Kamis, 29 Mei 2008

Membidik Try Sutrisno dan Benny Moerdani

Setelah dianggap sukses untuk kasus Timtim, Komnas HAM dituntut segera membongkar kembali kasus Priok. Bisakah kasus ini menyentuh Benny Moerdani dan Try Sutrisno?

“12 September 1984, tengah malam, Tanjungpriok bersimbah darah, ratusan umat Islam tersungkur ke tanah, tertmbus timah panas yang menyalak dari senjata otomatis ratusan tentara. Mereka yang masih hidup dan tidak sempat berlari, ditendang, diinjak-injak, dan dihajar denagn popor senjata hingga tewas. Drama pembantaian keji itu berlanjut dengan datangnya senjumlah truk tentara. Tubuh-tubuh tanpa nyawa itu terlempar begitu saja ke atas truk, seperti buruh melempar karung beras. Ditumpuk seperti ikan pindang. Menyusul kemudian sejumlah ambulans dan mobil pemadam kebakaran. Kendaraan terakhir membersihkan sepanjang jalan itu dari simbahan darah. Maka keesokkan harinya, nyaris tak dijumpai lagi jejak kebiadaban itu.” (diri buku Tanjungpriok Berdarah, Tanggung Jawab Siapa?, kumpulan fakta dan data, Gema Insani Press)

Dulu, tragedi besar itu lama terpendam di bawah kuasa Orde Baru. Tapi kini, siapa yang bisa menghalangi kemauan rakyat untuk membongkar kembali? Lihat saja, Rabu (23/2), Koalisi Pembela Kasus Priok (KPKP) dating menemui Komisi II DPR-RI. Koalisi pembela yang terdiri dari Kontraks, YBLHI, LBH Jakarta, API, dan Alperudi (Aliansi Pengacara untuk Demokrasi Indonesia) ini menuntut DPR agar mendorng Komnas HAM dan lembaga-lembaga terkait secepatnya untuk meneruskan prose hokum bagi penyelesaian kasus Priok. Saat dengar pendapat dengan DPR itu, KPKP menyerukan tiga tuntutan. Salah satunya dalah mendorong DPR untuk memfasilitasi terbentuknya peradlan ad hoc bagi penyelesaian kejahatan HAM pada kasus Priok.

Bagusnya, dalam dengar pendapat itu DPR bernjanji untuk menindaklanjuti tuntutan KPKP ini. Serius DPR? “Semoga jawaban itu memang ingin dilakukan oleh DPR,” kata Koordinator Koalisi Pembela Kasus Priok, Ahmad Hambali, kepada DeTAK, Kamis (24/2).

Memang, tuntutan agar Komnas HAM membentuk KPP HAM Priok makin gencar saja. Bagaimanapun, Komnas HAM dianggap telah sukses membongkar pelanggaran HAM di Timtim. Maka, tak salah bila para korban tragedy Priok menuntut agar juga diperhatikan oleh Komnas HAM.

Kata Hambali, bila KPP HAM Priok jadi dibentuk, pihak yang harus dipanggil antara lain Soeharto, LB Moerdani, Try Sutrisno, AR Butarbutar, serta para pelaku di lapangan. “Mereka harus dipanggil untuk pencapaian keadilan,” kata Hambali.

Tokoh-tokoh itu selayaknya diperiksa dalam kasus Priok. Saat tragedi itu terjadi, LB Moerdani menjabat Panglima ABRI/Panglima Kopkamtib, Try Sutrisno menjabat Pandam V Jaya/Panglaksus Jaya, dan AR Butarbutar menjabat Dandim Jakarta Utara. Menurut beberapa saksi, saat itu aparat keamanan terlihat membiarkan situasi menjadi tak terkendali.

Lihat saja pernyataan Soeharto dalam bukunya, Seoharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan saya. Disitu ditulis, “Sesungguhnya, peristiwa itu benar-benar hasil hasutan orang yang menempatkan diri sebagai pemimpin.” Benarkan ucapan Soeharto itu mengisyaratkan bahwa tragedi itu sudah direncanakan sebelumnya?

PR KOMNAS HAM TAK SELESAI

Tunutan agar Komnas HAM membuka kembali kasus Priok, sebenarnya, bukan barang baru. Tahun 1998, Komnas HAM sempat didatangi oleh keluarga para korban tragedi Priok. Waktu itu, mereka menuntut agar kasus Priok dituntaskan secara hukum, dengan mengajukan LB Moerdani dan Try Sutrisno ke pengadilan. Arus tekanan dan tuntutan itu tidak hanya datang dari para keluarga korban, tapi juga mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Lantas, 9 Maret 1999, Komnas HAM mengeluarkan pernyataan yang ditandatangani Marzuki Darusman dan Clementino dos Reis Amaral. Isinya, hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi dari tim yang dibentuk Komnas HAM untuk kasus Priok.

Ada serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tim ini. Pertama, mempelajari semua penerbitan umum serta dokumen lainnya. Kedua, melakukan pertemuan dengan keluarga korban, saksi korban, dan saksi lainnya. Ketiga, melakukan kunjungan ke berbagai tempat yang diduga menjadi tempat penguburan korban peristiwa Priok. Keempat, mengundang pejabat aparat keamanan pada waktu itu, antara lain mantan Pangdam Jaya dan mantan Dandim Jakarta Utara, untuk memperoleh data guna dicocokkan dengan data yang diperoleh dari masyarakat.

Dari hasil temuan itu, Komnas HAM berkesimpulan: dalam tragedi Priok telah terjadi pelanggaran HAM, yakni pelanggaran atas hak hidup (right to life) dan hak mendapatkan informasi (right information). Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan agar pemerintah menjelaskan kepada masyarakat mengenai peristiwa Priok. Sementara para pelaku dan penanggungjawab pelanggaran HAMnya agar diadili.

Berdasarkan pernyatan itu, maka 18 November 1998, Komnas HAM mengirimkan surat pemanggilan ke Try Sutrisno. Tetapi, tampaknya Try lebih suka berkorespondensi. Buktinya, 7 Desember 1998, Try membalas berkirim surat ke Komnas HAM. Isi suratnya, menolak memberikan klarifikasi. Dalam surat itu, Try berkilah, kasus Priok telah ditandatangi secara institusional oleh ABRI, bukan ditangani oleh orang per orang. Baru dijawab oleh Try seperti itu, Komnas HAM saat itu mati kutu.

Itu cerita dulu. Zaman sudah berganti. Sekarang, Wiranto yang Menko Polkam pun bisa diperiksa. Maka, apakah sekarang Komnas HAM bisa membongkar kembali kasus Priok?

Menurut anggota Komnas HAM Benyamin Mangkoedilaga, perkembangan kasus Priok akan dibicarakan dalam rapat pleno Komnas HAM, Selasa pekan ini (29/2). “Kalau pleno mengatakan sudah cukup, ini akan diserahkan ke Presiden. Bila Presiden memerintah untuk membentuk KPP, kita laksanakan,” kata Benyamin kepada DeTAK, Jum’at (25/2).

Hal senada juga dilontarkan oleh anggota Komnas HAM lainnya, Moh Salim. “Sekarang kita harus minta izin lagi kepada Presiden. Barangkali, hasil (temuan) Komnas HAM nanti diserahkan ke Kejaksaan. Dan Kejaksaan yang akan mengusut,” kata Salim kepada DeTAK, Jum’at (25/2).

SIMPANG SIUR JUMLAH KORBAN

Seperti kasus-kasus pembantaian missal lainnya oleh aparat militer, tidak ada angka yang akurat berapa jumlah korban pada tragedy 12 September 1984 ini. Menurut hasil investigasi yang dilakukan Asosiasi Pembela Islam (API), sebanyak 32 orang cacat seumur hidup, 17 orang dinyatakan meninggal dan hilang, dan 65 orang dihukum sewenang-wenang oleh pengadilan. Sementara itu, menurut versi pemerintah saat itu, yang tewas 18 orang.

Tapi menurut data temuan KPKP, sekitar 400 orang orang tewas, 40 orang cacat seumur hidup, 65 orang ditahan sewenang-wenang, dan 16 orang dinyatakan hilang. “Jumlah korban tewas itu kita ambil dari kesaksian. Pada setiap truk itu ada sekitar 40-50 orang. Kalau dihitung sepuluh truk, berarti jumlahnya ada sekitar 400 orang,” kata Hambali dengan yakinnya. Apa boleh buat, kalua mau menulis sejarah dengan benar, soal jumlah korban yang simpang siur ini harus diteliti ulang.

UPAYA MENUTUP KASUS PRIOK

Para keluarga korban dan masyarakat boleh menuntut. Tapi, upaya untuk menutupi kasus Priok sudah lama terlihat. Beberapa sumber malah mengatakan, di antara para korban sudah ada yang mendapat sogokan, agar tidak mengungkit kembali kasus.

Lihat saja yang dialami Beni Biki, adik kandung almarhum Amir Biki, pemimpin setempat yang tewas terbantai dalam tragedi itu. Beni mengaku pernah didatangi oleh beberapa pejabat yang berniat memberikan imbalan, asalkan para keluarga korban mau menghentikan tuntutan untuk menghentikan tragedy Priok. Imbalan yang sempat ditawarkan adalah jabatan dan uang. “Tapi saya menolak semua itu. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan,” kata Beni kepada DeTAK, Rabu (23/2).

Lain halnya dengan Yusron Zaenuri, seorang koban lainnya. Keluarga Yusron sempat didatangi oleh lurah dengan menawarkan sogokkan. “Sampai Pak Lurah yang ditempat saya tinggal bertanya, Yusron itu apa maunya? Bahkan dia bawa mobil dan mau memberikan kepada orang tua saya. Asal, saya tidak memberikan kesaksian dalam pengadilan,” kata Yusron kepada DeTAK, kamis (24/2).

Tapi, marilah kita lihat lebih luas. Andai saja Komnas HAM mau dan berniat membentuk tim khusus untuk membentuk kasus Priok. Lantas, apakah niat Komnas HAM ini akan mendapat dukungan Presiden? Bukankah sejauh ini Gus Dur dikenal dekat dengan Benny Moerdani dan Try Sutrisno?

Apakah sejarah kedekatannya dengan Benny dam Try ini akan mempengaruhi respons Gus Dur terhadap usaha membongkar kasus Priok? Mudah-mudahan tidak.

Rusman

Laporan Sunu dan MI. Wibowo

Dipublikasikan di Tabloid DeTAK No. 83 Tahun ke 2, 29 Februari-6 Maret 2000

Tidak ada komentar: