Selasa, 03 Juni 2008

Saya Khawatir Marsilam Berkelahi dengan Banyak Orang

Wawancara dengan Arief Budiman, Pengamat Politik dan Anggota Fordem, seputar sikap Gus Dur ketika menjabat sebagai presiden terhadap para menterinya serta rencana Gus Dur merekrut Marsilam Simanjuntak dan Bondan Gunawan masuk dalam kebinetnya. Berikut wawancaranya:

Bagaimana Anda melihat cara Gus Dur menempatkan pembantu-pembantunya?

Menurut saya, Gus Dur sebaiknya mengambil teman-temannya yang dia percaya saja. Kalau dia buat tim yang separuh-paruh seperti sekarang, akhirnya bukan saja rugi buat Gus Dur, tetapi juga buat Indonesia seluruhnya.

Apakah penilaian Anda itu berlaku juga dengan masuknya Marsilam dan Bondan?

Silam (Masilam, red) adalah orang yang pandai dan tajam dan juga berani menentang Gus Dur. Dia itu orangnya jujur dan berani bertindak. Yang saya khwatirkan, kadang-kadang memang kurang toleransi dan kurang sabar.

Sedangkan Bondan orangnya sangat membantu. Dia adalah orang yang selalu memberikan fasilitas, dan pandangan-pandangan dan relasinya cukup banyak. Jadi dia akan banyak memberikan kontak-kontak dengan kelompok yang beragam-ragam. Bondan adalah orang yang selalu bisa menghubungi orang-orang yang berbeda prinsip sekalipun. Kalau Silam adalah tukang melakukan sesuatu, kalau Bondan seperti solidarity maker-nya.

Terkesan Marsilam agak temparemental, apakah Anda yakin dia betah pada posisinya?

Bila Gus Dur masih mempertahankan kabinetnya yang sekarang, saya khawatir Silam berkelahi dengan banyak orang. Mestiya buat tim yang kompak dan searah supaya Silam tidak usah melakukan konflik-konflik yang tidak perlu. Saya kira Gus Dur kasih warna dia dan jangan tanggung-tanggung lagi. Dia (Gus Dur, red) harus menghadapi kelompok oposisi. Jadi harus ada oposisi, sehingga menjadi sehat demokrasi di negara kita.

Anda melihat masuknya Bondan dan Marsilam hanya akan sebagai bempernya Gus Dur?

Tidak apa-apa jika kebutuhan kita adalah pemerintahan yang kuat dan oposisi yang kritis. Di zaman Soeharto, orang beroposisi dibilang mau berkhianat, mau menghancurkan negaranya. Menurut saya, Amien Rais biar menjadi oposisi, itu lebih baik daripada tanggung-tanggung. Jadi dia serang Gus Dur dan Gus Dur mempertahankan diri. Gus Dur menyerang Amien Rais, itu lebih baik. Yang perlu kita belajar ”serang menyerang” tapi tanpa melakukan serangan fisik.

Menurut Anda permainan politik apa yang dilakukan Gus Dur, sementara tugas-tugas kabinet banyak terbengkalai?

Gus Dur sudah agak bergeser, tapi belum jauh. Pertama kali dia membuat kabinet dengan resep gotong-royong, itu akomodatif sekali. Sekarang ini dia ganti-ganti orang. Dia melakukan intimidasi kepada kabinetnya sendiri, misalnya dengan mengatakan di kabinetnya ada yang KKN dan segala macam. Dan akibatnya tidak sehat buat Gus Dus sendiri. Buat seluruhnya kabinetnya tidak enak juga. Pimpinannya melakukan semacam kasak-kusuk, komentar di luar bahwa ada yang korup dan akan ada yang diganti. Itu tidak benar saya kira.

Saya harapkan bila memang ada reshufle, ya lakukan reshufle yang tegas dan jelas. Kalau sekarang, dia bicara tetapi tidak melaksanakan. Jadi sepertinya Gus Dur sebagai neragawan yang tidak profesional. Dia presiden, tetapi juga komentator. Kalau jadi komentator jangan jadi presiden, jangan di dalam eksekutif.

Bagaimana dengan peran TNI sendiri?

Saya kira TNI juga harus dibereskan oleh Gus Dur, tapi TNI kan punya kekuatan sendiri. Di sini Gus Dur harus hati-hati. Saya melihat pada saat sekarang posisi politik Gus Dur kuat sekali terhadap TNI. Bila TNI akan mengkudeta, seluruh Indonesia melawan TNI. Karena TNI namanya sedang jelek sekali. Mungkin yang dilakukan TNI adalah resistensi pasif saja. Jadi Gus Dur memilih orang-orang TNI yang patuh dengan dia.

Anda melihat ada ancaman dari Poros Tengah?

Saya mleihat mereka tidak terlalu kuat dan terpecah-pecah. Poros Tengah saya kira mempunyai kepentingan untuk masalah Ambon, terutama sebagai isu untuk mempersatukan mereka. Tapi bila untuk menjatuhkan Gus Dur, saya kira itu soal lain. Banyak orang yang tidak puas dengan Gus Dur, itu mungkin. Saya juga tidak puas dengan Gus Dur. Tapi kalau yang lainnya menjadi presiden, saya tidak lihat akan lebih baik. Jadi kita mendukung Gus Dur tetapi dukungan kita bermuatan sangat kritis.

Apakah Anda melihat DPR dan MPR sekarang terjadi suasana kritis?

Sekarang ini paling hanya Amien Rais yang teriak-teriak. Artinya, suara Amien Rais lebih keras daripada suara MPR sendiri.

Tapi Amien Rais ketika mengkritik kadang-kadang tidak dilihat sebagai ketua MPR?

Sebenarnya, sebagai ketua MPR, dia tidak usah sevokal itu, karena urusan MPR hanya urusan Garis-garis Besar dengan kabinet-kabinet.

Anda mendengar sebelumnya bahwa Bondan dan Silam akan direkrut oleh Gus Dur?

Yang saya tahu, Marsilam semula mau direkrut menjadi menteri, kemudian ditentang.

Rusman

Wawancara terpublikasi sebelumnya di Tabloid DeTAK No. 77 Tahun ke 2, 18-25 Januari 2000

Tidak ada komentar: