Rabu, 09 Maret 2011

INTISARI DISKUSI INTERNAL IKAFENAS: Pembangunan Berangkat Dari Sesuatu Yang Kita Miliki, Nasionalisme Yang Kita Tumbuhkan

Oleh: H. Nasyrul Fallah, SE, MM (Sekretaris Jenderal IKAFENAS)
Menarik berbicara tentang perkembangan ekonomi Indonesia ditengah arus globalisasi yang semakin lama semakin redup. Kita juga harus mengingat kembali bahwa dasar dari perekonomian yang ada di negara kita itu tidak terlepas dari prinsip gotong royong. Prinsip gotong royong itu saat ini lamban laun sudah semakin terkikis. Di desa sudah berkurang, apalagi di kota sudah tidak ada lagi prinsip gotong royong.

Kalau kita telusuri prinsip gotong royong itu sebenarnya hampir mirip dengan koperasi. Saling membantu diantara kita. Saling membesarkan diantara kita. Sedikit saya mengingatkan mengenai banyaknya sumber daya alam Indonesia yang dimanfaatkan bukan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Rumput, dalam hal ini hutan, milik kita ini sudah dimonopoli oleh pengusaha besar. Namun apa yang didapatkan oleh warga di sekitar? Misalnya pada hutan jati di Bojonegoro yang melimpah tetapi semua penduduknya melarat semua.

Kemudian energi, seperti minyak, dimana masyarakat setempat di daerah penghasil minyak yang merasakan kemakmuran? Dan air, dalam hal ini laut, ini pun sudah dikuasai pengusaha besar, khususnya asing. Sehingga nelayan kita sudah tidak mendapatkan ikan secara optimal dari hasil laut.

Perekonomian yang tidak berbasiskan kepada rakyat maka yang menjadi korban adalah rakyat itu sendiri. Kita bisa lihat pada carefour dimana setiap bulannya bisa menghabiskan 300 ton buah jeruk impor dengan harga yang lebih murah. Padahal dilihat dari rasa masih lebih enak jeruk lokal.

Dalam KADIN yang ada disana itu adalah jabatan politis semua. Tidak ada sama sekali yang membicarakan perekonomian rakyat. Dari kesimpulan yang saya dapat bahwa dari kebijakan politik akan menghasilkan kebijakan ekonomi adalah hal yang benar. Jadi yang harus dilakukan sekarang adalah dalam konteks generasi muda ini ialah selalu bersikap kritis terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Kalau rakyat menderita, ya jalan satu-satunya adalah revolusi.

Dari pembicaraan ini ada benang merahnya yaitu pembangunan berangkat dari sesuatu yang kita miliki, nasionalisme yang kita tumbuhkan. Ini adalah hal yang sangat tepat sekali. Jadi sumber daya alam yang kita miliki hanya digunakan untuk kepentingan negara kita saja. Kalau kita terbiasa makan nasi marilah kita makan nasi saja jangan terpengaruh budaya asing. Kita harus perkuat pertahanan ekonomi di dalam negeri.

Agak miris bila kita melihat pada UU tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dimana tercantum mengenal modal untuk pertambangan yang dapat disewa oleh perusahaan asing selama seratus tahun dengan sharing saham Indonesia mendapat 10%, kemudian dapat diperpanjang kembali seratus tahun. Lalu apakah yang akan didapat oleh anak cucu kita selaku generasi penerus?

Selanjutnya, perihal mengenai koperasi, dimana kalau kita berbicara masyarakat yang real, seperti masyarakat pembuat dodol, pembuat kopi, sesungguhnya mereka adalah peminjam kredit bank yang sangat disiplin dalam pembayarannya. Tidak pernah mereka ‘mengemplang’, tidak ada kredit macet dari mereka. Untuk itu semestinya pemerintah memahami bahwa masyarakat ekonomi menengah kebawah sangatlah potensial untuk diberdayakan sebagai penggerak pembangunan.
Disinilah perannya generasi penerus berupaya untuk memodifikasi produk bahan baku dari sumber daya alam yang kita miliki menjadi produk yang memiliki nilai lebih dan siap berkompetisi di dunia global.

Bila kita berkaca kepada seorang petani sangatlah miris. Pada zaman dahulu para petani sangatlah bangga dengan dirinya sebagai petani. Dia bisa menyekolahkan anak-anaknya, mampu pergi haji. Akan tetapi pada saat ini, seorang petani hanya mengandalkan merasa cukup beruntung kalau sudah bisa membeli pupuk. Tanam-tanamannya dapat tumbuh dengan subur.
Sekali lagi kita mengharapkan pemerintah memiliki kebijakan dengan melihat sumber daya yang dimiliki Indonesia. Jangan sampai ada lagi garam impor, ikan lele impor. Sudah saatnya, misalnya untuk wilayah Kerawang yang sampai sekarang dijadikan sebagai lumbung padi, dibuatkan kebijakan bahwa daerah Kerawang tidak lagi diperbolehkan untuk perumahan. Kalimantan difokuskan untuk pelestarian hutan.

Kalau sudah bisa seperti ini maka harkat petani menjadi naik. Petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak lagi harus menjual lahan sawahnya. Dan petani pun menjadi bangga dengan profesinya.

Jadi sudah saatnya Indonesia memulai untuk membangun ketahanan ekonominya dan ketahanan budayanya.

Tidak ada komentar: