Selasa, 24 Juni 2008

Perseteruan Bebuyutan di Kawasan Matraman

Kawasan Matraman, Jakarta Timur, kembali memanas. Betrokan antarwarga yang saling berseberangan, menyebabkan 5 bangunan hangus terbakar. Kapan bentrok bebuyutan ini berakhir?

Untuk sekian kalinya, bentrokan antar warga di kawasan Matraman kembali meletus. Puncaknya, selama 4 hari berturut-turut sejak Sabtu malam (25/3) hingga Selasa (28/3) petang, kawasan jalan Matraman, Jakarta Timur, mejadi ajang pertempuran antara warga Berlan-Kebon Manggis melawan warga Palmeriam-Kayu Manis dan Tegalan.

Siapa yang memulai? Menurut pengakuan warga Palmeriam, kejadian bermula dari 2 pengendara Vespa yang masuk diujung jalan Palmeriam, Sabtu malam (25/3). Kedua pengendara Vespa itu berteriak: ”Pukul kentongan, lawan Berlan!”. Lantas, beberapa warga Palmeriam yang kebetulan berada di ujung jalan marah. Dan secara spontanitas warga di sekitar Palmeriam dan sekitarnya berhamburan keluar. ”Pokoknya kalau ada bunyi ketongan, semua warga disekitar Palmeriam akan keluar,” kata Marco Pambudi, warga Palmeriam kepada DeTAK, kamis (6/4). Memang, bagi warga Palmeriam dan sekitarnya selami ini, bunyi pukulan tiang listrik adalah tanda dimulainya pertempuran.

Lain lagi versi warga Berlan dan Kebon Manggis. Warga seteru Palmeriam ini menuduh, ajakan untuk berperang datang dari warga seberang Berlan (Palmeriam, Kayumanis, Tegalan). Menurut Trikora, tokoh pemuda di Berlan, pemicu dari perkelahian antar warga tersebut diawali oleh tingkah laku anak-anak kecil yang iseng menodong pengunjung Toko Buku Gramedia di jalan Matraman. Gramedia terletak di sisi yang berhadapan dengan Palmeriam-Tegalan. ”Dari seberang jalan (Gramedia), mereka melempar batu ke seberang yang lain (Palmeriamn-Tegalan), lalu dilanjutkan saling ejek,” kata Trikora.

Dan pecahlah pertempuran. Saling lempar, serang, sabetan pedang hingga bakar toko. Akibatnya, 5 gedung di sepanjang jalan Matraman, baik di sisi Berlan maupun Palmeriam, terbakat hangus. Tidak itu saja. Saat bentrokkan berlangsung, seorang anggota marinir dan 2 orang anggota polisi ikut menjadi korban. Dan 43 warga terkena peluru senapan angin.

Ulah Pak Ogah

Memamg, tak jelas benar, apa penyebab pertempuran selama 4 hari berturut-turut itu. Dan tak penting benar, siapa yang lebih dulu memulai. Bukankah bentrokan antar seberang jalan Matraman itu sudah menjadi perseteruan bebuyutan? Namun pertempuran kali ini memang yang paling besar sepanjang sejarah konflik di kawasan Matraman. ”Ini yang bentrokkan yang terbesar.” kata Marco.

Bagi warga di situ, pertempuran adalah agenda rutin tiap tahun. Hambar rasanya jika setahun berlalu tanpa bentrok. Pemicunya beragam, mulai dari soal ejek-ejekan antar warga samapai soal penguasaan lahan di jalan Matraman Raya. Berdasarkan pengakuan warga, soal rebutan lahan di putaran jalan (Uturn) oleh tukang parkir swasta alias ’pak Ogah’, kerap menjadi penyebab utama terjadinya bentrokkan. Hal ini juga dibenarkan oleh Kolonel Polisi Hidayat Fabanyo, Kapolres Jakarta Timur. ”Perebutan pak Ogah disimpang belokan jalan, antara lain yang menjadi penyebab bentrokan,” katanya kepada DeTAK, Jum’at (7/4).

Hal senada juga dilontarkan oleh Thamrin Amal Tamangola, Sosiolog Universitas Indonesia. ”Itu sebenarnya memperebutkan lahan parkir disana,” kata Thamrin kepada DeTAK. Thamrin menambahkan, selain soal perebutan lahan ’pak Ogah’, penyebab betrokkan juga karena adanya persoalan di masa lampau.

Kawasan Matraman dulu, oleh sebagian orang yang sudah lama bermukim, disebutkan sebagai daerah segitiga merah. Tawuran antar warga di kawasan ini telah terjadi sejak tahun 1970-an. ”Sejak tahun 1970-an itu sudah mulai,” kata Cholid, warga Palmeriam kepada DeTAk. Menurutnya, dulu bentrokkan antar warga hanya melibatkan orang-orang yang berada di asrama Ambon (sekarang Hotel Mega Matra) dengan warga Berlan (Komplek Kesatrian TNI AD). Dalam perkembangan selanjutnya, setelah asrama tergusur oleh Hotel Mega Matra, konflik pertikaian pun menjalar ke Palmeriam dan sekitarnya. Entah kenapa, tiba-tiba warga Berlan pun mempunyai lawan baru, yaitu warga Palmeriam dan sekitarnya. Dan terpeliharalah tradisi saling mengadu kekuatan itu.

Sejarah Daerah Matraman

Menurut sejarahnya, pemberian nama Matraman berasal dari nama kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Ketika itu, pasukan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokoesoemo menyerang Batavia. Daerah di Matraman ketika itu dijadikan sebagai basis oleh tentara Mataram, untuk menyerang pasukan kolonial Belanda yang berpusat di sekitar Harmoni. Dulu, sekitar Matraman merupakan daerah pertanian dengan hutan perdu yang dibelah oleh aliran kali Ciliwung serta rawa-rawa. Perkembangan selanjutnya, Matraman merupakan daerah satelit yang beribu kota kewedanaan Mester Cornelis (sekarang Kampung Melayu). Ketika itu Kampung Melayu merupakan pintu penghubung Batavia dengan wilayah di luar Jakarta, baik dari Timur maupun Selatan.

Jaman bergerak, dan di tahun 1960-an kaum urban datang bergelombang. Daerah yang dulunya didominasi oleh sawah, kebun hutan perdu serta rawa, lambat laun berubah menjadi daerah perkampungan ramai. Instalasi militer dan beberapa gedung-gedung serta rumah tinggal kaum elite tumbuh bak jamur dimusim hujan. Kesan yang muncul, Matraman adalah suatu perkampungan yang padat, ruwet dan kotor. Pada kondisi perkembangan selanjutnya, daerah Matraman menjadi daerah yang tidak memenuhi standar minimal suatu lingkungan pemukiman. Malahan pada tahun 1976, menurut hasil sensus penduduk, Kecamatan Matraman merupakan kecamatan yang terpadat di Indonesia.

Agaknya, kepadatan penduduk ini menjadi penyebab terjadinya perubahan. Sekarang, seperti juga kawasan lainnya, kawasan itu penuh dengan kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, pencurian, penganiyaan sampai tempat berkumpulnya wanita-wanita malam.

Memang, dari sejarahnya, Matraman sejak dulu memang daerah penuh gejolak. Dulu, Matraman juga menjadi basis berbagai organisasi. Di situ ada markas Gerwani, CC PKIm Sekretariat Parkindo, Komando Jihad dan lainnya. Dan, nampaknya gejolak itu tetap terpelihara sampai sekarang.

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 89 Tahun ke-2, 11-17 April 2000

1 komentar:

@_ariefputra mengatakan...

menurut gw bearland tuh ga ada matinya..,
soalnya gw udah ngerasain sejarahnya bearland dr cerita mudanya bokap gw sampe jamannya gw masih muda tuh udah kaya sejarah selalu berulang kembali lagi me regenerasi..