Rabu, 23 Juli 2008

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 3

Tantangan Pembangunan

Kesenjangan ekonomi baik antar sektor, antar kelompok penerima pendapatan, antara desa dan kota masih menunjukkan rasio gini yang cukup besar, walaupun ada kecenderungan untuk menurun. Kesenjangan yang cukup mencolok adalah didaerah perkotaan, dimana jarak antara orang yang kaya dan yang miskin relatif lebar. Ini ditunjukkan dengan data statistik tahun 1993, dimana rasio Gini menunjukkan angkat 0,33 dibandingkan di pedesaan 0,26.

Keberpihakan pemerintah kepada kelompok miskin dan pelaku ekonomi yang lemah sangat perlu dalam pembangunan guna memperkecil jarak kesenjangan. Esensi pembangunan sendiri adalah menempatkan kelompok ini pada prioritas utama diurutan terdepan, dengan kata lain prioritas pembangunan adalah mengentaskan kemiskinan. Bagi kelompok yang sudah maju, perhatian pemerintah sudah seharusnya dikurangi, dengan melakukan pengaturan dan kebijakan ekonomi yang mampu mendorong iklim usaha dan kegiatan ekonomi yang kondusif bagi peningkatan kesejahteraan kelompok yang lemah dan masih miskin.

Menurut David C Korten, 1990, didalam menuju abad ke21, dikatakan ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam strategi pembangunan yang berbasis kerakyatan, yaitu:

  1. Mencari diversifikasi kegiatan dalam level perekonomian yang dimulai dari rumah tangga pedesaan, mengurangi ketergantungan dan kejutan pasar akibat dari ekses spesialisasi.

  2. Memberikan prioritas pada alokasi sumber produksi barang dan jasa kebutuhan dasar dari penduduk lokal.

  3. surplus dari hasil produksi lokal diekspor ke pasar internasional. Barang yang diekspor haruslah mempunyai nilai tambah kreativitas manusia yang lebih tinggi daripada kandungan sumberdaya alamnya.

  4. Memperkuat pemilikan lokal terhadap penggunaa sumberdaya melalui kebijakan membiarkan masyarakat mempunyai hal subtansial atas sumber primer mereka dan memberikan kontrol individu atas kepemilikkan alat produksi.

  5. Mendorong perkembangan kebebasan politis pada organisasi masyarakat yang memperkuat partisipasi penduduk secara langsung dalam proses pengambilan keputusan ditingkat lokal dan nasional dan menawarkan pelatihan menjadi warga yang demokratis.

  6. Membangun kemandirian daerah dalam pembiayaan dan demokratisasi dalam memilih pemerintahan lokal yang memberikan wadah pengaruh yang kuat bagi utusan daerah.

  7. Membangun transparansi dalam pengambil keputusan publik dan memperkuat jalur komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

  8. Memfokuskan pengembalian pada rumah tangga dan masyarakat dalam pemilihan berbagai alternatif investasi.

  9. memeberikan prioritas kepada mobilitas sumber, tabungan dan energi lokal, dengan mengurangi keretgantungan pada hutang luar negeri sebagai pembiayaan pembangunan, kecuali untuk maksud produktif yang jelas akan menghasilkan pembayaran kembali,

Dengan demikian, bila gagasan Korten ini dapat diaplikasikan, seyogyanya pembangunan akan berhasil meningkatkan harkat martabat hidup masyarakat yang saat ini masih tertinggal.

Selain masalah tersebut diatas, masalah korupsi dan sejenisnya merupakan persoalan yang menjadi benalu bagi keberhasilan pembangunan. Masalah korupsi tentunya diselesaikan bukan dengan kebijkan ekonomi saja, tetapi juga harus melalui pendekatan politik didalam mengatasinya. Prof, Dr Soemitro, mensiyalir adanya kebocoran tau inefisiensi pembangunan sebesar 30%, hal ini didasarkan pada perhitungan ICOR pada tahun 1996. Bila benar adanya ini sungguh sangat memprihatinkan.

Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997

Tidak ada komentar: