Jumat, 13 Juni 2008

Dua Lakon Jenaka Itu Dimainkan

Studiklub Teater Bandung (STB) melakukan pementasan di Jakarta. STB membawakan dua lakon sekaligus, Pagi yang Cerah dan Pinangan. Pementasan teater yang sarat dengan dialog jenaka.

Donna Laura, perempuan tua bangsawan, asyik memberikan remah-remah roti kepada puluhan merpati di sebuah taman di Madrid, Spanyol. Tiba-tiba saja datang Don Gonzala, pria tua yang kaku, angkuh, dan pemarah. Ia datang dengan seorang asistennya, Juanito yang selalu menenteng tas majikannya itu. Keduanya berjalan melewati depan Laura. ”Awas hati-hati,” celetuk Laura, sambil setengah membentak Gonzola. Burung merpati yang menikmati remah-remah roti itu pun beterbangan.

Karena terusik oleh kedatangan Gonzola, Laura pun marah, pertengkaran di antara mereka terjadi. Berkat kefasihan si nyonya tua berceloteh, pertengkaran itu berubah menjadi percakapan intim. Mereka saling mengungkapkan kenangan indah semasa muda. Mulailah syair-syair indah dilantunkan. ”Duapuluh tahun berlalu, dan dia pun kembalilah. Masing-masing saling memandang...benarkah dia orangnya.....” Kedua pun larut dalam percakapan yang semakin intim.

Kemudian, percakapan di antara mereka pun berhenti. Kedua orang tua yang dulu saling mengenal itu berlalu. Keduanya meninggalkan taman dengan saling melambaikan tangan. Sebelum beranjak dari taman itu, mereka saling berjanji, bertemu kemabali suatu ketika.

Begitulah akhir dari sebuah lakon pendek Pagi yang Cerah, sebuah cerita pendek karya Serafin Alfarez Quintero dan Joaquin Alvarez Quintero. Karya yang diterjemahkan dengan baik oleh Sapardi Djoko Damono ini merupakan karya dua orang kakak beradik asal Spanyol. Tampaknya, karya yang berjudul asli Manana De Sol ini ingin mengajak kepada penonton bahwa masa lalu yang indah merupakan keniscayaan.

*****

Lakon kedua dimainkan. Kali ini lakon ditampilkan cukup menegangkan. Lakon karya Anton Povlovitc Chekhov bercerita tentang keinginan luhur dari seorang bujangan tua yang ingin meminang seorang gadis tetangganya. Pria bernama Ivan Vassilyevitch, dengan berpakaian gaya bangsawan, memakai jas dan topi, mirip pesulap, Ivan datang ke rumah gadis idamannya. Di rumah sang gadis itu ia disambut oleh sang ayah, Stepan Stepanovitch Chubukov. Setangkai bunga yang dibawanya, ia selipkan dibalik topi hitamnya. Denga perasaan gugup ia berkata kepada Stepan. ”Aku datang untuk melamar putrimu Natalya Stepanova,” kata Ivan setengah berteriak. Sontak saja Stepan menyambut hangat. ”Aku sangat bergembira dan seterusnya,” kata Stepan sambil memeluk Ivan erat-erat.

Kemudian Stepan pun beranjak memanggil Natalya Stepanova, anak tunggalnya itu. Tak lama kemudian, Natalya pun datang menemui Ivan yang terlihat gelisah dan amat gugup itu. Beberapa saat kemudian, Natalya yang heran dengan kedatangan Ivan pun membuka pembicaraan. ”Oh senangnya aku. Mengapa ayah mengatakan ada pembeli yang mau mengambil barangnya. Apa kabar Ivan Vassilyevitch?,” tanya Natalya, sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada tamunya.

Sesaat kemudian keduanya duduk saling berdekatan. Si gadis kemudian bertanya kembali. ”Dandanmu sangat cakap sekarang, ada apa?” ucap Natalya keheranan. Namun, si pria yang memiliki penyakit jantung ini tak sanggup mengutarakan keinginannya-untuk melamar- semula kepada gadis yang ada di sebelahnya itu. ”Begini Natalya Stepanova yang terhormat. Soalnya adalah aku sudah memastikan bahwa aku akan meminta engkau mendengarkan aku,” jawab Ivan berbata-bata dan terlihat gugup.

Lalu, tiba-tiba keduanya terjebak oleh pecekcokan seru. Mereka saling memperebutkan sebidang tanah. Mendengar pertengkaran antara Natalya dan Ivan, Stepanov menghampiri keduanya. ”Ada apa. Kenapa berteriak-teriak,” kata Stepanov. Mengetahui apa yang diributkan, tentu saja Stepanov membela anaknya. Stepanov pun marah dan mengusir Ivan dari rumahnya.

Ketika Ivan berlalu dari rumahnya, Stepanov pun berceloteh. Si totol itu, si jelek itu beraninya melamar dan seterusnya. Pikirkanlah......melamaaar!,” kata Stepanov dengan nada jengkel. Mendengar perkataan ayahnya, Natalya berheran-heran dan bertanya, ”Melamar siapa,” tanya Natalya ke ayahnya. ”Dia datang ke sini dengan tujuan melamar engkau,” kata Stepanov menjelaskan. Lantas Natalya mencoba memastikan kembali ucapan ayahnya itu. ”Melamar aku. Kenapa ayah tidak beritahu aku terlebih dahulu,” kata Natalya, sambil menangis menyesali kejadian tadi.

Natalya pun memohon kepada ayahnya untuk memanggilkan Ivan kembali. ”Lekas, lekas aku mau pingsan. Bawa dia kembali,” kata Natalya memohon kepada ayahnya. Tak lama kemudian Ivan pun kembali datang ke rumah tetangganya itu. Natalya dan Ivan pun kembali bercakap-cakap. Namun untuk kedua kalinya mereka berdua terjebak dalam pertengkaran. Kali ini pertengkaran di antara mereka karena mempersoalkan dua ekor anjing. Melihat ini Stepanov pun berceloteh. ”Sebaiknya engkau segera kawin. Persetan dengan kalian. Dia menerima kau. Akan kuberikan restuku padamu. Dan biarkan aku dengan tenang.” kata Stepanov memberikan pengarahan kepada Ivan.

Melalui restu ayahnya, terjalinlah cinta diantara Natalya dengan Ivan. Karya yang sarat dengan humor ini menjadi sajian yang segar untuk dinikmati.

********

Dua lakon pendek ini dimainkan sekaligus oleh Studiklub Teater Bandung (STB) di Teater Tuti Malaon, sebuah tempat pertunjukkan yang dikelola oleh Yayasan Teater Populer. STB merupakan kelompok Teater tertua di Indonesia, berdiri pada 30 Oktober 1958. Satu hal yang layak dicatat, sejak tahun berdirinya, STB tidak pernah berhenti berproduksi. Selain menampilkan pergelaran dari berbagai penulis drama dunia, STB pun secara periodik melakukan pembinaan terhadap generasi muda melalui acting course.

Pementasan yang bertajuk Bingkisan bagi Sahabat ini berlangsung pada Selasa, 26 Juni 2001. Dua lakon itu dimainkan oleh dua genarasi yang berbeda. Lakon pertama berjudul Pagi yang Cerah, diperankan oleh generasi tua. Sementara lakon kedua diperankan oleh generasi yang lebih muda. Walaupun demikian, acting kedua generasi STB ini tidak terlihat berbeda. Dua generasi itu malah berhasil memikat penonton yang jumlahnya puluhan orang.

Tentu saja harapan mengembangkan kegiatan kesenian akan terus dilakukan STB. Setidaknya ini telah mereka lakukan dengan sebuah pementasan berlakon jenaka. Rupanya, lakon bertema jenaka asyik juga untuk dinikmati.

Rusman

Terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 146 Tahun ke-3, 4-10 Juli 2001

Tidak ada komentar: