Selasa, 02 Juni 2009

Blackberry, Si mungil Yang Diminati


Peminat smartphone Blackberry di dunia meningkat. Walau harganya masih terbilang sangat mahal, namun Indonesia merupakan negara peminat terbesar di dunia produk asal Kanada ini.

Perkembangan teknologi telekomunikasi semakin hari menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Apalagi kini para konsumen diperkenalkan oleh perangkat smartphone Blackberry yang memiliki layanan komunikasi yang cepat.

Meningkatnya pertumbuhan pemakai Blackberry, termasuk di Indonesia memang tidak lepas dari semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan akses internet dan email. Boleh dibilang kini masyarakat sudah melek teknologi. Ini bisa terlihat dari menjamurnya warung internet atau warnet disudut-sudut kota.

Apalagi dengan memiliki Blackberry, para pengguna seakan dimanjakan oleh kecanggihan smartphone asal Kanada ini. Dengan menggunakan Blackberry, dimanapun dan kapanpun dapat mengakses internet dan email. Aktifitas tentu saja menjadi mudah dan cepat.

Bagi para pengiat teknologi atau kalangan yang biasanya memerlukan informasi cepat, Blackberry merupakan perangkat telekomunikasi yang relatif tepat. ”Gue agak sedikit terbantu,” kata Heri. Karyawan salah satu perusahaan sekuritas swasta di Jakarta ini mengaku kini mudah mendapatkan informasi. ”Dirumah atau di jalan gue bisa akses internet. Sebelum punya Blackberry, gue harus sampai di kantor atau di rumah baru bisa pake internet” jelasnya.

Menurut informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, biaya langganan servis smarphone berkisar anatara 150 ribu sampai 180 ribu. Namun ini tergantung dari provider yang dipilih. Contohnya saja Indosat Mentari, provider ini melayani Blackberry On Demand (BOD) mingguan sebesar 50 ribu. Lain lagi dengan XL One, provider ini menawarkan layanan BOD 5 ribu perhari. Sedangkan Telkomsel Simpati mengenakan biaya langganan Rp. 180.000 perbulannya.

Dengan berlangganan servis Blackberry, sudah termasuk chatting, browsing, push email, dan aplikasi lainnya yang menggunakan koneksi internet. Tentu saja biaya ini diluar biaya SMS dan telpon.

Bagi kalangan yang suka mobile internet, berlanggan servis Blackberry memang lebih murah ketimbang menggunakan handphone biasa. Bila dengan handphone biasa terkoneksi GPRSnya dihitung per kb dan tentu akan memakan pulsa.
Walau Harganya Mahal tetap Diminati

Harga sebuah handheld BlackBerry berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun berkisar antara 3 juta - 8 juta. Ini juga tergantung jenis tipenya. Biasanya semakin canggih aplikasi yang ada didalam handhlednya, semakin mahal harganya. Walau demikian, smarphone ini sangat digemari di Indonesia.

Simak saja, apa yang telah dicapai oleh provider Telkomsel. Menurut Manager Direct Sales Metro Surabaya Telkomsel, Unggul Nasution, jumlah pelanggan Blackberry meliputi Jawa, Bali dan Nusa Tenggara hingga saat sekitar 11.000 pelangga. Belum lagi pelanggan dari provider lain. Atau tambahkan dengan pasar Blackberry dengan jalur ilegal atau kerap disebut black market.

Saat ini BlackBerry tidak lagi sekedar menjadi bagian dari gaya hidup, namun mampu memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap layanan komunikasi yang cepat. Para perusahaan provider telekomunikasi seperti Indosat, Telkomsel dan XL pada awalnya menawarkan layanan Blackberry ke pasar koorporat. Langkah yang diambil sangatlah wajar. Pasalnya, karena dari fungsinya Blackberry lebih mendukung aktifitas kantor.

Kini ini penggunaan blackberry kini tidak hanya mendukung aktifitas kantor saja, tapi juga sudah mulai menjadi gaya hidup. Banyak ibu rumah tangga maupun mahasiswa menggunakan Blackberry hanya sekedar menbgikuti tren. Hanya sekedar berfacebook mereka menggunakan Blackberry. Anda juga termasuk?

Rusman
terpublikasi sebelumnya di http://www.theglobal-review.com

Menyelamatkan Bumi dari Ancaman Perubahan Iklim


Tema perubahan iklim akibat pengaruh pemanasan global menjadi tema yang penting saat ini. Apalagi ketika banyak negara mengalami dampak dari pemanasan global. Agaknya perlu mengambil langkah nyata guna menyelamatkan bumi mulai saat ini juga.

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya Selasa (19/5), di Seoul, Korea Selatan, sekitar 430 pejabat tinggi dalam dan luar negari berkumpul. Kehadiran pejabat tinggi ini membahas keseriusan dan tindak lanjut terhadap perubahan iklim global. Forum yang dinamai Konferensi Tingkat Tinggi Iklim Kota-kota Besar C40 ini berlangsung selama 4 hari. Selain dihadiri sekitar 430 pejabat tinggi dari dalam dan luar negeri, pertemuan ini juga dihadiri oleh wali kota dan perwakilan utama dari 80 kota di dunia.

Dalam pembukaannya, mantan presiden AS Bill Clinton dan sekretaris jenderal Badan PBB untuk Tempat Tinggal Manusia, Anna Tibaijuka tampil sebagai pembicara utama. Keduanya menekankan perlunya langkah-langkah menyediakan antisipasi untuk mengatasi perubahan iklim.

Di bawah tema, “prestasi dan pekerjaan rumah bagi Kota dalam tindak lanjut terhadap perubahan iklim”, para peserta membahas berbagai masalah termasuk perubahan iklim, krisis keuangan dan kebijakan pertumbuhan karbon dioksida rendah.

Pada kesempatan yang lain, Walikota Seoul Oh Se Hoon, sebelum membacakan deklarasi kesepakatan mengemukan, untuk mengatasi perubahan iklim, kota-kota harus mengadopsi dan mengimplementasikan serta menentukan kebijakan paling tepat sekaligus susuai dengan kondisi setiap daerah.

Apa yang dikemukan Oh ini dapat diamini. Pasalnya, masalah setiap kota di berbagai belahan dunia itu berbeda walaupun kadang ada kemiripan untuk beberapa negara. Kebanyakan masalah-masalah yang dihadapi adalah berkaitan dengan sampah, air bersih, energi, dan transportasi. Kerjasama dan saling berbagi konsep maupun teknologi antar pemerintah kota serta oraganisasi akan mempercepat proses penyelesaian malasah.

Empat Butir Kesepakatan

Pertemuan yang berakhir pada Kamis (21/5) ini mengeluarkan deklarasi yang berisi cara mengurangi emisi gas rumah kaca masing-masing kota di dunia. Keempat kesepakatan itu berisikan hal-hal berikut:

1. Menghindari, memperkecil dan bahkan menunda dampak buruk perubahan iklim dengan mengurangi gas rumah kaca. Ini dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain mengadopsi esian arsitektur yang ramah lingkungan, pada kontruksi serta hemat energi. Bagi yang menerapkannya pemerintah diminta ada insentif khusus.
2. Perlu mengembangkan sistem transportasi massa, memberi peluang sebesar-besarnya dengan menyediakan fasilitas bersepeda bagi warga, perluasan ruang terbuka hijau, perluasan ruang terbuka hijau, dan merencanakan tata kota berpijak pada konsep rendah konsumsi energi.
3. Setiap kota harus sadar bahwa perubahan iklim tak bisa dihindari sehingga pemerintah lokal wajib memberi perlindungan bagi warga kota. Untuk itu perlu disiapkan antara lain fasilitas dan gedung tahan bencana, mengembangkan tanggap darurat bencana, serta meningkatkna pengelolaan air yang sangat dibutuhkan warga.
4. Mempromosikan gaya hidup hijau kepada setiap warga kota. Dalam hal ini pemerintah lokal harus menyediakan fasilitas menghitung jejak karbon dan tingkat produksi per individu, mengembangkan cara mengenal gaya hidup rendah karbon, mendukung organisasi masyarakat lokal yang membantu atasi soal perubahan iklim serta mempromosikan kebijakan pendidikan lingkungan demi membentuk generasi baru bergaya hidup sehat.


Menyelamatkan Bumi Bukan Sekedar Untuk Direnungkan

Setiap warga bumi wajib melakukan langkah penyelamatan terhadap bumi. Pelestarian alam dalam berbagai bentuk kegiatan nyata mesti dilakukan. Pola hidup dengan tidak merusak alam turut membantu menyelamatkan bumi. Masalah yang kerap terjadi disetiap negara misalnya penebangan hutan secara berlebihan. Begitu juga dengan pembakaran hutan untuk lahan perkebunan.

Kebakaran semak juga memperparah perubahan iklim, pasalnya kebakaran tersebut melepas sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer dan mengubah permukaan reflektif bumi. Professor Dr. David Bowman dari Universitas Tasmania di Australia, yang telah mempelajari kebakaran semak di Australia selama 30 tahun, mengatakan bahwa kebakaran seperti ini di masa lalu dipandang sebagai bencana, tetapi sekarang sudah biasa. Profesor Bowman mendesak, “Kita harus memahami bahwa aktivitas kebakaran semak yang meningkat adalah akibat langsung perubahan iklim yang tidak terkendali.”

Masalah yang tidak kalah penting adalah imbas dari gas rumah kaca. Menurut catatan, 50 persen populasi dunia hidup didaerah perkotaan. Dari jumlah itu 75 persen menyerap energi dan 80 persen menyumbang gas rumah kaca. Pada tahun 2030 diperkirakan dua pertiga populasi dunia hidup di perkotaan. Jika tidak diatasi saat ini, kerusakan lingkungan akan makin menjadi. Dampaknya yaitu bencana alam maupun berkembangnya bermacam penyakit yang mengancam manusia.

Kerusakan yang dialami bumi bukan untuk direnungkan. Penyelamatan terhadap planet bumi ini harus cepat dilakukan. Dan itu tugas manusia tanpa terkecuali.

Rusman
Direktur Global Future Institute
Tulisa telah terpublikasi di http://www.theglobal-review.com