Jumat, 18 Desember 2009

Penganggas Himpun Koin Peduli Prita Memang Cerdas!

Luar biasa! Itulah kata yang patut diungkapkan ketika mendengar perkembangan kasus yang dialami Prita Mulyasari. Bayangkan ide Himpun Koin Peduli Prita mampu membuat siapapun tergerak untuk membantu.

Apa yang dialami Prita membuat banyak orang tergerak hatinya untuk membantu ibu dari dua anak ini. Terakhir Prita divonis oleh pengadilan membayar denda kepada Rumah Sakit Omni Internasional sebesar Rp. 204 juta. Bagi banyak kalangan putusan pengadilan ini dinilai cukup berat dan tidak adil.

Dari situlah muncul ide yang cukup unik dan sangat membumi, yaitu mengumpulkan uang koin untuk membantu Prita membayar denda. Ide tersebut terbilang cerdas untuk sebuah aksi menggalang dukungan. Dengan aksi ini siapapun dapat berpartisipasi untuk membantu Prita. Lantas, siapa sebenarnya pencetus ide unik dan membumi ini?

Dalam sebuah blog bertajuk Koin Keadilan, salah satu media yang dikelola para blogger, setidaknya memperjelas aktifitas pendukung Prita. Blog yang dapat diakses melalui alamat http://koinkeadilan.com menjelaskan, blog ini adalah salah satu simpul informasi dukungan terhadap Prita Mulyasari, yang oleh Pengadilan Tinggi Banten diputuskan bersalah dan harus membayar ganti rugi Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional Alam Sutera yang menggugatnya secara perdata. Prita juga masih terbelit kasus pidana dengan dakwaan pencemaran nama baik dokter RS Omni Internasional. Semuanya berawal dari e-mail Prita kepada kawan-kawannya yang berisi keluhan terhadap pelayanan RS Omni Internasional.

"Tiada niat menjadi pusat atau sejenisnya, sehingga kami terbuka terhadap setiap kerja sama dan menyambut baik kemunculan inisiatif serupa. Semuanya demi Prita dan kebebasan menyatakan pendapat. Mari bahu membahu," Begitulah bunyi di salah satu laman blog ini.

Sebagian kalangan menilai ide pengumpulan uang koin terhadap Prita sebagai ide yang brilian. Setidaknya ini terlontar dari Fahmi Idris, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam sebuah diskusi disalah satu televisi swasta, Rabu (9/12). Menurut Fahmi, aksi dukungan dalam bentuk pengumpulan dana berupa uang koin merupakan pertama kali terjadi. Turut hadir pada acara diskusi itu Prita dan penganggas ide himpun koin, Hesti Handayani.

Prita sendiri tak menyangka dukungan terhadap dirinya begitu luar biasa. Tak henti-hentinya Prita kerap ucapkan terima kasih kepada yang telah mendukungnya.

Tanpa disadari, dukungan pengumpulan uang koin dukung Prita setidaknya membuat kecut pihak Rumah Sakit Omni. Betapa tidak. Selain terlihat jelas riil dukungan terhadap Prita, dan bila pihak rumah sakit Omni benar-benar jadi menguggat Prita dengan denda Rp. 204 juta bisa dibayangkan begitu repotnya pihak rumah sakit menerima uang denda dalam bentuk koin.

Apapun, ide himpun koin untuk Prita sebuah ide yang cerdas sebagai bentuk penggalangan melawan ketidakadilan.

Penulis : Rusman
Tulisan ini sudah terpbulikasi sebelumnya di situs kajian Global Review Institute --http://www.theglobal-review.com

Ramai-Ramai Tolak Komersilkan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) oleh banyak kalangan dinilai membuat peraturan yang semena-mena. Mulai penentuan tarif masuk yang terlampau besar sampai keharusan didampingi oleh pemandu dianggap sebagai peraturan yang tidak masuk akal.


Para aktifis kegiatan alam bebas dan elemen pencinta alam se Indonesia akhir-akhir ini naik pitam oleh kebijakan dari pengelola TNGGP ini. Melalui surat keputusan bernomor SK.93/11-TU/1/2009 yang ditandatangani oleh Ir. Sumarto, MM sebagai Kepala Balai Besar TNGGP diputuskan beberapa peraturan baru sebagai syarat masuk ke kawasan TNGGP.

Peraturan baru yang ditetapkan di Cibodas, Jawa Barat pada 25 Agustus 2009 ini oleh berbagai kalangan dinilai tindakan yang semena-mena. ”Coba untuk naek ke gunung gede aja harus bayar 450 ribu,” kata Jafar Fahmi, aktifis Akarpala, Aktifitas Kaula Remaja Pecinta Alam, Jakarta Timur kepada theglobal-review.com. Padahal tahun lalu menurutnya untuk masuk ke kawasan taman nasional ini tidak sebesar itu. Jafar menambahkan, sebelum ditetapkannya peraturan baru untuk mendaki sampai ke puncak gunung gede hanya perlu mengeluarkan kocek sekitar sembilan ribu rupiah perorang. ”Coba bandingkan dengan peraturan baru. Kan sudah keterlaluan,” geram Jafar.

Apa yang keluhkan Jafar juga dikeluhkan para oleh para Facebookers pengiat alam bebas dan komunitas pencinta alam se-Indonesia. Berdasarkan pantauan theglobal-review.com account bertajuk TOLAK KOMERSIALISASI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO ini berhasil menggalang dukungan untuk menolak kebijakan Kepala Balai Besar TNGGP yang baru ini. Sampai Senin (23/11/09), pukul 00.40 dukungan menolak kebijakan Kepala Balai Besar TNGGP ini telah mencapai 10.084 dukungan.

Berbagai sumber theglobal-review.com menyebutkan kebijakan baru TNGGP ini muncul dikarenakan pengelola TNGGP hanya ingin mempekerjakan para penduduk setempat. ”Banyak yang penduduk yang mengeluh penghasilannya berkurang. Makanya mereka dijadikan tenaga guide dan porter,” kata sumber tadi.

TNGGP merupakan salah satu tempat kunjungan memiliki tingkat kunjungan yang tinggi. Tak heran bila ingin melakukan pendakian ke kawasan ini, diberlakukan sistem booking. Artinya, setiap yang ingin melakukan pendakian ke kawasan ini sebelumnya harus mendaftar terlebih dahalu. Menurut pengamatan thegelobal-review.com TNGGP sejak dulu memang menerapkan ”birokrasi pendakian yang berbelit. Kebijakan ini kerap dipertanyakan sejak dulu oleh para pengiat alam bebas. ”Ah, itu cuma peraturan doang mas. Kita bisa nego ditempat kok,” kata sumber theglobal-review.com menjelaskan.

Berdasarkan peraturan baru ini setiap orang yang masuk ke kawasan TNGGP akan dikenakan tarif berbeda. Besarnya tarif disesuaikan dengan jarak dari tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, rute Cibodas –Air terjun untuk turis domestik sebesar 175 ribu per jalan. Sementara, untuk rute Cibodas- Pangrango-Gede-Cibodas/Gunung Putri untuk turis domestik dikenakan tarif sebesar 400 ribu per jalan. Tarif itu akan ditambah biaya sebesar 100 ribu bila lama pendakian lebih dari 2 hari 1 malam.

Peraturan baru ini juga menyebutkan adanya jasa porter atau jasa pembawa barang. Besarnya tarif jasa porter untuk wisatawan domestik dan mancanegara tidak berbeda. Besarnya tarif disesuaikan jarak tempuh. Misalnya, jarak Cibodas-Air Terjun sebesar 150 ribu rupiah perjalan.

Sementara itu untuk mendukung peraturan baru tersebut, pengelola TNGGP sedang melakukan serangkaian seleksi terhadap calon pendamping pendakian atau ekowisata, termasuk didalamnya pemandu dan porter. Berdasarkan pantauan theglobal-review.com tes terhadap calon pemandu dan porter ini sudah berjalan dua tahap.
Penulis : Rusman