Agus, aktifis Solidamor ini kepada DeTAK, Rabu (31/5), menengerai orang-orang yang menyerbu ke kantornya sebagusuruhan para mantan jenderal yang terlibat pembumihangusan di Timtim pasca jajak pendapat lalu. Masalahnya, mereka yang datang itu, apabila dilihat dari warna kulit dan rambut, adalah orang asli Timtim,

Mencuatnya tiga kasus itu, tentu saja, membuat prihatin semua pihak. Apalagi, tiga LSM yang disantroni itu, dikenal vokal dalam dunia politik. “Itu resiko mereka melakukan aktifitas seperti itu,” kata Arbi Sanit kepada DeTAK, Kamis (1/5).

Sebenarnya, sejak Soeharto berkuasa, aksi teror sering kali dialami para aktifis pro demokrasi. Perbedaannya, ketika Soeharto berkuasa justeru negara lah yang melakukan aksi-aksi teror. Sedangkan saat ini, justru masyarakat yang melakukannya. “Masyarakat mempunyai kesempatan politik yang lebih luas, lalu mereka melakukan segala hal sampai keteror,” kata Arbi lagi.

Kalau pun itu resiko, bagaimana sikap para aktifis? “Kami tidak akan kapok sedikitpun,” tegas Tri Agus. Sedangkan Teten, menyatakan tak menghiraukan tekanan-tekanan semacam itu. Hanya saja, dia berharap agar aparat kepolisian bersikap lebih tegas dalam menangani kasus-kasus semacam itu. Jangan malah ikut meneror.


rusman

Dipublikasikan di Tabloid DeTAK No. 97 Tahun ke-2, 6-12 Juni 2000

Kamis, 31 Juli 2008

Mahasiswa dan Transformasi Pemikiran

Mahasiswa merupakan masyarakat ilmiah yang memiliki peran dalam melakukan perubahan diberbagai segi kehidupan, seperti ekonomi, politik, budaya dan lingkungan. Peran mahasiswa dalam melakukan perubahan diberbagai segi kehidupan itu senantiasa selalu mendapat sorotan oleh masyarakat diluar kampus. Sehingga mau tidak mau mahasiswa sebagai kaum intelektual dengan pola pikir dan daya nalar yang dimiliki harus peka terhadap persoalan sosial yang ada dimasyarakat.

Kaum intelektual, dalam hal ini mahasiswa mempunyai fungsi dalam masyarakatnya untuk mengakumulasikan, memberi, membentuk dan menyebarkan nilai-nilai kebenaran abadi, kebahagian kepada masyarakat. Secara yuridis formilnya, kampus atau Perguruan Tinggi di Indonesia mempunyai fungsi: Melaksanakan Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Dikampuslah mahasiswa menimbah ilmu pengetahuan secara teoritis. Fungsi Penelitian ditujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tanpa proses penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan tidak bermanfaat. Dan fungsi Pengabdian Masyarakat berarti mahasiswa harus selalu tanggap, kritis dan melakukan tindakan-tindakan yang kongkrit seperti ide-ide, pemikiran ilmiah dalam bentuk penyadaran pada masyarakat.

Berbicara transformasi berarti bicara perubahan yang diinginkan dalam kondisi, situasi dengan ”sistem” yang dihadapi. Ada empat faktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat, yaitu tokoh, kebetulan, norma dan massa. Dari empat faktor tersebut yang terpenting adalah norma dan massa. Karena norma cenderung dapat membentuk pola pikir dan tingkah laku seseorang. Sedangkan dengan massa, kekuatan akan semakin mudah terhimpun dan ide-ide pemikiran semakin terwakili dari perorangan di dalam massa tersebut.

Berkembangnya Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) dan menjamurnya gerakan penyadaran cenderung membawa ”nuansa” pada transformasi pemikiran. Sebagian pengamat menilai, kecenderungan munculnya KSM dan gerakan penyadaran ini lebih berorientasi pada penyadaran dan penyesuaian dengan realitas kekuasaan, bukan menentang langsung kekuasaan. Dari asumsi itu timbul pertanyaan apakah dengan tumbuhnya kelompok seperti itu akan terciptanya transformasi pemikiran.

Agaknya kondisi ini tercipta karena adanya kevakuman ”sistem” yang ada sehingga diperlukan tindakan penyadaran dalam berbagai lapisan, minimal di tubuh mahasiswa sendiri. Mahasiswa jelas mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sadar maupun tidak sadar, mahasiswa akan mengalami proses itu.

Sementara itu, dari kaca mata ke-intelektualan, dari sisi akademis, mahasiswa ingin mengembangkan pemikirannya dalam satu tindakan yang mereka rasa butuh ”penyaluran”. Karena seringkali mahasiswa menyadari bahwa apa yang didapat dari bangku kuliah hanya sekedar teoritits belaka. Dan teori yang didapat perlu dikembangkan dalam tindakan yang lebih kongrit. Sepertinya kondisi ini akan terus berkembang sehingga akan terjadi suatu ”transformasi pemikiran” secara simultan.

Ada suatu pandangan positif dari berkembangnya KSM dan gerakan penyadaran. Diantaranya bahwa dengan tumbuhnya gerakan penyadaran semacam itu, mengingat kita pada masa pra-kemerdekaan. Dimana pada masa itu, mahasiswa dengan dasar-dasar pemikirannya berjuang melawan penjajahan. Bila kita ingat apa yang dilakukan oleh Bung Hatta, dengan Indonesia Merdeka, dimuka pengadilan Belanda di Den Haag (1927), dan keberanian Sukarno untuk membela diri dalam perjuangan nasional dengan Indonesia Menggugat , di depan Landraa Bandung (1930). Dari kedua kejadian itu akan terlihat peran mahasiswa yang begitu besar membela bangsanya.

Sekarang fungsi itupn nampaknya masih sangat relevan. Karena dengan pola pikir, dya nalar dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, mahasiswa akan berupaya menuju transformasi pemikiran yang diinginkan. Sekaligus menciptakan, melakukan perubahan yang tidak hanya perubahan saja. Tetapi juga membentuk masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia.

Menjamurnya KSM dalam bentuk kegiatan diskusi-diskusi cenderung mambahas masalah-masalah sosial kemasyarakatn. Dengan diskusi dapat bertukar pikiran dari orang perorang atau kelompok sehingga menimbulkan ide-ide, pmikiran yang sama dalam melakukan perubahan. Perubahan yang diinginkan seputar perubahan sosial kemasyarakatan selama jenjang pembangunan dimasa orde baru ini. Central masalah yang diangkat oleh kelompok diskusi adalah masalah kerakyatan.

Disisi lain timbul suatu pertanyaan mengapa mahasiswa cenderung memilih aktifitas diluar kampus dan terjun ke KSM maupun LSM? Bila dilihat kondisi ini terjadi karena sudah tumbuh kesadaran sosial pada mahasiswa. Dan asumsi yang alin karena ruang gerak mahasiswa di dalam kampus semakin sempit. Apalagi sejak dikeluarkan penerapan normalisasi kehidupan kampus (NKK) dengan menugaskan rektor Perguruan Tinggi sebagai penanggungjawab tertinggi di kampusnya. Akhirnya NKK membatasi partisipasi politik mahasiswa sehingga adanya ”keterbatasan beraktifitas.”

Pada dasarnya apa yang dilakukan mahasiswa untuk menuju perubahan atau transformasi memerlukan nafas yang panjang. Yang terpenting dalam bertindak adalah ikhlas dan sabar. Dan sikap konsisten dan pantang menyerah. Karena percayalah ”Allah tidak mengubah keadaan suatu kamum, hingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (QS 13:11). Pembagian peran gerakan menuju perubahan yang dicita-citakan di negeri ini masih perlu dilakukan. Akhirnya mahasiswa sebagai anak bangsa masih memiliki tugas menuju Indonesia yang dicita-citakan.

Rusman
* Disampaikan pada diskusi internal di Komisariat HMI Cabang Jakarta Fakultas Ekonomi Universitas Nasional, 1995

Rabu, 23 Juli 2008

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 4

Konsistensi Pelaksanaan Pembangunan

Apapun yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari konsistennya terhadap pelaksanaan pembangunan terutama pembangunan dalam bidang ekonomi. Kondisi perekonomian di Indonesia juga tidak terlepas dari gejolak-gejolak ekonomi di tanah air yang diwarnai oleh terjadinya kasus likuidasi terhadap 16 Bank yang ada merupakan salah satu konsistensi pemerintah terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Dari uraian diatas, tantangan bangsa Indonesia kedepan semakin besar dan semakin kompleks. Untuk itu komitmen dan konsistensi yang besar bagi terciptanya tujuan pembangunan menjadi rujukan bagi setiap pelaku ekonomi di Indonesia. Tantangan itu hanya dapat diatasi oleh satu semangat pembaharuan dan perubahan yang didasarkan atas kemampuan serta semangat kebersamaan atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Tantangan yang harus diatasi dalam pembangunan eknomi nasional yaitu hutang luar negeri yang besar dan harus diperkecil, disefisiensi produk dan daya saing yang lemah perlu diperkuat, kesenjangan relatif, kesenjangan regional dan kesenjangan antar kelas pelaku ekonomi yang harus diperkecil jaraknya. Semua itu memerlukan perangkat kebijakan ekonomi politik yang demokratis.


Kesimpulan

Pembangunan eknomi merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan yang masih terus ditingkatkan dan diperbaiki baik pelaksanaannya maupun pembagian hasil-hasil pembangunan itu sendiri.

Pembangunan ekonomi dalam pengertian fisik adalah terciptanya berbagai sarana dan prasarana sebagai modal dasar kegiatan ekonomi masyarakat dalam menciptakan nilai tambah secara ekonomis yang terus meningkat.

Arus globalisasi mengarahkan kita pada kondisi dimana kita dituntut untuk dapat berperan serta dalam persaingan ekonomi dengan negara yang sudah maju dalam bidang ekonomi. Untuk itulah dperlukan persiapan kearah itu dengan adanya pembenahan-pembenahan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi yang lebih sehat diantara pelaku ekonomi. Dan untuk itu diperlukan satu komitmen dan konsistensi terhadap pelaksanaan dan tujuan pembangunan ekonomi sebagai faktor pendukung didalam terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.

Dilain pihak kebijakan politik sangat menentukan arah dari pembangunan ekonomi yang akan dan tengah berlangsung. Politik memberikan corak kebijakan pembangunan ekonomi apa yang akan ditempuh sehingga memiliki orientasi tertentu yang dapat ditafsirkan apakah bertumpuh kepada kepentingan masyarakat luas, kepada kelompok pelaku ekonomi tertentu atau mungkin diperuntukkan kepada individu tertentu.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 3

Tantangan Pembangunan

Kesenjangan ekonomi baik antar sektor, antar kelompok penerima pendapatan, antara desa dan kota masih menunjukkan rasio gini yang cukup besar, walaupun ada kecenderungan untuk menurun. Kesenjangan yang cukup mencolok adalah didaerah perkotaan, dimana jarak antara orang yang kaya dan yang miskin relatif lebar. Ini ditunjukkan dengan data statistik tahun 1993, dimana rasio Gini menunjukkan angkat 0,33 dibandingkan di pedesaan 0,26.

Keberpihakan pemerintah kepada kelompok miskin dan pelaku ekonomi yang lemah sangat perlu dalam pembangunan guna memperkecil jarak kesenjangan. Esensi pembangunan sendiri adalah menempatkan kelompok ini pada prioritas utama diurutan terdepan, dengan kata lain prioritas pembangunan adalah mengentaskan kemiskinan. Bagi kelompok yang sudah maju, perhatian pemerintah sudah seharusnya dikurangi, dengan melakukan pengaturan dan kebijakan ekonomi yang mampu mendorong iklim usaha dan kegiatan ekonomi yang kondusif bagi peningkatan kesejahteraan kelompok yang lemah dan masih miskin.

Menurut David C Korten, 1990, didalam menuju abad ke21, dikatakan ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam strategi pembangunan yang berbasis kerakyatan, yaitu:

  1. Mencari diversifikasi kegiatan dalam level perekonomian yang dimulai dari rumah tangga pedesaan, mengurangi ketergantungan dan kejutan pasar akibat dari ekses spesialisasi.

  2. Memberikan prioritas pada alokasi sumber produksi barang dan jasa kebutuhan dasar dari penduduk lokal.

  3. surplus dari hasil produksi lokal diekspor ke pasar internasional. Barang yang diekspor haruslah mempunyai nilai tambah kreativitas manusia yang lebih tinggi daripada kandungan sumberdaya alamnya.

  4. Memperkuat pemilikan lokal terhadap penggunaa sumberdaya melalui kebijakan membiarkan masyarakat mempunyai hal subtansial atas sumber primer mereka dan memberikan kontrol individu atas kepemilikkan alat produksi.

  5. Mendorong perkembangan kebebasan politis pada organisasi masyarakat yang memperkuat partisipasi penduduk secara langsung dalam proses pengambilan keputusan ditingkat lokal dan nasional dan menawarkan pelatihan menjadi warga yang demokratis.

  6. Membangun kemandirian daerah dalam pembiayaan dan demokratisasi dalam memilih pemerintahan lokal yang memberikan wadah pengaruh yang kuat bagi utusan daerah.

  7. Membangun transparansi dalam pengambil keputusan publik dan memperkuat jalur komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

  8. Memfokuskan pengembalian pada rumah tangga dan masyarakat dalam pemilihan berbagai alternatif investasi.

  9. memeberikan prioritas kepada mobilitas sumber, tabungan dan energi lokal, dengan mengurangi keretgantungan pada hutang luar negeri sebagai pembiayaan pembangunan, kecuali untuk maksud produktif yang jelas akan menghasilkan pembayaran kembali,

Dengan demikian, bila gagasan Korten ini dapat diaplikasikan, seyogyanya pembangunan akan berhasil meningkatkan harkat martabat hidup masyarakat yang saat ini masih tertinggal.

Selain masalah tersebut diatas, masalah korupsi dan sejenisnya merupakan persoalan yang menjadi benalu bagi keberhasilan pembangunan. Masalah korupsi tentunya diselesaikan bukan dengan kebijkan ekonomi saja, tetapi juga harus melalui pendekatan politik didalam mengatasinya. Prof, Dr Soemitro, mensiyalir adanya kebocoran tau inefisiensi pembangunan sebesar 30%, hal ini didasarkan pada perhitungan ICOR pada tahun 1996. Bila benar adanya ini sungguh sangat memprihatinkan.

Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 2

Arus Globalisasi: Tantangan dan Peluang

Pesatnya arus globalisasi yang terjadi sekarang ini telah mempengaruhi dunia secara menyeluruh dari berbagai dimensi kehidupan. Hal ini merupakan sesuatu yang empiris dilihat dari hubungan-hubungan kausalitas, pengaruh dari perkembangan dunia, terlebih dalam dimensi ekonomi akibat tumbuh pesatnya kapitalis (Berger, 1990:48). Bahkan batas geografis terkadang terasa seperti tak ada lagi. Hari ini dunia terasa menjadi satu dan batas-batas bangsa seolah hanya berada pada cerita-cerita pengantar tidur. Bagi bangsa Indonesia arus globalisasi agaknya juga tak bisa dihindari. Persoalanya sekarang sejauh mana Indonesia sebagai sebuah bangsa dapat memberi makna dan tempat yang pas bagi kecenderungan yang mondial ini.

Batas geografis yang transparan sangat tergantung dari cara pandang dan cara menyikapinya. Menutup diri terhadap kehendak arus global ini bukanlah sebuah jawaban. Ini hanya merupakan sebentuk pelarian dari realitas (eskapisme). Menerima dan menelan mentah-mentah tawaran yang menggiurkan juga akan mengantarkan kita sebagai sebuah bangsa pada titik kegalauan dan jurang dalam kebingungan. Oleh karena itu arus globalisasi tersebut akan terlihat peluang dan tantang yang akan dihadapi.

Dalam persektif yang lain, globalisasi harus dipahami sebagai suatu yang alamiah. Sesuatu yang alamiah selalu bersumbu pada sebab dan akibat. Karenanya bila globalisasi dipandang sebagai sebab yang baik, akan mendorong bangunan kebangsaan kearah yang positif. Pemahaman kontruksif itu memandang setiap perubahan adalah sesuatu yang sepatutnya disyukuri bukan sebaliknya. Meskipun harus diakui, bahwa dampak dari globalisasi juga akan membawa warga dunia pada etika pergaulan yang baru. Hal ini terjadi sebagai akibat dari persentuhan masing-masing kebudayaan, sehingga budaya semua negara pada akhirnya bertemu dalam mainstream besar yakni budaya global dan peradaban mondial.

Peradaban warga dunia pada saatnya menjelma menjadi peradaban yang universal. Tolak ukur dari kemajuan kebudayaan seuluruh warga di bumi ini ditentukan oleh teknologi multi media. Penguasaan atas teknologi multi media dengan peradaban dunia dengan segala aspeknya baik itu eknomi, politik dan kebudayaan. Pendapat itu paling tidak pernah dikemukakan oleh Francis Fukuyuma dalam bukunya The End Of History.

Dalam karyanya itu, Fukuyama berkeyakinan bahwa mengglobalnya ekonomi market yang sekarang ini menjadi jalan keluar bagi hampir seluruh perekonomian negara-negara di dunia, bahkan oleh negara-negara yang masih berpaham komunis sekalipun. Satu contoh pemasukan ideologi market dalam kehidupan masyarakat kita adalah iklan, yang merupakan garda terdepan bagi kapitalisme mondial. Iklan berpotensi merubah pandangan orang ”bermarking” terhadap pola warga suatu negara.

Budaya konsumerisme yang dipaksakan tanpa melihat pertimbangan kemampuan ekonomi masyarakat pada akhirnya, tentu akan menciptakan sebuah masyarakat yang secara budaya mengarah kepada masyarakat capitalised. Namun disatu sisi kemampuan membeli tidak sebanding dengan adaptabilitas tuntutan destructable silet culture pada sebuah komunitas bangsa.

Dalam perspektif yang agak berbeda, seorang ilmuwan Jepang, Keichi Ohmaem dalam karyanya The End Of Nation State juga meramalkan bahwa nation state yang selama ini dipahami orang sebagai satu kedaulatan pemerintahan yang ditandai dengan batas-batas wilayah pada akhirnya akan hilang sendirinya seiring dengan maraknya dan berkembangnya Multi National Corporation (perusahaan Multi National).

Menurut Keichi, penanaman modal yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa dari berbagai negara, pada saatnya akan membuat batas geografis politik dalam arti formal tidak selalu dapat membentengi pengaruh dari luar terhadap intervensi suatu negara kepada negara lainnya.

Penanaman modal sebuah perusahaan raksasa yang mewakili kepentingan ekonomi perusahan tersebut bisa saja mempengaruhi kebijakan politik suatu negara dan ini juga nampaknya tidak mustahil berlaku dalam kasus Indonesia. Oleh karena itu, suatu saat bisa saja perekonomian akan membuat batas negara menjadi sangat transparan dan tidak berjarak.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997


Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 1

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi Indonesia adalah proses ekonomi dan sosial yang berlangsung secara terus menerus. Yang ingin dicapai adalah kondisi ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya. Pengertian lebih baik disini biasanya diasosiasikan denga tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dan tidak pula melupakan aspek pengurangan kemisikinan pada masyarakat yang kurang beruntung.

Tujuan pembangunan akan tercapai bila ada satu kerjasama antara pihak pemerintah sebagai pelaksana operasional dan masyarakat sebagai obyek dari pelaksanaan pembangunan itu. Bentuk kerjasama itu tidak hanya terletak pada bagaimana terlibat langsung pada pelaksanaan operasional saja tetapi juga dalam hal pemikiran terhadap pelaksanaan pembangun tersebut. Artinya, setiap kebijakan-kebijakan pembangunan yang akan diterapkan oleh pemerintah setidaknya menerma masukan pemikiran dari masyarakat.

Bagi negara yang sdang berkembang pembangunan jelas dimaksudkan untuk meningkatkan tarap hidup sehingga setaraf dengan tingkat hidup di negara-negara maju. Negara sedang berkembang saat ini telah menyadari tentang kemiskinan yang dialami dan jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara yang sedang berkembang.

Dalam konteks globalisasi, globalisasi adalah suatu konsekuensi dari sebuah proses perkembangan sejarah kemanusiaan. Dengan semakin maju peradaban manusia dan kemanusiaam, ditandai datangnya abad informasi yang populer dengan istilah millenium III.

Dalam era ini, dunia yang dahulu dipandang sebagai keluasan geografis, sekarang bata-batas itu menjadi relatif. Teknologi dengan seluruh perangkatnya telah membuat dunia semakin tak berjaraj dan tak terbatas. Setiap orang dapat saling berinteraksi, tanpa dibatasi ruang danwaktu, dan duniapun pada akhirnya bagaikan ”rumah kaca”. Perdagangan bebas akan berlangsung di negara-negara yang menyatakan ke-siap-an untuk berpartisipasi didalamnya, termasuk dalam hal ini Indonesia sendiri. Konsekuensi logisnya adalah bahwa Indonesia telah siap bersaing dengan negara-negara yang lebih dahulu maju dalam pembangunan ekonominya.

Dalam perdagangan bebas itu nilai yang berlaku adalah persaingan bebas (free competion) diantara para pelaku ekonomi. Jika daya saing lemah di pasar bebas atau dipasar global, maka bangsa Indonesia akan menjadi ”bangsa kuli” dan ”kuli diantara bangsa-bangsa”, meminjam istilah Bung Karno yang terkenal itu. Oleh karenanya perlu kiranya adanya perenungan kembali terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi agar ketika terjun dalam persaingan bebas dapat bersaing dengan negara-negara yang lebih merasakan kemajuan dalam bidang pembangunan ekonomi.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Selasa, 24 Juni 2008

Limbah Unocal untuk Kaltim

Bappedal menyatakan sistem pembuangan limbah perusahaan minyak Unocal keliru. Tapi perusahaan Amerika itu jalan terus, dan menuduh lembaga advokasi masyarakat sebagai penghasut.

Satu lagi perusahaan asing membuat masyarakat marah. Lihat saja yang terjadi di Terminal Tanjung Santan, Kalimantan Timur. Unocal, perusahaan minyak yang menandatangani kontrak karya tahun 1968, dinilai melakukan pengelolaan limbah yang tidak memenuhi standar. Akibatnya, sawah dan tambak milik rakyat tercemar oleh limbah minyak. ”Itu sudah sangat parah,” kata Chalid Muhammad, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, kepada DeTAK, Jum’at (31/3).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Jatam Kaltim, sekitar pantai Santan telah tercemar oleh limbah minyak yang berasal dari tempat pemrosesan minyak dan gas bumi di Terminal Santan. Pembuangan limbah ke laut dekat muara kanal ini antara lain mengakibatkan ikan-ikan terasa minyak dan sumber air asin bagi tambak mengandung minyak. ”Pohon bakau dan pipa di sekitar pantai mati,” tegas Chalid.

Hasil penelitian Jatam itu juga menerangkan bahwa peristiwa pencemaran lingkungan terhadap masyarakat kerap kali terjadi. Tahun 1992 dan 1995, udang dalam jumlah cukup besar mati akibat limbah minyak. Di tahun 1998, banjir besar mengangkut limbah ke tangah persawahan dan menyebabkan sawah seluas 417,5 hektare milik petani di Desa Rapak Lama termasuki limbah Unocal.

Peristiwa ini kemudian diteliti di laboratorium Sucofindo Samarinda. Hasilnya, ”Ditemukan ada sekitar lima indikator melebihi batas standar,” kata Ramli, Koordinator Jatam Kaltim, kepda DeTAK, Jum’at (31/3). Tes sampel air menunjukkan beberapa parameter seperti minyak, fenol, amonia, suspended solid, merkuri, arsenik, besi terlarut, sulfida, pH, COD dan BOD melebihi ambang batas kategori air limbah. Anehnya, pihak Unocal menanggapi dengan dingin. ”Tidak ada limbah yang meluap ke persawahan masyarakat. Hanya oli yang hanyut masuk ke persawahan dari sisa-sisa drum yang tumpah,” kata pihak Unocal seperti dikutip Suara Kaltim, (15/2).

Tanggal 11 Februari lalu, limbah kembali menyelonong ke sawah petani. Kali ini bukan karena banjir besar, melainkan disebabkan oleh jebolnya pematang di pinggir pagar oleh jebolnya pematang di pinggir pagar Terminal Tanjung Santan. Pemda Kutai bersama Unocal membentuk tim penelitian guna mengusut kasus itu. Anehnya, hasil kerja tim tersebut menyimpulkan tidak ditemukan indikator percemaran dari limbah Unocal. ”Hasil itu sudah direkayasa,” bantah Ramli. Anehnya lagi, tim yang dibentuk dengan surat penugasan tertanggal 20 Oktober 1998, bernomor: 660/302/LH-II/1998 ini tidak melibatkan wakil masyarakat sebagai anggota tim.

Selain itu, yang juga sangat parah, kontrol buangan emisi dari peralatan operasional Unocal tidak dilakukan secara ketat. Akibatnya, buangan gas yang mengandung S02 (yang menjadi sulfat) dan NO2 (yang menjadi nitrat) menyebabkan hujan asam di sekitar terminal dengan tingkat keasaman hujan asam mencapai pH 4,5. Kembali tanah persawahan terancam karena derajat keasamaannya berubah.

Sikap tak acuh pihak Unocal ini memangkas kesabaran masyarakat. Tanggal 16 Oktober 1998, sekitar 180 orang masyarakat Rapak Lama melakukan aksi di Terminal Tanjung Santan. Didampingi oleh Jatam, mereka menuntut Unocal bertanggung jawab atas pencemaran limbah minyak. ”Kita minta operasi Unocal dihentikan. Ini adalah kriminal lingkungan dan harus segera diatasi.” kata Chalid.

Hasil Penelitian Yang Sia-Sia

Dan aksi yang terjadi belakangan adalah tumpukan kemarahan yang terpendam puluhan tahun. Pada tanggal 28 Oktober 1968 pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Pertamina, mengeluarkan surat Kontrak Production Sharing (KPS) kepada Unocal. Sejak beroperasi, Unocal Indonesia Company, yang berpusat di California, USA, ini selalu dituding oleh masyarakat Kaltim melakukan pencemaran lingkungan. Tapi perusahan yang menguasai wilayah konsesi sebesar 27.700 hektare ini selalu mengelak dari tuduhan-tuduhan masyarakat.

Padahal, dengan tanah dan air laut yang tercemari limbah, kehidupan petani dan nelayan semakin parah. Tengoklah kehidupan di tiga desa sekitar lokasi terminal Tanjung Santan, yakni Rapak Lama, Terusan, dan Marangkayu. Di Rapak Lama, kondisi sawahnya tidak dapat ditanami kembali. Sekitar 301 orang petani terancam kelaparan karena selama dua tahun tidak pernah panen. Di desa Terusan, masyarakat mengalami penurunan penghasilan dan terjadi pengangguran sebagai dampak dari pembuangan limbah ke laut. Sementara itu, di Desa Marangkayu, terjadi pengkotakan dan kecemburuan sosial antara masyarakat Marangkayu dengan karyawan lokal. Bila ini dibiarkan, tampaknya akan menimbulkan konflik horizontal yang krusial.

Pelbagai penelitian telah dilaksanakan, dan masyakarat seperti menunggu sesuatu yang sia-sia dengan penelitian-penelitian tersebut. Balai Kesehatan Departemen Kesehatan Kaltim Samarinda tahun 1993, Dinas Perikanan Kutai pada tahun 1995, dan jurusan perikanan Universitas Mulawarman tahun 1995, ketiganya berkesimpulan telah terjadi pencemaran lingkungan dan kerusakan kawasan pantai Santan.

Apa sesungguhnya yang salah pada sistem pembuangan di Unocal sehingga limbah melabrak kemana-mana? Menurut Badan Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bappedal) Pusat, Unocal menggunakan metode pembuangan limbah yang tidak disetujui pihaknya. Sistem Bio Remedition Area (BRA)- yakni metode pengelolaan limbah di lahan terbuka yang tidak tepat. ”BRA memerlukan wilayah yang sangat luas dan hanya cocok untuk Amerika,” kata Sri Indah Wibi Nastiti dari Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), kepada DeTAK, Selasa (28/3).

Akibat salah satu limbah itu, menurut Jatam, kini 350 KK petani dan ratusan nelayan terancam. Tapi tampaknya pemerintah daerah Kaltim tidak berdaya untuk bertindak lebih jauh. ”Karena kebijakan soal berhak atau tidaknya suatu perusahaan beroperasi tergantung pada pemerintah pusat. Daerah tidak mempunyai wewenang untuk itu. Semua urusan harus diselesaikan di pusat,” kata Ramli.

Menghadapi semua tundingan dan aksi masyakarat, pihak Unocal pun membuat klarifikasi di beberapa media lokal dan nasional. Malah Unocal balik menuduh Jatam sebagai organisasi penghasut masyarakat. Jatam tak tinggal diam. Mereka mengajukan somasi untuk Unocal. ”Kami sudag melaporkan peristiwa pencemaran ini ke menteri lingkungan hidup dan kepolisian,” kata Chalid.

Ketika dikonfirmasi sehubungan dengan somasi, pihak Unocal menjawab dengan entengnya. ”Sementara saya tidak mau membuat jawaban. Karena kita sudah menyerahkan kepada lawyer kami untuk menjawab itu,” kata Erwin, Humas Unocal, kepada DeTAK, Jum’at (31/3).

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 88 Tahun ke-2, 4-10 April 2000

Damai Ala Matraman

Jum’at malam (7/4), kedua kubu yang bertikai mencoba mencari jalan damai. Warga Berlan-Kemanggisan bermusyawarah dengan seterunya, warga Palmeriam-Kayu Manis-Tegalan. Dalam pertemuan itu, nampak juga Walikota Jakarta Timur, Camat Matraman, Dandim serta Kapolres Jaktim.

Entah sudah berapa kali pertemuan semacam ini dilakukan. Terakhir, pertemuan perdamaian serupa dilakukan enam bulan lalu, 24 Oktober 1999. Dan seperti yang diyakini banyak pihak, kesepakatan perdamaian tersebut tidak berlangsung lama. Buktinya, ya bentrokan yang tempo hari meletus itu. Karena banyak yang pesimis, pertemuan perdamaian semacam ini tak akan efektif.

Tapi kalau soal ii ditanyakan ke warga yang bertikai, jawabannya betul-betul enak didengar. Kedua kubu yang bertikai sama-sama optimis dengan hasil pertemuan Jum’at malam itu. ”Kita bergandengan tangan untuk merealisasikan suasana yang konduif,” tegas Trikora, tokoh masyarakar Berlan, kepada DeTAK. ”Saya senang denga hasil pertemuan ini,” timpal Cholid, warga Palmeriam, dengan senyum dikulum. Memang, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk ’gencatan senjata’. Bahkan, sempat juga dibahas rencana pembentukan Forum Persaudaraan Masyarakat Matraman, wadah untuk menampung aktifitas warga Kecamatan Matraman.

Tapi kalau soal ’gencatan senjata’, bukankah sudah sekian kali terjadi, dan sekian kali pula dilanggar? Lantas, apa solusinya? Setidaknya untuk sementara, Gubernur Sutiyoso sudah bertindak, membangun pagar pembatas di jalur hijau jalan Matraman. Harapannya, menghalangi tidankan warga yang saling menyerbu ke wilayah lawan. Efektifkah? Kalau memang warga mau perang , apa sih susahnya menghancurkan pagar pembatas?

Karena itulah, ada yang mengusulkan agar pemerintah berani mengambil solusi yang mungkin tak mengenakkan:memindahkan warga Berlan ke lokasi lain. Pertimbangan si pengusul, warga Berlan lah yang selama ini lebih agresif, suka duluan memancing bentrok denga kampung lain: Palmeriam, Tegalan, Kayumanis, Tambak. Namun, usulan ini nampaknya sulit diterima oleh gubernur. Memindah warga sekampung, tentu bukan perkara gampang.

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 89 Tahun ke-2, 11-17 April 2000

Perseteruan Bebuyutan di Kawasan Matraman

Kawasan Matraman, Jakarta Timur, kembali memanas. Betrokan antarwarga yang saling berseberangan, menyebabkan 5 bangunan hangus terbakar. Kapan bentrok bebuyutan ini berakhir?

Untuk sekian kalinya, bentrokan antar warga di kawasan Matraman kembali meletus. Puncaknya, selama 4 hari berturut-turut sejak Sabtu malam (25/3) hingga Selasa (28/3) petang, kawasan jalan Matraman, Jakarta Timur, mejadi ajang pertempuran antara warga Berlan-Kebon Manggis melawan warga Palmeriam-Kayu Manis dan Tegalan.

Siapa yang memulai? Menurut pengakuan warga Palmeriam, kejadian bermula dari 2 pengendara Vespa yang masuk diujung jalan Palmeriam, Sabtu malam (25/3). Kedua pengendara Vespa itu berteriak: ”Pukul kentongan, lawan Berlan!”. Lantas, beberapa warga Palmeriam yang kebetulan berada di ujung jalan marah. Dan secara spontanitas warga di sekitar Palmeriam dan sekitarnya berhamburan keluar. ”Pokoknya kalau ada bunyi ketongan, semua warga disekitar Palmeriam akan keluar,” kata Marco Pambudi, warga Palmeriam kepada DeTAK, kamis (6/4). Memang, bagi warga Palmeriam dan sekitarnya selami ini, bunyi pukulan tiang listrik adalah tanda dimulainya pertempuran.

Lain lagi versi warga Berlan dan Kebon Manggis. Warga seteru Palmeriam ini menuduh, ajakan untuk berperang datang dari warga seberang Berlan (Palmeriam, Kayumanis, Tegalan). Menurut Trikora, tokoh pemuda di Berlan, pemicu dari perkelahian antar warga tersebut diawali oleh tingkah laku anak-anak kecil yang iseng menodong pengunjung Toko Buku Gramedia di jalan Matraman. Gramedia terletak di sisi yang berhadapan dengan Palmeriam-Tegalan. ”Dari seberang jalan (Gramedia), mereka melempar batu ke seberang yang lain (Palmeriamn-Tegalan), lalu dilanjutkan saling ejek,” kata Trikora.

Dan pecahlah pertempuran. Saling lempar, serang, sabetan pedang hingga bakar toko. Akibatnya, 5 gedung di sepanjang jalan Matraman, baik di sisi Berlan maupun Palmeriam, terbakat hangus. Tidak itu saja. Saat bentrokkan berlangsung, seorang anggota marinir dan 2 orang anggota polisi ikut menjadi korban. Dan 43 warga terkena peluru senapan angin.

Ulah Pak Ogah

Memamg, tak jelas benar, apa penyebab pertempuran selama 4 hari berturut-turut itu. Dan tak penting benar, siapa yang lebih dulu memulai. Bukankah bentrokan antar seberang jalan Matraman itu sudah menjadi perseteruan bebuyutan? Namun pertempuran kali ini memang yang paling besar sepanjang sejarah konflik di kawasan Matraman. ”Ini yang bentrokkan yang terbesar.” kata Marco.

Bagi warga di situ, pertempuran adalah agenda rutin tiap tahun. Hambar rasanya jika setahun berlalu tanpa bentrok. Pemicunya beragam, mulai dari soal ejek-ejekan antar warga samapai soal penguasaan lahan di jalan Matraman Raya. Berdasarkan pengakuan warga, soal rebutan lahan di putaran jalan (Uturn) oleh tukang parkir swasta alias ’pak Ogah’, kerap menjadi penyebab utama terjadinya bentrokkan. Hal ini juga dibenarkan oleh Kolonel Polisi Hidayat Fabanyo, Kapolres Jakarta Timur. ”Perebutan pak Ogah disimpang belokan jalan, antara lain yang menjadi penyebab bentrokan,” katanya kepada DeTAK, Jum’at (7/4).

Hal senada juga dilontarkan oleh Thamrin Amal Tamangola, Sosiolog Universitas Indonesia. ”Itu sebenarnya memperebutkan lahan parkir disana,” kata Thamrin kepada DeTAK. Thamrin menambahkan, selain soal perebutan lahan ’pak Ogah’, penyebab betrokkan juga karena adanya persoalan di masa lampau.

Kawasan Matraman dulu, oleh sebagian orang yang sudah lama bermukim, disebutkan sebagai daerah segitiga merah. Tawuran antar warga di kawasan ini telah terjadi sejak tahun 1970-an. ”Sejak tahun 1970-an itu sudah mulai,” kata Cholid, warga Palmeriam kepada DeTAk. Menurutnya, dulu bentrokkan antar warga hanya melibatkan orang-orang yang berada di asrama Ambon (sekarang Hotel Mega Matra) dengan warga Berlan (Komplek Kesatrian TNI AD). Dalam perkembangan selanjutnya, setelah asrama tergusur oleh Hotel Mega Matra, konflik pertikaian pun menjalar ke Palmeriam dan sekitarnya. Entah kenapa, tiba-tiba warga Berlan pun mempunyai lawan baru, yaitu warga Palmeriam dan sekitarnya. Dan terpeliharalah tradisi saling mengadu kekuatan itu.

Sejarah Daerah Matraman

Menurut sejarahnya, pemberian nama Matraman berasal dari nama kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Ketika itu, pasukan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokoesoemo menyerang Batavia. Daerah di Matraman ketika itu dijadikan sebagai basis oleh tentara Mataram, untuk menyerang pasukan kolonial Belanda yang berpusat di sekitar Harmoni. Dulu, sekitar Matraman merupakan daerah pertanian dengan hutan perdu yang dibelah oleh aliran kali Ciliwung serta rawa-rawa. Perkembangan selanjutnya, Matraman merupakan daerah satelit yang beribu kota kewedanaan Mester Cornelis (sekarang Kampung Melayu). Ketika itu Kampung Melayu merupakan pintu penghubung Batavia dengan wilayah di luar Jakarta, baik dari Timur maupun Selatan.

Jaman bergerak, dan di tahun 1960-an kaum urban datang bergelombang. Daerah yang dulunya didominasi oleh sawah, kebun hutan perdu serta rawa, lambat laun berubah menjadi daerah perkampungan ramai. Instalasi militer dan beberapa gedung-gedung serta rumah tinggal kaum elite tumbuh bak jamur dimusim hujan. Kesan yang muncul, Matraman adalah suatu perkampungan yang padat, ruwet dan kotor. Pada kondisi perkembangan selanjutnya, daerah Matraman menjadi daerah yang tidak memenuhi standar minimal suatu lingkungan pemukiman. Malahan pada tahun 1976, menurut hasil sensus penduduk, Kecamatan Matraman merupakan kecamatan yang terpadat di Indonesia.

Agaknya, kepadatan penduduk ini menjadi penyebab terjadinya perubahan. Sekarang, seperti juga kawasan lainnya, kawasan itu penuh dengan kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, pencurian, penganiyaan sampai tempat berkumpulnya wanita-wanita malam.

Memang, dari sejarahnya, Matraman sejak dulu memang daerah penuh gejolak. Dulu, Matraman juga menjadi basis berbagai organisasi. Di situ ada markas Gerwani, CC PKIm Sekretariat Parkindo, Komando Jihad dan lainnya. Dan, nampaknya gejolak itu tetap terpelihara sampai sekarang.

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 89 Tahun ke-2, 11-17 April 2000