Rabu, 23 Juli 2008

Pembangunan Ekonomi Indonesia ditengah Arus Globalisasi: bagian 2

Arus Globalisasi: Tantangan dan Peluang

Pesatnya arus globalisasi yang terjadi sekarang ini telah mempengaruhi dunia secara menyeluruh dari berbagai dimensi kehidupan. Hal ini merupakan sesuatu yang empiris dilihat dari hubungan-hubungan kausalitas, pengaruh dari perkembangan dunia, terlebih dalam dimensi ekonomi akibat tumbuh pesatnya kapitalis (Berger, 1990:48). Bahkan batas geografis terkadang terasa seperti tak ada lagi. Hari ini dunia terasa menjadi satu dan batas-batas bangsa seolah hanya berada pada cerita-cerita pengantar tidur. Bagi bangsa Indonesia arus globalisasi agaknya juga tak bisa dihindari. Persoalanya sekarang sejauh mana Indonesia sebagai sebuah bangsa dapat memberi makna dan tempat yang pas bagi kecenderungan yang mondial ini.

Batas geografis yang transparan sangat tergantung dari cara pandang dan cara menyikapinya. Menutup diri terhadap kehendak arus global ini bukanlah sebuah jawaban. Ini hanya merupakan sebentuk pelarian dari realitas (eskapisme). Menerima dan menelan mentah-mentah tawaran yang menggiurkan juga akan mengantarkan kita sebagai sebuah bangsa pada titik kegalauan dan jurang dalam kebingungan. Oleh karena itu arus globalisasi tersebut akan terlihat peluang dan tantang yang akan dihadapi.

Dalam persektif yang lain, globalisasi harus dipahami sebagai suatu yang alamiah. Sesuatu yang alamiah selalu bersumbu pada sebab dan akibat. Karenanya bila globalisasi dipandang sebagai sebab yang baik, akan mendorong bangunan kebangsaan kearah yang positif. Pemahaman kontruksif itu memandang setiap perubahan adalah sesuatu yang sepatutnya disyukuri bukan sebaliknya. Meskipun harus diakui, bahwa dampak dari globalisasi juga akan membawa warga dunia pada etika pergaulan yang baru. Hal ini terjadi sebagai akibat dari persentuhan masing-masing kebudayaan, sehingga budaya semua negara pada akhirnya bertemu dalam mainstream besar yakni budaya global dan peradaban mondial.

Peradaban warga dunia pada saatnya menjelma menjadi peradaban yang universal. Tolak ukur dari kemajuan kebudayaan seuluruh warga di bumi ini ditentukan oleh teknologi multi media. Penguasaan atas teknologi multi media dengan peradaban dunia dengan segala aspeknya baik itu eknomi, politik dan kebudayaan. Pendapat itu paling tidak pernah dikemukakan oleh Francis Fukuyuma dalam bukunya The End Of History.

Dalam karyanya itu, Fukuyama berkeyakinan bahwa mengglobalnya ekonomi market yang sekarang ini menjadi jalan keluar bagi hampir seluruh perekonomian negara-negara di dunia, bahkan oleh negara-negara yang masih berpaham komunis sekalipun. Satu contoh pemasukan ideologi market dalam kehidupan masyarakat kita adalah iklan, yang merupakan garda terdepan bagi kapitalisme mondial. Iklan berpotensi merubah pandangan orang ”bermarking” terhadap pola warga suatu negara.

Budaya konsumerisme yang dipaksakan tanpa melihat pertimbangan kemampuan ekonomi masyarakat pada akhirnya, tentu akan menciptakan sebuah masyarakat yang secara budaya mengarah kepada masyarakat capitalised. Namun disatu sisi kemampuan membeli tidak sebanding dengan adaptabilitas tuntutan destructable silet culture pada sebuah komunitas bangsa.

Dalam perspektif yang agak berbeda, seorang ilmuwan Jepang, Keichi Ohmaem dalam karyanya The End Of Nation State juga meramalkan bahwa nation state yang selama ini dipahami orang sebagai satu kedaulatan pemerintahan yang ditandai dengan batas-batas wilayah pada akhirnya akan hilang sendirinya seiring dengan maraknya dan berkembangnya Multi National Corporation (perusahaan Multi National).

Menurut Keichi, penanaman modal yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa dari berbagai negara, pada saatnya akan membuat batas geografis politik dalam arti formal tidak selalu dapat membentengi pengaruh dari luar terhadap intervensi suatu negara kepada negara lainnya.

Penanaman modal sebuah perusahaan raksasa yang mewakili kepentingan ekonomi perusahan tersebut bisa saja mempengaruhi kebijakan politik suatu negara dan ini juga nampaknya tidak mustahil berlaku dalam kasus Indonesia. Oleh karena itu, suatu saat bisa saja perekonomian akan membuat batas negara menjadi sangat transparan dan tidak berjarak.


Rusman

Makalah ini disampaikan pada acara intermediate Training Tingkat Nasional di HMI Cabang Bandung, 13-20 November 1997


Tidak ada komentar: