Jumat, 27 Januari 2012

Sejarah "Ianfu" Diakui Pemerintah Indonesia

Penulis: EkaHindra-Peneliti Independen "Ianfu" Indonesia

Pengantar redaksi: artikel ini disarikan dari Sejarah Nasional Indonesia yang khusus berkaitan dengan Ianfu Indonesia oleh EkaHindra, Peneliti Independen "Ianfu" Indonesia. Selamat membaca artikel penting ini. Sejak tahun 2007 telah dibentuk tim untuk melakukan revisi untuk penulisan Sejarah Nasional Indonesia yang terdiri dari VI jilid. Khusus jilid ke IV periode Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998) terdapat uraian fakta-fakta baru mengenai hal yang sangat penting diketahui masyarakat Indonesia tentang adanya “Ianfu”, yaitu perempuan-perempuan yang dipaksa menjadi budak seks militer Jepang 1942-1945.

Dengan dimaksukannya materi “Ianfu” Ini, diharapakan masyarakat Indonesia akan mengetahui dengan jelas masa periode Jepang mengenai mobilisasi tenaga kerja paksa tidak hanya terjadi di kalangan laki-laki, tetapi juga dikalangan perempuan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seksual militer Jepang. Dari sini jelas sekali perempuan muda masa itu sangat menderita baik secara fisik dan mental. Mereka bukalah Pekerja Seks Komersial tetapi sebagai Budak Seks yang dipaksakan. Bagaimana pemaksaan pemerkosaan yang menyentuh fisik dan mental secara keji dalam tergambar jelas dalam tulisan masalah “Ianfu” pada bagian Jilid VI ini.

Sejarahwan Rochmani Santoso sebagai salah satu tim yang khusus menulis soal “Ianfu” menyatakan bahwa dirinya bersyukur bisa menemukan sumber-sumber yang akurat yang diambil dan dipelajari dari buku buku terbitan di Indonesia yang berjudul “Momoye; Mereka Memanggilku”; 2007 (EkaHindra dan Koichi Kimura) dan juga “Derita Paksa Perempuan”;1997 (Budi Hartono dan Dadang Juliantoro). Lebih lanjut Rochmani menyatakan bahwa tanpa adanya kesulitan bisa menuliskan lebih panjang penderitaan para perempuan Indonesia baik secara fisik dan mental pada jaman pendudukan Jepang. Sehingga diharapkan tulisan ini bisa menyentuh hati nurani pemerintah Indonesia untuk memperhatikan nasib para survivor “Ianfu” dengan cara memberikan santunan dan memulihkan Hak Asasinya oleh karena usia lanjut mereka.

Buku Sejarah Nasional Indonesia terbit pertama kali tahun 1974 dibawah pimpinan Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoenet Poesponegoro. Buku perguruan tinggi di Indonesia sebagai acuan sumber Sejarah Nasional Indonesia. Namun sejak orde baru tumbang buku ini untuk sementara tidak diterbitkan lagi. Sebagai gantinya muncul buku pelajaran sejarah yang baru, namun buku tersebut menuai kritikan publik karena pro-kontra mengenai peristiwa 65 yang berujung pada penarikan buku ini dari peredaran oleh pemerintah Indonesia.

Menyikapi hal ini Balai Pustaka sebagai pemegang lisensi dari penerbitan buku Sejarah Nasional Indonesia mengambil inisiatif untuk menampilkan kembali buku Sejarah Nasional Indonesia yang sempat dipetieskan paska orde baru dengan materi-materi sejarah baru yang telah dimutakhirkan.

Memasuki tahun 2009 akhirnya terbit buku Sejarah Nasional Indonesia edisi pemutakhiran yang memuat materi “Ianfu”. Ini merupakan langkah besar pemerintah Indonesia untuk mengakui bahwa “Ianfu” sebagai sistem perbudakan seksual militer Jepang telah diakui sebagai bagian dari Sejarah Nasional Indonesia. Dengan demikian generasi muda Indonesia bisa mempelajari persoalan “Ianfu” dari buku diterbitkan sebagai buku pedoman Sejarah Nasional Indonesia.

Diakui Rochmani baru masuknya materi “Ianfu” dalam penulisan Sejarah Nasional Indonesia oleh karena terakhir revisi dilakukan sekitar tahun 1980-an. Pada masa itu kasus “Ianfu” belum muncul ke publik. Kasus “Ianfu” pertama kali ramai dipublikasikan dunia Internasional tahun 1991 pada saat Kim Hak Soon seorang survivor dari Korea Selatan dengan lantang bersaksi bahwa ia adalah korban kebrutalan sistem perbudakan seksual militer Jepang pada waktu peringatan 50 tahun pengeboman Pearl Harbor. Sedangkan kemunculan kasus “Ianfu” di Indonesia mencuat pertama kali tahun 1992 setelah seorang Teolog Jepang Dr. Koichi Kimura berhasil mewawancarai Tuminah, “Ianfu” dari Solo, Jawa Tengah.

Lahirnya buku ini menjadi lonceng keras pengingat bagi pemerintah Indonesia bahwa soal “Ianfu” sudah diakui resmi sebagai bagian sejarah besar bangsa Indonesia. Sudah semestinya pemerintah Indonesia membuat langkah kongkrit dan strategis memperjuangkan keadilan bagi para “Ianfu” Indonesia di meja diplomatik berhadapan dengan pemerintah Jepang.

Tidak ada komentar: