Kamis, 31 Juli 2008

Mahasiswa dan Transformasi Pemikiran

Mahasiswa merupakan masyarakat ilmiah yang memiliki peran dalam melakukan perubahan diberbagai segi kehidupan, seperti ekonomi, politik, budaya dan lingkungan. Peran mahasiswa dalam melakukan perubahan diberbagai segi kehidupan itu senantiasa selalu mendapat sorotan oleh masyarakat diluar kampus. Sehingga mau tidak mau mahasiswa sebagai kaum intelektual dengan pola pikir dan daya nalar yang dimiliki harus peka terhadap persoalan sosial yang ada dimasyarakat.

Kaum intelektual, dalam hal ini mahasiswa mempunyai fungsi dalam masyarakatnya untuk mengakumulasikan, memberi, membentuk dan menyebarkan nilai-nilai kebenaran abadi, kebahagian kepada masyarakat. Secara yuridis formilnya, kampus atau Perguruan Tinggi di Indonesia mempunyai fungsi: Melaksanakan Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Dikampuslah mahasiswa menimbah ilmu pengetahuan secara teoritis. Fungsi Penelitian ditujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tanpa proses penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan tidak bermanfaat. Dan fungsi Pengabdian Masyarakat berarti mahasiswa harus selalu tanggap, kritis dan melakukan tindakan-tindakan yang kongkrit seperti ide-ide, pemikiran ilmiah dalam bentuk penyadaran pada masyarakat.

Berbicara transformasi berarti bicara perubahan yang diinginkan dalam kondisi, situasi dengan ”sistem” yang dihadapi. Ada empat faktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat, yaitu tokoh, kebetulan, norma dan massa. Dari empat faktor tersebut yang terpenting adalah norma dan massa. Karena norma cenderung dapat membentuk pola pikir dan tingkah laku seseorang. Sedangkan dengan massa, kekuatan akan semakin mudah terhimpun dan ide-ide pemikiran semakin terwakili dari perorangan di dalam massa tersebut.

Berkembangnya Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) dan menjamurnya gerakan penyadaran cenderung membawa ”nuansa” pada transformasi pemikiran. Sebagian pengamat menilai, kecenderungan munculnya KSM dan gerakan penyadaran ini lebih berorientasi pada penyadaran dan penyesuaian dengan realitas kekuasaan, bukan menentang langsung kekuasaan. Dari asumsi itu timbul pertanyaan apakah dengan tumbuhnya kelompok seperti itu akan terciptanya transformasi pemikiran.

Agaknya kondisi ini tercipta karena adanya kevakuman ”sistem” yang ada sehingga diperlukan tindakan penyadaran dalam berbagai lapisan, minimal di tubuh mahasiswa sendiri. Mahasiswa jelas mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sadar maupun tidak sadar, mahasiswa akan mengalami proses itu.

Sementara itu, dari kaca mata ke-intelektualan, dari sisi akademis, mahasiswa ingin mengembangkan pemikirannya dalam satu tindakan yang mereka rasa butuh ”penyaluran”. Karena seringkali mahasiswa menyadari bahwa apa yang didapat dari bangku kuliah hanya sekedar teoritits belaka. Dan teori yang didapat perlu dikembangkan dalam tindakan yang lebih kongrit. Sepertinya kondisi ini akan terus berkembang sehingga akan terjadi suatu ”transformasi pemikiran” secara simultan.

Ada suatu pandangan positif dari berkembangnya KSM dan gerakan penyadaran. Diantaranya bahwa dengan tumbuhnya gerakan penyadaran semacam itu, mengingat kita pada masa pra-kemerdekaan. Dimana pada masa itu, mahasiswa dengan dasar-dasar pemikirannya berjuang melawan penjajahan. Bila kita ingat apa yang dilakukan oleh Bung Hatta, dengan Indonesia Merdeka, dimuka pengadilan Belanda di Den Haag (1927), dan keberanian Sukarno untuk membela diri dalam perjuangan nasional dengan Indonesia Menggugat , di depan Landraa Bandung (1930). Dari kedua kejadian itu akan terlihat peran mahasiswa yang begitu besar membela bangsanya.

Sekarang fungsi itupn nampaknya masih sangat relevan. Karena dengan pola pikir, dya nalar dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, mahasiswa akan berupaya menuju transformasi pemikiran yang diinginkan. Sekaligus menciptakan, melakukan perubahan yang tidak hanya perubahan saja. Tetapi juga membentuk masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia.

Menjamurnya KSM dalam bentuk kegiatan diskusi-diskusi cenderung mambahas masalah-masalah sosial kemasyarakatn. Dengan diskusi dapat bertukar pikiran dari orang perorang atau kelompok sehingga menimbulkan ide-ide, pmikiran yang sama dalam melakukan perubahan. Perubahan yang diinginkan seputar perubahan sosial kemasyarakatan selama jenjang pembangunan dimasa orde baru ini. Central masalah yang diangkat oleh kelompok diskusi adalah masalah kerakyatan.

Disisi lain timbul suatu pertanyaan mengapa mahasiswa cenderung memilih aktifitas diluar kampus dan terjun ke KSM maupun LSM? Bila dilihat kondisi ini terjadi karena sudah tumbuh kesadaran sosial pada mahasiswa. Dan asumsi yang alin karena ruang gerak mahasiswa di dalam kampus semakin sempit. Apalagi sejak dikeluarkan penerapan normalisasi kehidupan kampus (NKK) dengan menugaskan rektor Perguruan Tinggi sebagai penanggungjawab tertinggi di kampusnya. Akhirnya NKK membatasi partisipasi politik mahasiswa sehingga adanya ”keterbatasan beraktifitas.”

Pada dasarnya apa yang dilakukan mahasiswa untuk menuju perubahan atau transformasi memerlukan nafas yang panjang. Yang terpenting dalam bertindak adalah ikhlas dan sabar. Dan sikap konsisten dan pantang menyerah. Karena percayalah ”Allah tidak mengubah keadaan suatu kamum, hingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (QS 13:11). Pembagian peran gerakan menuju perubahan yang dicita-citakan di negeri ini masih perlu dilakukan. Akhirnya mahasiswa sebagai anak bangsa masih memiliki tugas menuju Indonesia yang dicita-citakan.

Rusman
* Disampaikan pada diskusi internal di Komisariat HMI Cabang Jakarta Fakultas Ekonomi Universitas Nasional, 1995

Rabu, 23 Juli 2008

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 4

Konsistensi Pelaksanaan Pembangunan

Apapun yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari konsistennya terhadap pelaksanaan pembangunan terutama pembangunan dalam bidang ekonomi. Kondisi perekonomian di Indonesia juga tidak terlepas dari gejolak-gejolak ekonomi di tanah air yang diwarnai oleh terjadinya kasus likuidasi terhadap 16 Bank yang ada merupakan salah satu konsistensi pemerintah terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Dari uraian diatas, tantangan bangsa Indonesia kedepan semakin besar dan semakin kompleks. Untuk itu komitmen dan konsistensi yang besar bagi terciptanya tujuan pembangunan menjadi rujukan bagi setiap pelaku ekonomi di Indonesia. Tantangan itu hanya dapat diatasi oleh satu semangat pembaharuan dan perubahan yang didasarkan atas kemampuan serta semangat kebersamaan atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Tantangan yang harus diatasi dalam pembangunan eknomi nasional yaitu hutang luar negeri yang besar dan harus diperkecil, disefisiensi produk dan daya saing yang lemah perlu diperkuat, kesenjangan relatif, kesenjangan regional dan kesenjangan antar kelas pelaku ekonomi yang harus diperkecil jaraknya. Semua itu memerlukan perangkat kebijakan ekonomi politik yang demokratis.


Kesimpulan

Pembangunan eknomi merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan yang masih terus ditingkatkan dan diperbaiki baik pelaksanaannya maupun pembagian hasil-hasil pembangunan itu sendiri.

Pembangunan ekonomi dalam pengertian fisik adalah terciptanya berbagai sarana dan prasarana sebagai modal dasar kegiatan ekonomi masyarakat dalam menciptakan nilai tambah secara ekonomis yang terus meningkat.

Arus globalisasi mengarahkan kita pada kondisi dimana kita dituntut untuk dapat berperan serta dalam persaingan ekonomi dengan negara yang sudah maju dalam bidang ekonomi. Untuk itulah dperlukan persiapan kearah itu dengan adanya pembenahan-pembenahan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi yang lebih sehat diantara pelaku ekonomi. Dan untuk itu diperlukan satu komitmen dan konsistensi terhadap pelaksanaan dan tujuan pembangunan ekonomi sebagai faktor pendukung didalam terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.

Dilain pihak kebijakan politik sangat menentukan arah dari pembangunan ekonomi yang akan dan tengah berlangsung. Politik memberikan corak kebijakan pembangunan ekonomi apa yang akan ditempuh sehingga memiliki orientasi tertentu yang dapat ditafsirkan apakah bertumpuh kepada kepentingan masyarakat luas, kepada kelompok pelaku ekonomi tertentu atau mungkin diperuntukkan kepada individu tertentu.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 3

Tantangan Pembangunan

Kesenjangan ekonomi baik antar sektor, antar kelompok penerima pendapatan, antara desa dan kota masih menunjukkan rasio gini yang cukup besar, walaupun ada kecenderungan untuk menurun. Kesenjangan yang cukup mencolok adalah didaerah perkotaan, dimana jarak antara orang yang kaya dan yang miskin relatif lebar. Ini ditunjukkan dengan data statistik tahun 1993, dimana rasio Gini menunjukkan angkat 0,33 dibandingkan di pedesaan 0,26.

Keberpihakan pemerintah kepada kelompok miskin dan pelaku ekonomi yang lemah sangat perlu dalam pembangunan guna memperkecil jarak kesenjangan. Esensi pembangunan sendiri adalah menempatkan kelompok ini pada prioritas utama diurutan terdepan, dengan kata lain prioritas pembangunan adalah mengentaskan kemiskinan. Bagi kelompok yang sudah maju, perhatian pemerintah sudah seharusnya dikurangi, dengan melakukan pengaturan dan kebijakan ekonomi yang mampu mendorong iklim usaha dan kegiatan ekonomi yang kondusif bagi peningkatan kesejahteraan kelompok yang lemah dan masih miskin.

Menurut David C Korten, 1990, didalam menuju abad ke21, dikatakan ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam strategi pembangunan yang berbasis kerakyatan, yaitu:

  1. Mencari diversifikasi kegiatan dalam level perekonomian yang dimulai dari rumah tangga pedesaan, mengurangi ketergantungan dan kejutan pasar akibat dari ekses spesialisasi.

  2. Memberikan prioritas pada alokasi sumber produksi barang dan jasa kebutuhan dasar dari penduduk lokal.

  3. surplus dari hasil produksi lokal diekspor ke pasar internasional. Barang yang diekspor haruslah mempunyai nilai tambah kreativitas manusia yang lebih tinggi daripada kandungan sumberdaya alamnya.

  4. Memperkuat pemilikan lokal terhadap penggunaa sumberdaya melalui kebijakan membiarkan masyarakat mempunyai hal subtansial atas sumber primer mereka dan memberikan kontrol individu atas kepemilikkan alat produksi.

  5. Mendorong perkembangan kebebasan politis pada organisasi masyarakat yang memperkuat partisipasi penduduk secara langsung dalam proses pengambilan keputusan ditingkat lokal dan nasional dan menawarkan pelatihan menjadi warga yang demokratis.

  6. Membangun kemandirian daerah dalam pembiayaan dan demokratisasi dalam memilih pemerintahan lokal yang memberikan wadah pengaruh yang kuat bagi utusan daerah.

  7. Membangun transparansi dalam pengambil keputusan publik dan memperkuat jalur komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

  8. Memfokuskan pengembalian pada rumah tangga dan masyarakat dalam pemilihan berbagai alternatif investasi.

  9. memeberikan prioritas kepada mobilitas sumber, tabungan dan energi lokal, dengan mengurangi keretgantungan pada hutang luar negeri sebagai pembiayaan pembangunan, kecuali untuk maksud produktif yang jelas akan menghasilkan pembayaran kembali,

Dengan demikian, bila gagasan Korten ini dapat diaplikasikan, seyogyanya pembangunan akan berhasil meningkatkan harkat martabat hidup masyarakat yang saat ini masih tertinggal.

Selain masalah tersebut diatas, masalah korupsi dan sejenisnya merupakan persoalan yang menjadi benalu bagi keberhasilan pembangunan. Masalah korupsi tentunya diselesaikan bukan dengan kebijkan ekonomi saja, tetapi juga harus melalui pendekatan politik didalam mengatasinya. Prof, Dr Soemitro, mensiyalir adanya kebocoran tau inefisiensi pembangunan sebesar 30%, hal ini didasarkan pada perhitungan ICOR pada tahun 1996. Bila benar adanya ini sungguh sangat memprihatinkan.

Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 2

Arus Globalisasi: Tantangan dan Peluang

Pesatnya arus globalisasi yang terjadi sekarang ini telah mempengaruhi dunia secara menyeluruh dari berbagai dimensi kehidupan. Hal ini merupakan sesuatu yang empiris dilihat dari hubungan-hubungan kausalitas, pengaruh dari perkembangan dunia, terlebih dalam dimensi ekonomi akibat tumbuh pesatnya kapitalis (Berger, 1990:48). Bahkan batas geografis terkadang terasa seperti tak ada lagi. Hari ini dunia terasa menjadi satu dan batas-batas bangsa seolah hanya berada pada cerita-cerita pengantar tidur. Bagi bangsa Indonesia arus globalisasi agaknya juga tak bisa dihindari. Persoalanya sekarang sejauh mana Indonesia sebagai sebuah bangsa dapat memberi makna dan tempat yang pas bagi kecenderungan yang mondial ini.

Batas geografis yang transparan sangat tergantung dari cara pandang dan cara menyikapinya. Menutup diri terhadap kehendak arus global ini bukanlah sebuah jawaban. Ini hanya merupakan sebentuk pelarian dari realitas (eskapisme). Menerima dan menelan mentah-mentah tawaran yang menggiurkan juga akan mengantarkan kita sebagai sebuah bangsa pada titik kegalauan dan jurang dalam kebingungan. Oleh karena itu arus globalisasi tersebut akan terlihat peluang dan tantang yang akan dihadapi.

Dalam persektif yang lain, globalisasi harus dipahami sebagai suatu yang alamiah. Sesuatu yang alamiah selalu bersumbu pada sebab dan akibat. Karenanya bila globalisasi dipandang sebagai sebab yang baik, akan mendorong bangunan kebangsaan kearah yang positif. Pemahaman kontruksif itu memandang setiap perubahan adalah sesuatu yang sepatutnya disyukuri bukan sebaliknya. Meskipun harus diakui, bahwa dampak dari globalisasi juga akan membawa warga dunia pada etika pergaulan yang baru. Hal ini terjadi sebagai akibat dari persentuhan masing-masing kebudayaan, sehingga budaya semua negara pada akhirnya bertemu dalam mainstream besar yakni budaya global dan peradaban mondial.

Peradaban warga dunia pada saatnya menjelma menjadi peradaban yang universal. Tolak ukur dari kemajuan kebudayaan seuluruh warga di bumi ini ditentukan oleh teknologi multi media. Penguasaan atas teknologi multi media dengan peradaban dunia dengan segala aspeknya baik itu eknomi, politik dan kebudayaan. Pendapat itu paling tidak pernah dikemukakan oleh Francis Fukuyuma dalam bukunya The End Of History.

Dalam karyanya itu, Fukuyama berkeyakinan bahwa mengglobalnya ekonomi market yang sekarang ini menjadi jalan keluar bagi hampir seluruh perekonomian negara-negara di dunia, bahkan oleh negara-negara yang masih berpaham komunis sekalipun. Satu contoh pemasukan ideologi market dalam kehidupan masyarakat kita adalah iklan, yang merupakan garda terdepan bagi kapitalisme mondial. Iklan berpotensi merubah pandangan orang ”bermarking” terhadap pola warga suatu negara.

Budaya konsumerisme yang dipaksakan tanpa melihat pertimbangan kemampuan ekonomi masyarakat pada akhirnya, tentu akan menciptakan sebuah masyarakat yang secara budaya mengarah kepada masyarakat capitalised. Namun disatu sisi kemampuan membeli tidak sebanding dengan adaptabilitas tuntutan destructable silet culture pada sebuah komunitas bangsa.

Dalam perspektif yang agak berbeda, seorang ilmuwan Jepang, Keichi Ohmaem dalam karyanya The End Of Nation State juga meramalkan bahwa nation state yang selama ini dipahami orang sebagai satu kedaulatan pemerintahan yang ditandai dengan batas-batas wilayah pada akhirnya akan hilang sendirinya seiring dengan maraknya dan berkembangnya Multi National Corporation (perusahaan Multi National).

Menurut Keichi, penanaman modal yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa dari berbagai negara, pada saatnya akan membuat batas geografis politik dalam arti formal tidak selalu dapat membentengi pengaruh dari luar terhadap intervensi suatu negara kepada negara lainnya.

Penanaman modal sebuah perusahaan raksasa yang mewakili kepentingan ekonomi perusahan tersebut bisa saja mempengaruhi kebijakan politik suatu negara dan ini juga nampaknya tidak mustahil berlaku dalam kasus Indonesia. Oleh karena itu, suatu saat bisa saja perekonomian akan membuat batas negara menjadi sangat transparan dan tidak berjarak.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997


Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 1

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi Indonesia adalah proses ekonomi dan sosial yang berlangsung secara terus menerus. Yang ingin dicapai adalah kondisi ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya. Pengertian lebih baik disini biasanya diasosiasikan denga tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dan tidak pula melupakan aspek pengurangan kemisikinan pada masyarakat yang kurang beruntung.

Tujuan pembangunan akan tercapai bila ada satu kerjasama antara pihak pemerintah sebagai pelaksana operasional dan masyarakat sebagai obyek dari pelaksanaan pembangunan itu. Bentuk kerjasama itu tidak hanya terletak pada bagaimana terlibat langsung pada pelaksanaan operasional saja tetapi juga dalam hal pemikiran terhadap pelaksanaan pembangun tersebut. Artinya, setiap kebijakan-kebijakan pembangunan yang akan diterapkan oleh pemerintah setidaknya menerma masukan pemikiran dari masyarakat.

Bagi negara yang sdang berkembang pembangunan jelas dimaksudkan untuk meningkatkan tarap hidup sehingga setaraf dengan tingkat hidup di negara-negara maju. Negara sedang berkembang saat ini telah menyadari tentang kemiskinan yang dialami dan jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara yang sedang berkembang.

Dalam konteks globalisasi, globalisasi adalah suatu konsekuensi dari sebuah proses perkembangan sejarah kemanusiaan. Dengan semakin maju peradaban manusia dan kemanusiaam, ditandai datangnya abad informasi yang populer dengan istilah millenium III.

Dalam era ini, dunia yang dahulu dipandang sebagai keluasan geografis, sekarang bata-batas itu menjadi relatif. Teknologi dengan seluruh perangkatnya telah membuat dunia semakin tak berjaraj dan tak terbatas. Setiap orang dapat saling berinteraksi, tanpa dibatasi ruang danwaktu, dan duniapun pada akhirnya bagaikan ”rumah kaca”. Perdagangan bebas akan berlangsung di negara-negara yang menyatakan ke-siap-an untuk berpartisipasi didalamnya, termasuk dalam hal ini Indonesia sendiri. Konsekuensi logisnya adalah bahwa Indonesia telah siap bersaing dengan negara-negara yang lebih dahulu maju dalam pembangunan ekonominya.

Dalam perdagangan bebas itu nilai yang berlaku adalah persaingan bebas (free competion) diantara para pelaku ekonomi. Jika daya saing lemah di pasar bebas atau dipasar global, maka bangsa Indonesia akan menjadi ”bangsa kuli” dan ”kuli diantara bangsa-bangsa”, meminjam istilah Bung Karno yang terkenal itu. Oleh karenanya perlu kiranya adanya perenungan kembali terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi agar ketika terjun dalam persaingan bebas dapat bersaing dengan negara-negara yang lebih merasakan kemajuan dalam bidang pembangunan ekonomi.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997