Senin, 04 Agustus 2008

Aksi Teror Untuk LSM

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi sasaran teror. Bahkan, teror fisik dalam bentuk kekerasan merebak kembali. Budaya peninggalan Orde Baru?

Jum’at siang (26/5), beberapa aktifis Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan korban kekerasan) terlihat sibuk memindahkan beberapa dokumen-dokumen penting mereka. Setelah itu, mereka bergegas membawanya ke mobil dan segera meluncur pergi.

Memang Kontras mau pindah kantor? Ternyata tidak. “Kita menerima telepon gelap. Katanya kantor ini mau diduduki dan dibakar,” kata Gian, aktifis Kontras kepada DeTAK, Rabu (31/5). Setelah mendapatkan ancaman itulah, mereka berinisiatif menyimpan beberapa dokumen penting tersebut ketempat yang aman.

Ancaman dari penelpon gelap tadi, tampaknya, terkait dengan kejadian sehari sebelumnya. Pada Kamis (25/5), ketika mahasiswa sedang gencar-gencarnya melakukan demo ke Cendana, di depan kantor Kontras yang terletak di Jl Mendut, Menteng, Jakarta Pusat, sempat terjadi kericuhan. Masalahnya bermula ketika beberapa aktifis Kontras berusaha melindungi seorang aparat dari amuk para demonstran. Sayangnya, justru terjadi kesalahan-pahaman antara Kontras dengan pihak aparat. “Kontras dianggap mereka sebagai pelindung dan penggerak para demontran,” kata Gian lagi.

Apa yang dialami Kontras memang tidak separah yang dialami ICW (Indonesian Coruption Watch) dan Solidamor (Solidaritas untuk Masyarakat Timor-Timur). Kantor kedua LSM ini, sempat disatroni sekelompok orang. Kantor sekretariat ICW yang terletak di Jl Tulodong Bawah, Minggu lalu, diserbu oleh para pendemo yang jumlahnya sekitar 30 orang. Mereka mendesak ICW untuk tidak ‘hanya’ mengurusi masalah mega kredit Texmaco, tapi juga mengusut kasus BLBI. Ironisnya, para pendemo itu melabrak sekretariat ICW sampai tiga kali, satu diantaranya datang malam hari.

Peristiwa yang hampir sama juga dialami oleh Solidamor. Kantor sekretariat Solidamor yang terletak di Jl Pramuka Jayasari yang merupakan kawasan cukup padat itu, diserbu sekelompok massa, pada Rabu (24/5). Selain mengobrak-abrik, mereka juga menyikat uang sejumlah Rp 18 juta. Tak hanya itu, massa juga mencederai tiga aktifis Solidamor.

Dilihat sepintas, orangpun mahfum, bahwa aksi teror yang dialamai tiga LSM itu sangat kental bernuansa politis. Teten Masduki, Koordinator ICW kepada DeTAK, mendapatkan bukti bahw aorang-orang yang mendatangi kantornya adalah orang suruhan. “Salah satunya bilang, mereka hanya melakukan perintah bos,” kata Teten Masduki, Selasa (30/5) lalu.

Sementara itu, Tri Agus, aktifis Solidamor ini kepada DeTAK, Rabu (31/5), menengerai orang-orang yang menyerbu ke kantornya sebagusuruhan para mantan jenderal yang terlibat pembumihangusan di Timtim pasca jajak pendapat lalu. Masalahnya, mereka yang datang itu, apabila dilihat dari warna kulit dan rambut, adalah orang asli Timtim,

Mencuatnya tiga kasus itu, tentu saja, membuat prihatin semua pihak. Apalagi, tiga LSM yang disantroni itu, dikenal vokal dalam dunia politik. “Itu resiko mereka melakukan aktifitas seperti itu,” kata Arbi Sanit kepada DeTAK, Kamis (1/5).

Sebenarnya, sejak Soeharto berkuasa, aksi teror sering kali dialami para aktifis pro demokrasi. Perbedaannya, ketika Soeharto berkuasa justeru negara lah yang melakukan aksi-aksi teror. Sedangkan saat ini, justru masyarakat yang melakukannya. “Masyarakat mempunyai kesempatan politik yang lebih luas, lalu mereka melakukan segala hal sampai keteror,” kata Arbi lagi.

Kalau pun itu resiko, bagaimana sikap para aktifis? “Kami tidak akan kapok sedikitpun,” tegas Tri Agus. Sedangkan Teten, menyatakan tak menghiraukan tekanan-tekanan semacam itu. Hanya saja, dia berharap agar aparat kepolisian bersikap lebih tegas dalam menangani kasus-kasus semacam itu. Jangan malah ikut meneror.


rusman

Dipublikasikan di Tabloid DeTAK No. 97 Tahun ke-2, 6-12 Juni 2000

Tidak ada komentar: