Kamis, 14 Agustus 2008

Aborsi Semakin Jadi

Di tangan dr Agung Waluyo, 200 bayi digugurkan dalam waktu 11 bulan. Aborsi telah menjadi gejala penyakit sosial bagi sebagian kaum wanita kelas menengah?


Aborsi makin digemari. Dan sekali lagi praktek ilegal pengguguran kandungan itu terbongkar. Kasus terakhir yang diungkap polisi adalah penggerebekan pada hari Jumat (11/2) di tempat praktek dr Agung Waluyo, di Jalan Musik Raya, daerah perumahan mewah Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sampai hari terbongkarnya praktek tersebut, dokter kandungan yang biasa berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini telah 11 bulan menjalankan praktek aborsi ilegal. Dua ratus pasien telah ia tangani. Dua ratus janin ia gugurkan. Itu pengakuan dr Agung sendiri. “Terus terang, saya hanya terpanggil oleh keluhan wanita yang hamil, tapi ditinggal pasangannya,” kata alumnus UI ini dengan entengnya.

Selain ‘panggilan mulia’ itu, silakan bercuriga terhadap motif lain yang tak terkatakan. Uang, misalnya. Untuk melihat bahwa praktek aborsi ilegal ini tak ubahnya seperti tambang emas bagi dr Agung Waluyo, simaklah pengakuan bidan Jubaedah, yang turut membantu praktek haram tersebut. Menurut Jubaedah, tarif yang dikenakan kepada setiap pasien cukup lumayan, yakni antara Rp600 ribu hingga Rp2 juta. Itu untuk pasien yang kondisinya sehat. Ongkos yang lebih mahal akan dikenakan bagi pasien yang kondisinya kurang sehat. Untuk memperlancar prakteknya, selain mempekerjakan bidan Jubaedah, Agung dibantu oleh seorang calo yang bertugas mencari calon pasien. Sebagai calo, Bobby digaji Rp100 ribu per hari.

Terhadap kasus di Kelapa Gading ini, psikiater Dadang Hawari mengatakan, “Ini, kan, diduga indikasinya abortus kriminalis.” Jika dugaan kriminal itu terbukti, Anda bisa merujuk pada UU No 23/1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. UU itu jelas menyebutkan sanksi yang berat baik bagi pengaborsi maupun dokter yang melakukan aborsi. “Jadi, praktek itu bisa dihukum dan terjerat undang-undang,” kata Dadang kepada DëTAK, Selasa (15/2).

Hal senada dilontarkan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menperpu)/Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Khofifah Indar Parawansa. “Dalam undang-undang kesehatan sudah jelas bahwa sangat berat sekali sanksinya bagi aparatur medis yang membantu pelayanan aborsi,” kata Khofifah.

Agaknya, praktek yang dilakukan Agung ini bukan satu-satunya pratek aborsi ilegal yang terungkap. Mungkin, bila dilakukan penelitian lebih luas, praktek aborsi ilegal ini bisa diungkap lebih banyak lagi. Kepala Divisi Reproduksi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Priya Subroto, tampaknya membenarkan pendapat ini. “Begitu luas, dari desa sampai ke kota-kota kecil. Sulit untuk mendata dalam skala nasional,” kata Priya kepada DëTAK, Selasa (15/2). Selain luas wilayahnya, praktek aborsi pun dilakukan tak hanya oleh dokter, tapi juga oleh dukun kandungan.

Menurut catatan PKBI, diperkirakan, dalam dua tahun terakhir, wanita yang melakukan pengguguran kandungan (aborsi) sebanyak 2 juta. “Yang paling menyedihkan, dari 2 juta itu sekitar 750.000 dijalani oleh kaum remaja di luar nikah,” kata Khofifah kepada DëTAK di sela-sela hearing dengan komisi VI, Rabu (16/2). “Ledakan angka pada remaja ini menjadi keprihatinan kita,” tambah Khofifah. Menurut Khofifah, angka itu sangatlah besar jika dibandingkan dengan angka kelahiran bayi yang sekitar 4,5 juta jiwa.

Dengan pembanding data Departemen Kesehatan tahun 1997, lonjakan kasus aborsi di Indonesia kelihatan makin membubung. Sepanjang tahun 1997, di Indonesia tercatat sekitar 9.757 bayi mati akibat abortus. Ini berarti kasus aborsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Penyakit sosial

Perihal keselamatan si ibu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat angka 15—50% kematian maternal disebabkan oleh aborsi berupa pendarahan, atau infeksi, atau gabungan keduanya. Data di Depertemen Kesehatan menunjukkan, di Indonesia kematian maternal yang disebabkan oleh aborsi hampir tidak ada. Atau tidak tercatat? Sebab, cukup sering terdengar kasus perempuan meninggal karena upaya pengguguran kandungan.
Sementara itu, tidak ada data yang pasti tentang berapa besar dampak aborsi terhadap kesehatan wanita. WHO memperkirakan, di seluruh dunia setiap tahun terjadi sekitar 20 juta unsafe abortion. Sebanyak 70.000 wanita meninggal akibat unsafe abortion. Atau 1 di antara 8 kematian maternal disebabkan oleh unsafe abortion.

Bila angka kematian akibat aborsi begitu tinggi, mengapa aborsi makin digemari? Jawabannya bervariasi, mulai dari kegagalan kontrasepsi, terikat penyakit tertentu, kelainan jiwa, sampai kelainan/cacat pada janin dengan berbagai latar belakang sosial budaya. Jawaban lain—dan ini cukup banyak—karena kehamilan yang tidak direncanakan, tidak kehendaki (unintention), tidak diinginkan (unwanted), atau malu dan ingin menutup aibnya. Ini mungkin bisa dilihat dari salah satu yang ditangkap polisi pada saat penggerebekan di rumah praktek Agung di Kelapa Gading. “Saya sebenarnya tidak tega menggugurkan kandungan ini. Tapi saya malu dengan teman-teman kuliah yang sering melihat saya muntah-muntah di WC,” ungkap pasien dr Agung yang belum sempat melakukan aborsi.

Bagi Dadang Hawari, praktek aborsi akhir-akhir ini memang telah menjadi semacam penyakit sosial. “Banyak kondom, ternyata banyak juga yang hamil,” kata Dadang. Menurut psikiater kondang ini, meningkatnya wanita melakukan aborsi sangat erat kaitannya dengan minuman keras, narkoba, dan pornografi. “Jadi, minuman keras dan narkoba adalah provaktor tindakan asusila, bahkan hubungan seks bebas. Begitu juga pornografi,” simpul Dadang.

Solusi yang Tak Kunjung Tiba

Aborsi merupakan suatu kontroversi yang tidak pernah selesai. Akhir tahun lalu, Menteri Kesehatan telah membicarakannya pada sebuah pertemuan di Semarang. Di situ Menteri Kesehatan menjanjikan bahwa dalam waktu dekat, pemerintah akan menentukan beberapa rumah sakit atau klinik yang diperbolehkan melayani aborsi. Untuk itu, “Harus ada penyuluhan dan harus ada lembaga khusus yang boleh melakukan itu,” kata Dadang.

Dan jika hal ini hendak diwujudkan, pemerintah tampaknya harus melayani perdebatan sengit dengan kalangan agamawan. “Idealnya memang harus ada forum bersama dari agamawan, Depkes, dan Ikatan Dokter Indonesia,” kata Khofifah. “Forum inilah yang akan mencari solusi terbaik.”

Apa pun solusi yang akan diambil kelak, yang jelas apa yang dinamakan praktek haram tak mungkin dibiarkan tanpa penyelesaian. Termasuk aborsi ilegal. Ia tak hanya menunjukkan makin meningkatnya gejala penyakit sosial. Dalam cara pandang paham kriminalitas, kasus Kelapa Gading ini menjadi puncak dari kejahatan yang tengah berlangsung dalam kehidupan masyarakat kelas menengah kita.

rusman/memed

Terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 82 Tahun ke-2, 22-28 Februari 2000

Tidak ada komentar: