Selasa, 13 Januari 2009

Kegiatan Etnobotani disekitar TNGH 2

Back to natural

Selain memanfaatkan tumbuhan sebagai obat. Masyarakat juga memanfaatkan tumbuhan sebagai barang konsumsi lainnya. Contoh kecil adalah di dusun Ciptarasa terdapat pengerajin alat-lat rumah tangga. Kebanyakan alat-alat rumah tersebut terbuat dari bambu (awi) dan rotan (hoe) atau campuran dari keduanya. Hihid (kipas dari bambu), nyiru (alat untuk membersihkan beras dari gabah) , ayakan (saringan) maupun asepan (tempat menanak nasi). Semua itu terbuat dari daging bagian dalam dari bambu. Sementara bagian luar dari bambu yang lebih kuat dan tahan lama dipakai untuk membuat boboko (tempat mencuci beras). Sebagai pelilit atau pengikat anyaman tersebut dipakai rotan omas. Biasanya, satu buah baboko bisa dipakai selama 3-5 tahun. Tempat sampah (bureleng), tolok dibuat dari awi tali (Gigontochloa apus Kurz), kampak (baliung) dibuat dari ki payung.

Alat-alat rumah tangga tersebut sampai saat ini masih dipakai oleh masyarakat disekitar Halimun. “Lobah, dikampung mah rata-rata pake (Banyak, disini rata-rata masih menggunakan),” kata Mugni (19) salah satu warga desa.

Pemanfaatan tumbuhan bambu dan rotan tersebut relatif dalam jumlah sedikit. Di Halimun Selatan dijumpai 18 jenis dan 18 jenis tersebut hidup secara liar di hutan (leuweung). 12 jenis diantaranya dijumpai tumbuh liar di talun, pekarangan atau ladang. Sedangkan untuk daerah Timur dijumpai 10 jenis keseluruhannya hidup liar dihutan. 6 jenis tumbuh liar diladang dan pekarangan. Dan 5 jenis sudah ditanam masyarakat sebagai sumber bahan industri kerajinan.

Pewarnaan juga menggunakan tumbuh-tumbuhan berupa getah batang manyel (jenis tumbuhan merambat). Getahnya berwarna kuning yang menjadi hitam jika dioleskan kebatang bambu. Sejak tahun 1980-an, pohon manyel sulit ditemukan sehingga digunakan zat pewarna yang berasal dari asap lampu minyak. Caranya, asap lampu minyak di tempung pada tempurung kelapa, dan warna hitam yang berkumpul pada tempurung itu dioleskan ke batang bambu dengan menggunakan jantung pisang sebagai kuas. Getah jantung pisang itu memberi pengaruh terhadap daya tahan warna. Sebuah pemanfaatan yang alami.

Peralatan rumah tangga lainnya adalah sapu halus. Sapu ini terbuat dari mulai awis atau kaso beurit (Thysanoloena maxima). Kursi dan meja terbuat dari rotan sampay dan rotan rokrok. Sayangnya, pemanfaatan rotan untuk kursi dan meja sedikit sekali. Jenis rotan selang (Daemnorops oblonggus) dan hoe pelah (Daemnorops ruber), digunakan untuk membuat tas kaneron, bubu (jaring menangkap ikan), dan kempis (tempat untuk ikan sehabis memancing). Tas kaneron yang terbuat dari hoe pelah berwarna kemerahan.

Tumbuhan-tumbuhan yang ada juga dipakai sebagai sumber pangan oleh masyarakat di sekitar TNGH. Sekitar 56 jenis ditemukan didaerah bagian timur, 72 jenis ditemukan di bagian selatan. Kebanyakan kini tumbuhan yang tumbuh liar di hutan sudah ada yang dibudidayakan. Di dusun Ciptarasa, Halimun Selatan 65 jenis digunakan sebagai sumber pangan yang sudah dibudidayakan. Sementara, di Halimun Timur 47 jenis tumbuhan yang dibudidayakan. Tumbuhan liar yang digunakan sebagai sumber pangan, dibagian Timur ditemukan 10 jenis dan diselatan di temukan 9 jenis. Jenis tumbuhan pangan ini terbagi dalam beberapa pemanfaatan yaitu sebagai sumber makanan pokok, sayuran, buah-buahan, bumbu dan minuman.

Untuk papan atau bangunan, masyarakat disekitar halimun, terutama di Halimun Selatan masih menggunakan tumbuhan dari hutan. Contohnya, orang Kesepuhan mempunyai tiga macam bangunan yaitu rumah tempat tinggal, leuit, dan satu rumah adat yang disebut imah gede. Semua bahan untuk bangunan itu didapat dari tumbuhan yang ada disekitar mereka.

Jenis kayu yang digunakan untuk membangun rumah adalah kayu manglid (untuk tiang dan pangheraut), kayu maja (untuk lembaran), kayu jenjeng (untuk galar), kayu hurumerang (untuk papan), kayu duren (untuk pananggeuy), ki bima (untuk tataban), puspa, ki bonteng, panglar. Jenis bambu yang digunakan dalam pembangunan rumah adala awi gede/ awi gombong (untuk palupuh), awi tali (untuk rurung, ereng dan usuk), awi manyan (untuk sarang dan bilik). Daun kiray digunakan sebagai atap rumah/hateup. Kayu rasamala biarpun kuat tapi dilarang dipakai untuk bahan bangunan.

rusman

Kegiatan Etnobotani disekitar TNGH 1

Etnobotani adalah sebuah kegiatan pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan sebagai salah satu penunjang kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas. Masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) sejak turun temurun telah mengenal pemanfaatan tumbuhan untuk kehidupan sehari-hari. Tumbuhan-tumbuhan di sekitar TNGH dijadikan sebagai obat, makanan, dan barang-barang konsumsi lainnya. Sebuah tradisi yang patut di pertahankan.

Siapa bilang bahwa masyarakat kita tidak kreatif dan siapa sangka kekayaan yang terdapat hutan belantara tidak bisa dimanfaatkan? Lihatlah apa dilakukan oleh masyarakat di disekitar kawasan TNGH. Dibelantara hutan yang lebat itu, masyarakatnya masih suka memanfaatkan tumbuhan disekitar untuk dijadikan obat, makanan dan barang-barang konsumsi lainnya.

Berawal dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah LSM disekitar tahun 1993. LSM itu bernama Biological Science Club (BScC). BScC telah melakukan inventarisasi jenis tumbuhan yang ada di kawasan TNGH. Dari hasil inventarisasinya itu di jumpai 366 jenis tumbuhan yang terdiri dari 244 marga dan 90 suku. Jenis tumbuhan sejumlah itu dapat dijumpai, baik di hutan-hutan maupun di sekitar pemukiman penduduk. Menariknya, keragamanan jenis tumbuhan itu menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat setempat sebagai barang yang berguna.

Pertama, misalnya soal obat-obatan. Cara pengobatan tradisional masih melekat dimasyarakat sekitar Gunung Halimun. Terutama bagi masyarakat sunda kasepuhan di Halimun Selatan. Walaupun tenaga-tenaga medis telah masuk ke desa melalui program kesehatan dan posyandu. Namun, penggunaan obat tradisional masih tetap berjalan. Obat-obatan yang mereka hasilkan dari tumbuhan kebanyakan berupa jamu-jamuan. Biasanya jamu-jamuan itu disediakan oleh dukun bersalin, yang bahasa sundanya disebut paraji bagi ibu-ibu bersalin.

Jamu-jamuan kerap dikenal sebagai jajamuan. Jajamuan itu dibuat dari tumbuhan suku Zingiberaceae yang diramu menjadi dodol jahe. Dodol jahe merupakan jenis obat tradisional yang sering dipakai oleh masyarakat untuk pemulihan kondisi kesehatan serta bermacam-macam jenis penyakit. Didalam obat tradisional ini terkandung puluhan jenis tumbuhan yang terdiri dari polong-polongan, padi-padian, biji-bijian, rimpang-rimpangan dan akar. Bagi masyarakat sunda kasepuhan jajamuan merupakan obat untuk penyakit dalam seperti kecapaian, paru-paru, panas dingin, dan sakit pinggang. Memang belum ada penelitian tentang khasiat obat tradisional tersebut. Namun, bila pemakaian obat tradisional ini masih melekat, berarti khasiat dari obat tersebut memang ampuh.

Menurut para orang tua untuk membuat obat tradisional semacam ini, digunakan sekitar 40 jenis tumbuhan. Diantaranya, akar keras tulang, tal angin (Usnea sp), buah dan daun bengang (Nessia altissuna), daun Ki tando, arey ki koneng, daun kumis kucing, daun senggugu, daun dan akar sembung, akar kalising, koneng tinggang, koneng ageng, cikur, jahe, lempuyang, kapol, podotan landak, kulit kina, kulit kilimo, akar tangkur gunung, kingkilaban, pisitan dan lain-lain.

Khusus bagi masyarakat Sunda Kesepuhan, pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pengobatan merupakan hal yang sangat berarti. Masyarakat percaya bahwa keuntungan penggunaan obat tradisional ini disamping dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, juga obat tradisional ini tidak menimbulkan efek samping bagi sipemakai.

Tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional merupakan tumbuhan yang diakui dan dipercaya masyarakat. Masyarakat tradisional dan modern pun hingga kini masih banyak yang menggunakan obat tradisional yang bersumber dari alam (back to Nature). Dan sebagian dari tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat potensial yang diduga mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat.

Sebagian masyarakat di Halimun sudah mengenal pengobatan kimiawi dari dokter yang mereka dapatkan di warung-warung. Namun, karena kondisi pemukiman masih jauh dari pusat pengobatan dan sarana transpotasi yang cukup sulit. Hal ini membuat masyarakat tetap mempertahankan sistem pengobatan tradisionil ini. Selain itu, masyarakat sangat percaya dengan khasiat pengobatan yang telah teruji secara turun menurun. Mereka selalu menjaga tradisi leluhur. Hal ini terucap dari Abah Anom, pemimpin adat kasepuhan. Tumbuhan obat tradisional ini merupakan kekayaan hayati yang mempunyai potensi ekonomi yang penting sebagai sumber pengobatan farmakologi dan masih diperlukan penanganan struktur genetik dan kimianya.

Salah satu kelebihan tumbuhan obat daerah tropis pada umumnya merupakan senyawa yang bersifat therapeutic, artinya dapat dipakai secara langsung oleh masyarakat dan bersifat sinergis. Selain itu, beberapa jenis tumbuhan seperti bawang putih, sambiloto, nangka walanda, sembung, gedang, sintok, bengang, kumis kucing, sirih termasuk obat yang bersifat PNT (Pratically non toxic).

Rusman