Selasa, 24 Juni 2008

Limbah Unocal untuk Kaltim

Bappedal menyatakan sistem pembuangan limbah perusahaan minyak Unocal keliru. Tapi perusahaan Amerika itu jalan terus, dan menuduh lembaga advokasi masyarakat sebagai penghasut.

Satu lagi perusahaan asing membuat masyarakat marah. Lihat saja yang terjadi di Terminal Tanjung Santan, Kalimantan Timur. Unocal, perusahaan minyak yang menandatangani kontrak karya tahun 1968, dinilai melakukan pengelolaan limbah yang tidak memenuhi standar. Akibatnya, sawah dan tambak milik rakyat tercemar oleh limbah minyak. ”Itu sudah sangat parah,” kata Chalid Muhammad, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, kepada DeTAK, Jum’at (31/3).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Jatam Kaltim, sekitar pantai Santan telah tercemar oleh limbah minyak yang berasal dari tempat pemrosesan minyak dan gas bumi di Terminal Santan. Pembuangan limbah ke laut dekat muara kanal ini antara lain mengakibatkan ikan-ikan terasa minyak dan sumber air asin bagi tambak mengandung minyak. ”Pohon bakau dan pipa di sekitar pantai mati,” tegas Chalid.

Hasil penelitian Jatam itu juga menerangkan bahwa peristiwa pencemaran lingkungan terhadap masyarakat kerap kali terjadi. Tahun 1992 dan 1995, udang dalam jumlah cukup besar mati akibat limbah minyak. Di tahun 1998, banjir besar mengangkut limbah ke tangah persawahan dan menyebabkan sawah seluas 417,5 hektare milik petani di Desa Rapak Lama termasuki limbah Unocal.

Peristiwa ini kemudian diteliti di laboratorium Sucofindo Samarinda. Hasilnya, ”Ditemukan ada sekitar lima indikator melebihi batas standar,” kata Ramli, Koordinator Jatam Kaltim, kepda DeTAK, Jum’at (31/3). Tes sampel air menunjukkan beberapa parameter seperti minyak, fenol, amonia, suspended solid, merkuri, arsenik, besi terlarut, sulfida, pH, COD dan BOD melebihi ambang batas kategori air limbah. Anehnya, pihak Unocal menanggapi dengan dingin. ”Tidak ada limbah yang meluap ke persawahan masyarakat. Hanya oli yang hanyut masuk ke persawahan dari sisa-sisa drum yang tumpah,” kata pihak Unocal seperti dikutip Suara Kaltim, (15/2).

Tanggal 11 Februari lalu, limbah kembali menyelonong ke sawah petani. Kali ini bukan karena banjir besar, melainkan disebabkan oleh jebolnya pematang di pinggir pagar oleh jebolnya pematang di pinggir pagar Terminal Tanjung Santan. Pemda Kutai bersama Unocal membentuk tim penelitian guna mengusut kasus itu. Anehnya, hasil kerja tim tersebut menyimpulkan tidak ditemukan indikator percemaran dari limbah Unocal. ”Hasil itu sudah direkayasa,” bantah Ramli. Anehnya lagi, tim yang dibentuk dengan surat penugasan tertanggal 20 Oktober 1998, bernomor: 660/302/LH-II/1998 ini tidak melibatkan wakil masyarakat sebagai anggota tim.

Selain itu, yang juga sangat parah, kontrol buangan emisi dari peralatan operasional Unocal tidak dilakukan secara ketat. Akibatnya, buangan gas yang mengandung S02 (yang menjadi sulfat) dan NO2 (yang menjadi nitrat) menyebabkan hujan asam di sekitar terminal dengan tingkat keasaman hujan asam mencapai pH 4,5. Kembali tanah persawahan terancam karena derajat keasamaannya berubah.

Sikap tak acuh pihak Unocal ini memangkas kesabaran masyarakat. Tanggal 16 Oktober 1998, sekitar 180 orang masyarakat Rapak Lama melakukan aksi di Terminal Tanjung Santan. Didampingi oleh Jatam, mereka menuntut Unocal bertanggung jawab atas pencemaran limbah minyak. ”Kita minta operasi Unocal dihentikan. Ini adalah kriminal lingkungan dan harus segera diatasi.” kata Chalid.

Hasil Penelitian Yang Sia-Sia

Dan aksi yang terjadi belakangan adalah tumpukan kemarahan yang terpendam puluhan tahun. Pada tanggal 28 Oktober 1968 pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Pertamina, mengeluarkan surat Kontrak Production Sharing (KPS) kepada Unocal. Sejak beroperasi, Unocal Indonesia Company, yang berpusat di California, USA, ini selalu dituding oleh masyarakat Kaltim melakukan pencemaran lingkungan. Tapi perusahan yang menguasai wilayah konsesi sebesar 27.700 hektare ini selalu mengelak dari tuduhan-tuduhan masyarakat.

Padahal, dengan tanah dan air laut yang tercemari limbah, kehidupan petani dan nelayan semakin parah. Tengoklah kehidupan di tiga desa sekitar lokasi terminal Tanjung Santan, yakni Rapak Lama, Terusan, dan Marangkayu. Di Rapak Lama, kondisi sawahnya tidak dapat ditanami kembali. Sekitar 301 orang petani terancam kelaparan karena selama dua tahun tidak pernah panen. Di desa Terusan, masyarakat mengalami penurunan penghasilan dan terjadi pengangguran sebagai dampak dari pembuangan limbah ke laut. Sementara itu, di Desa Marangkayu, terjadi pengkotakan dan kecemburuan sosial antara masyarakat Marangkayu dengan karyawan lokal. Bila ini dibiarkan, tampaknya akan menimbulkan konflik horizontal yang krusial.

Pelbagai penelitian telah dilaksanakan, dan masyakarat seperti menunggu sesuatu yang sia-sia dengan penelitian-penelitian tersebut. Balai Kesehatan Departemen Kesehatan Kaltim Samarinda tahun 1993, Dinas Perikanan Kutai pada tahun 1995, dan jurusan perikanan Universitas Mulawarman tahun 1995, ketiganya berkesimpulan telah terjadi pencemaran lingkungan dan kerusakan kawasan pantai Santan.

Apa sesungguhnya yang salah pada sistem pembuangan di Unocal sehingga limbah melabrak kemana-mana? Menurut Badan Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bappedal) Pusat, Unocal menggunakan metode pembuangan limbah yang tidak disetujui pihaknya. Sistem Bio Remedition Area (BRA)- yakni metode pengelolaan limbah di lahan terbuka yang tidak tepat. ”BRA memerlukan wilayah yang sangat luas dan hanya cocok untuk Amerika,” kata Sri Indah Wibi Nastiti dari Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), kepada DeTAK, Selasa (28/3).

Akibat salah satu limbah itu, menurut Jatam, kini 350 KK petani dan ratusan nelayan terancam. Tapi tampaknya pemerintah daerah Kaltim tidak berdaya untuk bertindak lebih jauh. ”Karena kebijakan soal berhak atau tidaknya suatu perusahaan beroperasi tergantung pada pemerintah pusat. Daerah tidak mempunyai wewenang untuk itu. Semua urusan harus diselesaikan di pusat,” kata Ramli.

Menghadapi semua tundingan dan aksi masyakarat, pihak Unocal pun membuat klarifikasi di beberapa media lokal dan nasional. Malah Unocal balik menuduh Jatam sebagai organisasi penghasut masyarakat. Jatam tak tinggal diam. Mereka mengajukan somasi untuk Unocal. ”Kami sudag melaporkan peristiwa pencemaran ini ke menteri lingkungan hidup dan kepolisian,” kata Chalid.

Ketika dikonfirmasi sehubungan dengan somasi, pihak Unocal menjawab dengan entengnya. ”Sementara saya tidak mau membuat jawaban. Karena kita sudah menyerahkan kepada lawyer kami untuk menjawab itu,” kata Erwin, Humas Unocal, kepada DeTAK, Jum’at (31/3).

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 88 Tahun ke-2, 4-10 April 2000

Damai Ala Matraman

Jum’at malam (7/4), kedua kubu yang bertikai mencoba mencari jalan damai. Warga Berlan-Kemanggisan bermusyawarah dengan seterunya, warga Palmeriam-Kayu Manis-Tegalan. Dalam pertemuan itu, nampak juga Walikota Jakarta Timur, Camat Matraman, Dandim serta Kapolres Jaktim.

Entah sudah berapa kali pertemuan semacam ini dilakukan. Terakhir, pertemuan perdamaian serupa dilakukan enam bulan lalu, 24 Oktober 1999. Dan seperti yang diyakini banyak pihak, kesepakatan perdamaian tersebut tidak berlangsung lama. Buktinya, ya bentrokan yang tempo hari meletus itu. Karena banyak yang pesimis, pertemuan perdamaian semacam ini tak akan efektif.

Tapi kalau soal ii ditanyakan ke warga yang bertikai, jawabannya betul-betul enak didengar. Kedua kubu yang bertikai sama-sama optimis dengan hasil pertemuan Jum’at malam itu. ”Kita bergandengan tangan untuk merealisasikan suasana yang konduif,” tegas Trikora, tokoh masyarakar Berlan, kepada DeTAK. ”Saya senang denga hasil pertemuan ini,” timpal Cholid, warga Palmeriam, dengan senyum dikulum. Memang, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk ’gencatan senjata’. Bahkan, sempat juga dibahas rencana pembentukan Forum Persaudaraan Masyarakat Matraman, wadah untuk menampung aktifitas warga Kecamatan Matraman.

Tapi kalau soal ’gencatan senjata’, bukankah sudah sekian kali terjadi, dan sekian kali pula dilanggar? Lantas, apa solusinya? Setidaknya untuk sementara, Gubernur Sutiyoso sudah bertindak, membangun pagar pembatas di jalur hijau jalan Matraman. Harapannya, menghalangi tidankan warga yang saling menyerbu ke wilayah lawan. Efektifkah? Kalau memang warga mau perang , apa sih susahnya menghancurkan pagar pembatas?

Karena itulah, ada yang mengusulkan agar pemerintah berani mengambil solusi yang mungkin tak mengenakkan:memindahkan warga Berlan ke lokasi lain. Pertimbangan si pengusul, warga Berlan lah yang selama ini lebih agresif, suka duluan memancing bentrok denga kampung lain: Palmeriam, Tegalan, Kayumanis, Tambak. Namun, usulan ini nampaknya sulit diterima oleh gubernur. Memindah warga sekampung, tentu bukan perkara gampang.

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 89 Tahun ke-2, 11-17 April 2000

Perseteruan Bebuyutan di Kawasan Matraman

Kawasan Matraman, Jakarta Timur, kembali memanas. Betrokan antarwarga yang saling berseberangan, menyebabkan 5 bangunan hangus terbakar. Kapan bentrok bebuyutan ini berakhir?

Untuk sekian kalinya, bentrokan antar warga di kawasan Matraman kembali meletus. Puncaknya, selama 4 hari berturut-turut sejak Sabtu malam (25/3) hingga Selasa (28/3) petang, kawasan jalan Matraman, Jakarta Timur, mejadi ajang pertempuran antara warga Berlan-Kebon Manggis melawan warga Palmeriam-Kayu Manis dan Tegalan.

Siapa yang memulai? Menurut pengakuan warga Palmeriam, kejadian bermula dari 2 pengendara Vespa yang masuk diujung jalan Palmeriam, Sabtu malam (25/3). Kedua pengendara Vespa itu berteriak: ”Pukul kentongan, lawan Berlan!”. Lantas, beberapa warga Palmeriam yang kebetulan berada di ujung jalan marah. Dan secara spontanitas warga di sekitar Palmeriam dan sekitarnya berhamburan keluar. ”Pokoknya kalau ada bunyi ketongan, semua warga disekitar Palmeriam akan keluar,” kata Marco Pambudi, warga Palmeriam kepada DeTAK, kamis (6/4). Memang, bagi warga Palmeriam dan sekitarnya selami ini, bunyi pukulan tiang listrik adalah tanda dimulainya pertempuran.

Lain lagi versi warga Berlan dan Kebon Manggis. Warga seteru Palmeriam ini menuduh, ajakan untuk berperang datang dari warga seberang Berlan (Palmeriam, Kayumanis, Tegalan). Menurut Trikora, tokoh pemuda di Berlan, pemicu dari perkelahian antar warga tersebut diawali oleh tingkah laku anak-anak kecil yang iseng menodong pengunjung Toko Buku Gramedia di jalan Matraman. Gramedia terletak di sisi yang berhadapan dengan Palmeriam-Tegalan. ”Dari seberang jalan (Gramedia), mereka melempar batu ke seberang yang lain (Palmeriamn-Tegalan), lalu dilanjutkan saling ejek,” kata Trikora.

Dan pecahlah pertempuran. Saling lempar, serang, sabetan pedang hingga bakar toko. Akibatnya, 5 gedung di sepanjang jalan Matraman, baik di sisi Berlan maupun Palmeriam, terbakat hangus. Tidak itu saja. Saat bentrokkan berlangsung, seorang anggota marinir dan 2 orang anggota polisi ikut menjadi korban. Dan 43 warga terkena peluru senapan angin.

Ulah Pak Ogah

Memamg, tak jelas benar, apa penyebab pertempuran selama 4 hari berturut-turut itu. Dan tak penting benar, siapa yang lebih dulu memulai. Bukankah bentrokan antar seberang jalan Matraman itu sudah menjadi perseteruan bebuyutan? Namun pertempuran kali ini memang yang paling besar sepanjang sejarah konflik di kawasan Matraman. ”Ini yang bentrokkan yang terbesar.” kata Marco.

Bagi warga di situ, pertempuran adalah agenda rutin tiap tahun. Hambar rasanya jika setahun berlalu tanpa bentrok. Pemicunya beragam, mulai dari soal ejek-ejekan antar warga samapai soal penguasaan lahan di jalan Matraman Raya. Berdasarkan pengakuan warga, soal rebutan lahan di putaran jalan (Uturn) oleh tukang parkir swasta alias ’pak Ogah’, kerap menjadi penyebab utama terjadinya bentrokkan. Hal ini juga dibenarkan oleh Kolonel Polisi Hidayat Fabanyo, Kapolres Jakarta Timur. ”Perebutan pak Ogah disimpang belokan jalan, antara lain yang menjadi penyebab bentrokan,” katanya kepada DeTAK, Jum’at (7/4).

Hal senada juga dilontarkan oleh Thamrin Amal Tamangola, Sosiolog Universitas Indonesia. ”Itu sebenarnya memperebutkan lahan parkir disana,” kata Thamrin kepada DeTAK. Thamrin menambahkan, selain soal perebutan lahan ’pak Ogah’, penyebab betrokkan juga karena adanya persoalan di masa lampau.

Kawasan Matraman dulu, oleh sebagian orang yang sudah lama bermukim, disebutkan sebagai daerah segitiga merah. Tawuran antar warga di kawasan ini telah terjadi sejak tahun 1970-an. ”Sejak tahun 1970-an itu sudah mulai,” kata Cholid, warga Palmeriam kepada DeTAk. Menurutnya, dulu bentrokkan antar warga hanya melibatkan orang-orang yang berada di asrama Ambon (sekarang Hotel Mega Matra) dengan warga Berlan (Komplek Kesatrian TNI AD). Dalam perkembangan selanjutnya, setelah asrama tergusur oleh Hotel Mega Matra, konflik pertikaian pun menjalar ke Palmeriam dan sekitarnya. Entah kenapa, tiba-tiba warga Berlan pun mempunyai lawan baru, yaitu warga Palmeriam dan sekitarnya. Dan terpeliharalah tradisi saling mengadu kekuatan itu.

Sejarah Daerah Matraman

Menurut sejarahnya, pemberian nama Matraman berasal dari nama kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Ketika itu, pasukan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokoesoemo menyerang Batavia. Daerah di Matraman ketika itu dijadikan sebagai basis oleh tentara Mataram, untuk menyerang pasukan kolonial Belanda yang berpusat di sekitar Harmoni. Dulu, sekitar Matraman merupakan daerah pertanian dengan hutan perdu yang dibelah oleh aliran kali Ciliwung serta rawa-rawa. Perkembangan selanjutnya, Matraman merupakan daerah satelit yang beribu kota kewedanaan Mester Cornelis (sekarang Kampung Melayu). Ketika itu Kampung Melayu merupakan pintu penghubung Batavia dengan wilayah di luar Jakarta, baik dari Timur maupun Selatan.

Jaman bergerak, dan di tahun 1960-an kaum urban datang bergelombang. Daerah yang dulunya didominasi oleh sawah, kebun hutan perdu serta rawa, lambat laun berubah menjadi daerah perkampungan ramai. Instalasi militer dan beberapa gedung-gedung serta rumah tinggal kaum elite tumbuh bak jamur dimusim hujan. Kesan yang muncul, Matraman adalah suatu perkampungan yang padat, ruwet dan kotor. Pada kondisi perkembangan selanjutnya, daerah Matraman menjadi daerah yang tidak memenuhi standar minimal suatu lingkungan pemukiman. Malahan pada tahun 1976, menurut hasil sensus penduduk, Kecamatan Matraman merupakan kecamatan yang terpadat di Indonesia.

Agaknya, kepadatan penduduk ini menjadi penyebab terjadinya perubahan. Sekarang, seperti juga kawasan lainnya, kawasan itu penuh dengan kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, pencurian, penganiyaan sampai tempat berkumpulnya wanita-wanita malam.

Memang, dari sejarahnya, Matraman sejak dulu memang daerah penuh gejolak. Dulu, Matraman juga menjadi basis berbagai organisasi. Di situ ada markas Gerwani, CC PKIm Sekretariat Parkindo, Komando Jihad dan lainnya. Dan, nampaknya gejolak itu tetap terpelihara sampai sekarang.

Rusman

Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 89 Tahun ke-2, 11-17 April 2000

Jumat, 13 Juni 2008

Dua Lakon Jenaka Itu Dimainkan

Studiklub Teater Bandung (STB) melakukan pementasan di Jakarta. STB membawakan dua lakon sekaligus, Pagi yang Cerah dan Pinangan. Pementasan teater yang sarat dengan dialog jenaka.

Donna Laura, perempuan tua bangsawan, asyik memberikan remah-remah roti kepada puluhan merpati di sebuah taman di Madrid, Spanyol. Tiba-tiba saja datang Don Gonzala, pria tua yang kaku, angkuh, dan pemarah. Ia datang dengan seorang asistennya, Juanito yang selalu menenteng tas majikannya itu. Keduanya berjalan melewati depan Laura. ”Awas hati-hati,” celetuk Laura, sambil setengah membentak Gonzola. Burung merpati yang menikmati remah-remah roti itu pun beterbangan.

Karena terusik oleh kedatangan Gonzola, Laura pun marah, pertengkaran di antara mereka terjadi. Berkat kefasihan si nyonya tua berceloteh, pertengkaran itu berubah menjadi percakapan intim. Mereka saling mengungkapkan kenangan indah semasa muda. Mulailah syair-syair indah dilantunkan. ”Duapuluh tahun berlalu, dan dia pun kembalilah. Masing-masing saling memandang...benarkah dia orangnya.....” Kedua pun larut dalam percakapan yang semakin intim.

Kemudian, percakapan di antara mereka pun berhenti. Kedua orang tua yang dulu saling mengenal itu berlalu. Keduanya meninggalkan taman dengan saling melambaikan tangan. Sebelum beranjak dari taman itu, mereka saling berjanji, bertemu kemabali suatu ketika.

Begitulah akhir dari sebuah lakon pendek Pagi yang Cerah, sebuah cerita pendek karya Serafin Alfarez Quintero dan Joaquin Alvarez Quintero. Karya yang diterjemahkan dengan baik oleh Sapardi Djoko Damono ini merupakan karya dua orang kakak beradik asal Spanyol. Tampaknya, karya yang berjudul asli Manana De Sol ini ingin mengajak kepada penonton bahwa masa lalu yang indah merupakan keniscayaan.

*****

Lakon kedua dimainkan. Kali ini lakon ditampilkan cukup menegangkan. Lakon karya Anton Povlovitc Chekhov bercerita tentang keinginan luhur dari seorang bujangan tua yang ingin meminang seorang gadis tetangganya. Pria bernama Ivan Vassilyevitch, dengan berpakaian gaya bangsawan, memakai jas dan topi, mirip pesulap, Ivan datang ke rumah gadis idamannya. Di rumah sang gadis itu ia disambut oleh sang ayah, Stepan Stepanovitch Chubukov. Setangkai bunga yang dibawanya, ia selipkan dibalik topi hitamnya. Denga perasaan gugup ia berkata kepada Stepan. ”Aku datang untuk melamar putrimu Natalya Stepanova,” kata Ivan setengah berteriak. Sontak saja Stepan menyambut hangat. ”Aku sangat bergembira dan seterusnya,” kata Stepan sambil memeluk Ivan erat-erat.

Kemudian Stepan pun beranjak memanggil Natalya Stepanova, anak tunggalnya itu. Tak lama kemudian, Natalya pun datang menemui Ivan yang terlihat gelisah dan amat gugup itu. Beberapa saat kemudian, Natalya yang heran dengan kedatangan Ivan pun membuka pembicaraan. ”Oh senangnya aku. Mengapa ayah mengatakan ada pembeli yang mau mengambil barangnya. Apa kabar Ivan Vassilyevitch?,” tanya Natalya, sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada tamunya.

Sesaat kemudian keduanya duduk saling berdekatan. Si gadis kemudian bertanya kembali. ”Dandanmu sangat cakap sekarang, ada apa?” ucap Natalya keheranan. Namun, si pria yang memiliki penyakit jantung ini tak sanggup mengutarakan keinginannya-untuk melamar- semula kepada gadis yang ada di sebelahnya itu. ”Begini Natalya Stepanova yang terhormat. Soalnya adalah aku sudah memastikan bahwa aku akan meminta engkau mendengarkan aku,” jawab Ivan berbata-bata dan terlihat gugup.

Lalu, tiba-tiba keduanya terjebak oleh pecekcokan seru. Mereka saling memperebutkan sebidang tanah. Mendengar pertengkaran antara Natalya dan Ivan, Stepanov menghampiri keduanya. ”Ada apa. Kenapa berteriak-teriak,” kata Stepanov. Mengetahui apa yang diributkan, tentu saja Stepanov membela anaknya. Stepanov pun marah dan mengusir Ivan dari rumahnya.

Ketika Ivan berlalu dari rumahnya, Stepanov pun berceloteh. Si totol itu, si jelek itu beraninya melamar dan seterusnya. Pikirkanlah......melamaaar!,” kata Stepanov dengan nada jengkel. Mendengar perkataan ayahnya, Natalya berheran-heran dan bertanya, ”Melamar siapa,” tanya Natalya ke ayahnya. ”Dia datang ke sini dengan tujuan melamar engkau,” kata Stepanov menjelaskan. Lantas Natalya mencoba memastikan kembali ucapan ayahnya itu. ”Melamar aku. Kenapa ayah tidak beritahu aku terlebih dahulu,” kata Natalya, sambil menangis menyesali kejadian tadi.

Natalya pun memohon kepada ayahnya untuk memanggilkan Ivan kembali. ”Lekas, lekas aku mau pingsan. Bawa dia kembali,” kata Natalya memohon kepada ayahnya. Tak lama kemudian Ivan pun kembali datang ke rumah tetangganya itu. Natalya dan Ivan pun kembali bercakap-cakap. Namun untuk kedua kalinya mereka berdua terjebak dalam pertengkaran. Kali ini pertengkaran di antara mereka karena mempersoalkan dua ekor anjing. Melihat ini Stepanov pun berceloteh. ”Sebaiknya engkau segera kawin. Persetan dengan kalian. Dia menerima kau. Akan kuberikan restuku padamu. Dan biarkan aku dengan tenang.” kata Stepanov memberikan pengarahan kepada Ivan.

Melalui restu ayahnya, terjalinlah cinta diantara Natalya dengan Ivan. Karya yang sarat dengan humor ini menjadi sajian yang segar untuk dinikmati.

********

Dua lakon pendek ini dimainkan sekaligus oleh Studiklub Teater Bandung (STB) di Teater Tuti Malaon, sebuah tempat pertunjukkan yang dikelola oleh Yayasan Teater Populer. STB merupakan kelompok Teater tertua di Indonesia, berdiri pada 30 Oktober 1958. Satu hal yang layak dicatat, sejak tahun berdirinya, STB tidak pernah berhenti berproduksi. Selain menampilkan pergelaran dari berbagai penulis drama dunia, STB pun secara periodik melakukan pembinaan terhadap generasi muda melalui acting course.

Pementasan yang bertajuk Bingkisan bagi Sahabat ini berlangsung pada Selasa, 26 Juni 2001. Dua lakon itu dimainkan oleh dua genarasi yang berbeda. Lakon pertama berjudul Pagi yang Cerah, diperankan oleh generasi tua. Sementara lakon kedua diperankan oleh generasi yang lebih muda. Walaupun demikian, acting kedua generasi STB ini tidak terlihat berbeda. Dua generasi itu malah berhasil memikat penonton yang jumlahnya puluhan orang.

Tentu saja harapan mengembangkan kegiatan kesenian akan terus dilakukan STB. Setidaknya ini telah mereka lakukan dengan sebuah pementasan berlakon jenaka. Rupanya, lakon bertema jenaka asyik juga untuk dinikmati.

Rusman

Terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 146 Tahun ke-3, 4-10 Juli 2001

Senin, 09 Juni 2008

Paling Gampang Mundur, Itu Konstitusional


Wawancara dengan Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang berkaitan dengan akan digelarnya Sidang Istimewa pada pemerintahan Gus Dur. Berikut wawancaranya:


Apakah Mega hanya menunggu SI?
Dia mau segala sesuatunya sesuai dengan konstitusional. Seperti halnya Manhan Mahfud yang mengatakan Gus Dur bersedia mundur asalkan konstitusional. Paling gampang mundur. Itu kan konstitusional seperti Soeharto dulu. Tapi ini juga tidak mau dia lakukan.

Apakah Mega takut dijatuhkan karena trauma MPR lalu?
Kalau Gus Dur turun, otmatis Megawati akan naik. Memang ada yang berpendapat seperti itu. Tapi kalau saya tidak begitu.

Bagaimana dengan makin mepetnya deadline buat Gus Dur?
Prediksi saya, kalu Gus Dur tidak mundur sebelum 30 Mei, DPR akan menggelar SI. Gus Dur akan diberhentikan. Makanya, Megawati harus memikirkan siapa wakil presidennya dan apa programnya dalam waktu singkat sampai tahun 2004. Dan juga bagaimana dukungan negara lain untuk mendukung Indonesia mengatasi krisis. Sebab, hal itu juga untuk kepentingan mereka. Kalau Indonesia kini amburadul, negara seperti Jepang dan Singapura juga akan kena dampaknya. Jadi jangan biarkan Indonesia hancur. Ini juga panggilan internasional. Selama ini Gus Dur tidak melakukan itu. Saya pernah menemani Gus Dur di Qatar. Disitu Gus Dur tidak melakukan pembincangan serius, semua hanya joke-joke saja.

Berarti kepergian Gus Dur ke luar negeri tak banyak manfaatnya?
Dia pergi ke Thailand buat apa? Kalau istilah orang barat, Gus Dur di dalam negeri sedang di-impeach, mengapa dia keluar negeri. Dulu, saya sudah beritahu dia apa yang harus dilakukan. Dia mau mengeluarkan dekrit, saya bilang apa urusannya. Saya bilang itu tidak mungkin. Lantas dia bilang, ”Alaah Anda tidak tahu. Saya mau dekrit kalau Irian dan Aceh mau merdeka.” Saya bilang tidak begitu jadi presiden. Kalau Aceh dan Irian mau merdeka dengan kekerasan nyatakan darurat sipil di Aceh atau Irian. Kirim pasukan ke sana. Berantas dan tumpas pemberontak itu. Itu sah. Dunia internasional akan mengatakan itu sah. Tapi kalau Aceh dan Irian merdeka dengan membubarkan DPR dan mengeluarkan dekrit, wah bukan begitu caranya jadi presiden. Sebetulnya Megawati bisa jadi presiden. Presiden itu kan bukan harus yang pintar-pintar banget. Asalkan dia tidak masuk kepada yang detail, dia tahu persoalan, dan mengkoordinasi dan percaya kepada menteri-menteri, saya yakin dia bisa. Tapi, Gus Dur yang tidak penting dia urusin.

Tapi, Gus Dur terus menekan Mega?
Gus Dur itu segala macam dilakukan. Rachmawati dia datangi. Hamzah Haz yang dia maki-maki dia datangi juga. Mungkin saya yang tidak didatangi Gus Dur. Saya tidak mau kompromi dengan hal-hal seperti itu. Ahmad Sumargono juag didekat-dekati oleh orang-orang PKB.

Rusman

Wawancara ini dipublikasi di Tabloid DeTAK No. 139 Tahun ke 3, 16- 22 Mei 2001

Masa Gus Dus seperti Soeharto atau Habibie?

Yusron Zaenuri adalah korban pembantain Tanjungpriok, pada 12 September 1984. Yusron, yang tertembak dadanya, di pengadilan justru divonis penjara 1 tahun karena terbukti ikut berdemonstrasi dan melawan petugas, Hingga kini, dia masih menuntut agar kasus itu dituntaskan. ”kan mungkin saja Soeharto yang nyuruh,” katanya ketika ditemui DeTAK, Kamis (24/2).

Tablig Akbar pada bulan-bulan itu di Tanjungpriok memang sangat marak. Sebelum tanggal 12 September, beberapa kali memang dilakukan tabliq akbar sehubungan dengan UU tentang asas tunggal atau kasus jilbab. Hal seperti itu ditanggapi betul masyarakat Priok.

Pada 12 Sepetember itu Yusron hadir di pengajian, di jalan Sindang Raya. Massanya tak hanya dari Priok, tapi juga dari Jabotabek. Pembicaranya antara lain Syarifin Maloko, Pratono, Yayan Inderayana, dan terakhir yang kapasitasnya bukan sebagai penceramah adalah Amir Biki.

Amir Biki hanya sebagai tokoh masyarakat. Beliau naik ke mimbar dan menyatakan kepada massa bahwa ada 4 orang jemaah pengurus musalah as-Sa’adah dan Baitul Makmur yang ditahan Kodim. Dari atas mimbar, Amir meminta kepada aparat agar mereka dibebaskan. Dengan Ultimatum, jika sampai pukul 23.00 tidak dibebaskan, massa yang hadir pada malam itu akan bersama-sama meminta.

Ternyata sampai pukul 23.00 tidak dibebaskan. Akhirnya, massa bergerak dan dibagi dua, dipimpin oleh Amir Biki. Satu menuju ke arah Koja dan satu menuju Kodim. saya ikut bergerak ke arah Kodim. Belum sampai Kodim, jaraknya masih sekitar 5 kilo lagi, tepatnya di depan Polres, kami sudah dihadang, Tentara membuat barisan menutup jalan, dengan posisi siap tembak. Jarak antara kami dan petugas sekitar sampai 10 meter. Kami berhenti. Jadi, tidak ada perlawanan. Massa hanya bertakbir.

Tapi tiba-tiba, tanpa tembakan peringatan, mereka menembak ke arah massa. Banyak yang kena. Saya sendiri tidak tahu kapan tertembak. Saya menyuruh teman-teman untuk tiarap. Ketika saya pegang dada kiri, sudah berlumuran darah. Ternyata badan saya sudah berlubang-lubang. Ada seseoarang di dekat saya yang hendak melarikan diri. Saya ingatkan supaya tidak lari. Betul saja, begitu bangun dia langsung ditembak.

Kemudian tembakan mereda. Dari arah utara menuju selatan, mobil tentara datang. Saya yakin betul-karena melihat sendiri-bagaimana mobil tentara melindas massa yang masaih tiarap. Berapa meter setelah melewati massa, barulah berhenti.

Mereka lalu memilah mana yang masih hidup dan mati. Waktu itu saya tidak pingsan, tapi saya pura-pura mati. Kepala saya sempat diinjak dan akan ditembak lagi. Karena takdir Allah, peluru meleset. Setelah mereka yakin saya mati, saya dilemparkan dua orang ke atas truk. Korban hanya ditumpuk. Ada yang mati dan ada yang masih hidup. Dari situ kami dibawa ke RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat). Di RSPAD itulah saya berteriak bahwa saya masih hidup. Kemudian saya diseret dan dibawa ke ruangan. Dada saya ditambal, tidak dioperasi. Bagian-bagian lubang dijahit. Kalau tidak salah, salah satu yang menangani adalah dokter Sutopo.

Setelah tiga bulan dirawat di sana, kami digiring ke rumah tahanan militer (RTM), Cimanggis. Sebelumnya dibawa ke Guntur untuk diinterogasi.

Saya masih memakai baju rumah sakit dan masih banyak perban di tubuh. Perlakuan pada saya tidak terlalu kasar meskipun tendangan dan pukulan sempat mendarat. Tidak separah teman-teman yang lain, yang mengaku dijadikan bola. Di Guntur hanya sehari. Di RTM Cimanggis, kurang lebih di bulan. Itu pun tanpa ada pemberitahuan kepada keluarga. Saya baru bertemu dengan orang tua setelah tiga bulan kejadian.

Di pengadilan, saya divonis satu tahun. Tanggal 17 Agustus 1985 saya bebas. Tidak lama setelah itu, pada saat pengadilan HR Darsono, saya dengar kabar bahwa saya dianggap bisa menjadi saksi yang berbahaya. Malam itu juga saya berinisiatif meninggalkan rumah. Ternyata benar, pagi-pagi petugas datang ke rumah.

Pak lurah juga ikut sibuk mencari saya. Bahkan dia membawa mobil dan berjanji kepada orang tua saya, asal saya tidak memberikan kesaksian. Itu cara yang halus. Yang kasar, rumah saya setiap hari dijaga intel. Pembicaraan apapun disadap.

Sejak saat itu, di antara teman-teman, saya yang paling aktif menuntut kasus ini diungkap kembali. Bukan masalah dendam, tapi keadilan harus ditegakkan. Pemimpin sudah berganti dan kasus ini tetap tak tuntas. Dulu Soeharto diganti Habibie, tenyata begitu juga. Habibie tidak bisa menyelesaikan. Masa Gus Dur juga akan seperti itu?

Menurut saya, pelaku utama tentu saja komandan Kodim karena dia tidak koordinasi dengan Polres. Ketika saya disidangkan, Butarbutar (Dandim Jakarta Utara) tidak berani memberikan kesaksian. Kedua, Try Soetrisno sebagai Pangdam Jaya. Dia pasti sangat mengetahui prakondisi saat itu, tapi membiarkan atau bahkan mendorong. Pada saat kejadian, Benny Moerdani (Pangab) juga mengetahui. Paling tidak, tiga orang itulah yang harus diminta keterangan. Apakah itu di DPR, di Komnas HAM, atau di Kejaksaan. Apakah Try atas perintah Pangab? Atau mungkin atas perintah Pangap? Kan, mungkin saja Seoharto yang menyuruh.

Rusman
Tulisan berdasarkan wawancara dengan Yusron Zaenuri, Korban Tragedi Tangjungpriok. Telah terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 83 Tahun ke-2, 29 Februari-6 Maret 2000.

Selasa, 03 Juni 2008

Saya Khawatir Marsilam Berkelahi dengan Banyak Orang

Wawancara dengan Arief Budiman, Pengamat Politik dan Anggota Fordem, seputar sikap Gus Dur ketika menjabat sebagai presiden terhadap para menterinya serta rencana Gus Dur merekrut Marsilam Simanjuntak dan Bondan Gunawan masuk dalam kebinetnya. Berikut wawancaranya:

Bagaimana Anda melihat cara Gus Dur menempatkan pembantu-pembantunya?

Menurut saya, Gus Dur sebaiknya mengambil teman-temannya yang dia percaya saja. Kalau dia buat tim yang separuh-paruh seperti sekarang, akhirnya bukan saja rugi buat Gus Dur, tetapi juga buat Indonesia seluruhnya.

Apakah penilaian Anda itu berlaku juga dengan masuknya Marsilam dan Bondan?

Silam (Masilam, red) adalah orang yang pandai dan tajam dan juga berani menentang Gus Dur. Dia itu orangnya jujur dan berani bertindak. Yang saya khwatirkan, kadang-kadang memang kurang toleransi dan kurang sabar.

Sedangkan Bondan orangnya sangat membantu. Dia adalah orang yang selalu memberikan fasilitas, dan pandangan-pandangan dan relasinya cukup banyak. Jadi dia akan banyak memberikan kontak-kontak dengan kelompok yang beragam-ragam. Bondan adalah orang yang selalu bisa menghubungi orang-orang yang berbeda prinsip sekalipun. Kalau Silam adalah tukang melakukan sesuatu, kalau Bondan seperti solidarity maker-nya.

Terkesan Marsilam agak temparemental, apakah Anda yakin dia betah pada posisinya?

Bila Gus Dur masih mempertahankan kabinetnya yang sekarang, saya khawatir Silam berkelahi dengan banyak orang. Mestiya buat tim yang kompak dan searah supaya Silam tidak usah melakukan konflik-konflik yang tidak perlu. Saya kira Gus Dur kasih warna dia dan jangan tanggung-tanggung lagi. Dia (Gus Dur, red) harus menghadapi kelompok oposisi. Jadi harus ada oposisi, sehingga menjadi sehat demokrasi di negara kita.

Anda melihat masuknya Bondan dan Marsilam hanya akan sebagai bempernya Gus Dur?

Tidak apa-apa jika kebutuhan kita adalah pemerintahan yang kuat dan oposisi yang kritis. Di zaman Soeharto, orang beroposisi dibilang mau berkhianat, mau menghancurkan negaranya. Menurut saya, Amien Rais biar menjadi oposisi, itu lebih baik daripada tanggung-tanggung. Jadi dia serang Gus Dur dan Gus Dur mempertahankan diri. Gus Dur menyerang Amien Rais, itu lebih baik. Yang perlu kita belajar ”serang menyerang” tapi tanpa melakukan serangan fisik.

Menurut Anda permainan politik apa yang dilakukan Gus Dur, sementara tugas-tugas kabinet banyak terbengkalai?

Gus Dur sudah agak bergeser, tapi belum jauh. Pertama kali dia membuat kabinet dengan resep gotong-royong, itu akomodatif sekali. Sekarang ini dia ganti-ganti orang. Dia melakukan intimidasi kepada kabinetnya sendiri, misalnya dengan mengatakan di kabinetnya ada yang KKN dan segala macam. Dan akibatnya tidak sehat buat Gus Dus sendiri. Buat seluruhnya kabinetnya tidak enak juga. Pimpinannya melakukan semacam kasak-kusuk, komentar di luar bahwa ada yang korup dan akan ada yang diganti. Itu tidak benar saya kira.

Saya harapkan bila memang ada reshufle, ya lakukan reshufle yang tegas dan jelas. Kalau sekarang, dia bicara tetapi tidak melaksanakan. Jadi sepertinya Gus Dur sebagai neragawan yang tidak profesional. Dia presiden, tetapi juga komentator. Kalau jadi komentator jangan jadi presiden, jangan di dalam eksekutif.

Bagaimana dengan peran TNI sendiri?

Saya kira TNI juga harus dibereskan oleh Gus Dur, tapi TNI kan punya kekuatan sendiri. Di sini Gus Dur harus hati-hati. Saya melihat pada saat sekarang posisi politik Gus Dur kuat sekali terhadap TNI. Bila TNI akan mengkudeta, seluruh Indonesia melawan TNI. Karena TNI namanya sedang jelek sekali. Mungkin yang dilakukan TNI adalah resistensi pasif saja. Jadi Gus Dur memilih orang-orang TNI yang patuh dengan dia.

Anda melihat ada ancaman dari Poros Tengah?

Saya mleihat mereka tidak terlalu kuat dan terpecah-pecah. Poros Tengah saya kira mempunyai kepentingan untuk masalah Ambon, terutama sebagai isu untuk mempersatukan mereka. Tapi bila untuk menjatuhkan Gus Dur, saya kira itu soal lain. Banyak orang yang tidak puas dengan Gus Dur, itu mungkin. Saya juga tidak puas dengan Gus Dur. Tapi kalau yang lainnya menjadi presiden, saya tidak lihat akan lebih baik. Jadi kita mendukung Gus Dur tetapi dukungan kita bermuatan sangat kritis.

Apakah Anda melihat DPR dan MPR sekarang terjadi suasana kritis?

Sekarang ini paling hanya Amien Rais yang teriak-teriak. Artinya, suara Amien Rais lebih keras daripada suara MPR sendiri.

Tapi Amien Rais ketika mengkritik kadang-kadang tidak dilihat sebagai ketua MPR?

Sebenarnya, sebagai ketua MPR, dia tidak usah sevokal itu, karena urusan MPR hanya urusan Garis-garis Besar dengan kabinet-kabinet.

Anda mendengar sebelumnya bahwa Bondan dan Silam akan direkrut oleh Gus Dur?

Yang saya tahu, Marsilam semula mau direkrut menjadi menteri, kemudian ditentang.

Rusman

Wawancara terpublikasi sebelumnya di Tabloid DeTAK No. 77 Tahun ke 2, 18-25 Januari 2000

Wiranto Membiarkan Keadaan Saat Itu


Wawancara dengan Albert Hasibuan, Ketua KPP HAM seputar pengusutan kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur. Berikut wawancaranya:

Sampai sejauh mana hasil penyelidikan KPP HAM Timtim?

Didalamnya ada tuntutan tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab moral tidak mempunyai implikasi hukum. Tetapi dia bertanggung jawab secara moral karena ketidakmampuan, serta ada kesan membiarkan. Sedangkan pertanggungjawaban sebagai hukum ditujukan kepada mereka yang berbuat secara langsung.

Jadi, para terperiksa ini ada dua kategori: yang bertanggung jawab secara moral dan bertanggung jawab secara hukum. Tapi kita belum bisa pastikan apakah Wiranto, Adam Damiri, Eurico Guterres, Joao Tavares, Bupati, Danramil, dan sebagainya harus bertanggung jawab secara moral atau secara hukum.

Kabarnya ada rekaman kaset yang berisi ”intruksi khusus” Wiranto kepada sejumlah komandan milisi?

Kita tidak tahu kaset itu. Tetapi memang dari pemeriksaan, dapat dibuktikan bahwa Wiranto telah membiarkan keadaan saat itu (pembantaian dan pembumihangusan,red). Tapi, di lain pihak, dia juga memberikan instruksi secara benar. Memberikan instruksi untuk menghentikan pembumihangusan dan sebagainya. Wiranto juga mengadakan usaha-usaha perdamaian.

Namun, kenyataannya berlainan sekali. Terjadi pembumihangusan, pembunuhan, dan sebagainya. Karena itu, KPP HAM melihat, terhadap hal itu, Wiranto bertanggung jawab secara moral dan dikaitkan dengan mosi tindakan pembiaran. Tetapi hal ini tidak memberikan implikasi hukum.

Jelasnya bagaimana?

Pertanggungjawaban moral adalah mungkin saja secara administratif. Tapi tidak dilakukan penuntutan hukum.

Bukankah selaku Panglima TNI saat itu Wirantolah orang yang bertanggung jawab?

Pak Wiranto tidak terlihat secara langsung pembumihangusan. Tidak ada bukti-bukti bahwa Wiranto menyuruh, menginstruksikan pembumihangusan, atau pembunuhan. Malahan sebaliknya, dia melakukan instruksi secara benar: perdamaian antara prokemerdekaan dan prointegrasi. Tetapi, sekali lagi, walaupun Wiranto melakukan instruksi secara benar, tapi keadaan berbeda. Dia tidak mencegah kegiatan itu secara efektif, malahan membiarkan.

Nah, apakah itu bukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum?

Laporan akan kami serahkan ke Jaksa Agung. Kalo Jaksa Agung melihat ada faktor-faktor yang bisa disidik lebih jauh, bisa saja. Tapi kita sampai pada kesimpulan bahwa Wiranto bertanggung jawab secara moral.

Menurut Anda, apa yang harus dilakukan Jaksa Agung setelah menerima laporan KPP HAM?

Jaksa Agung menindaklanjuti mereka yang bertanggung jawab secara hukum. Itu otomatis. Dan bisa saja termasuk yang bertanggung jawab secara moral.

Jadi, masih ada kemungkinan Wiranto diadili di pengadilan HAM?

Itu saya serahkan kepada Jaksa Agung, yang adalah penindak lanjut dan aparat penyidik. Kalau memang cukup alasan untuk menyidiknya, silahkan.

Bagaimana sikap KPP HAM sendiri?

Saya pikir Wiranto bertanggung jawab secara moral karena dia tidak kapabel dan tidak kompeten. KPP HAM hanya melihat itu. Dan kelanjutan dari masalah tersebut ada di tangan Jaksa Agung. Apabila Jaksa Agung melihat pada pertanggungjawaban moral ini dimungkinkan untuk disidik, kami sangat bergembira.

Komisi HAM PBB rencananya juga akan mengumumkan hasil penyelidikannya. Bagaimana bila nanti ada perbedaan dengan kesimpulan KPP HAM?

Secara formal, laporan dari komisi PBB memang akan diumumkan juga Senin, 31 Januari. Tapi laporan KPP HAM kepada Komnas HAM dan kepada publik tidak ada kaitannya sama sekali. Tetapi, karena objeknya itu sama: salah satunya menyelidiki pelanggaran HAM di Timtim, mungkin saja ada persamaan-persamaan satu dengan yang lain.

Tetapi kita tetap berpegang kepada kemandiran KPP HAM, dan kita berpegang pada objektivitas. KPP HAM tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi apakah laporan komisi internasional itu bisa didramatisasi atau tidak. Secara formal, laporan komisi internasional tidak ada kaitannya. Tetapi, secara tidak langsung, mungkin ada kesamaan-kesamaan.

Sekiranya ada perbedaan, apakah tidak akan menimbulkan sorotan dunia internasional?

Saya rasa sorotan internasional kepada Indonesia itu tergantung pada bagaimana laporan KPP HAM. Apakah laporan itu bisa dipercaya atau tidak? Apakah kredibel atau tidak? Karena itu, KPP HAM berusaha sekredibel mungkin untuk menunjukkan siapa-siapa yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM di Timtim. Dan penyebutan nama-nama yang bertanggung jawab ini akan sedikit banyak menentukan kredibilitas KPP HAM, sekaligus kredibilitas kita semua.

Rusman

Wawancara berlangsung di kantor Komnas HAM, Jakarta dan terpublikasi di Tabloid DeTAK No. 79 Tahun ke 2, 1-7 Februari 2000

Senin, 02 Juni 2008

Rindu Tebal dan Sebal


Aku rindu pada seseorang

Namun tak tau kepada siapa

Rinduku tebal

Tapi lama-lama jadi sebal

Mungkin karna tak tau akan kemana rindu ini ku sampaikan

Angin, penghuni jagat raya tolong bawakan rinduku ini..

Sampaikan kepada orang yang ingin..

Tapi jangan katakan padanya…

Kalo aku sedang bimbang


13 Desember 1999

Rupanya ada sesuatu..


Aku seringkali terdiam ketika harapan tak tergapai…

Aku kerap termenung bila keinginan tak terpenuhi..

Sempat ku berkaca didepan cermin…

Aku terdiam memandangi diriku..

Aku mencoba untuk mengenali dan memahami diriku..

Rupanya ada sesuatu yang terjadi pada diriku

Perubahan telah terjadi pada diriku..

Aku semakin tua dan terlihat keriput dikeningku….

Aku pasrah dengan perubahan..

Karena perubahan adalah Sunahtullah…

24 Agustus 1999

Kehendak Tuhan adalah Mutlak


Ada keiginan

Ada harapan

Tapi kehendak Tuhan lah yang mutlak

Manusia hanya berusaha dan Ikhtiar

Manusia boleh melakukan kehendaknya

Manusia boleh ambisius dengan gigihnya

Namun….

Kehendak Tuhan adalah mutlak

Bila keinginan dan harapan tak tercapai

Manusia tidak boleh kecewa dan putusasa…

Karena…

Tuhan dekat dengan kita

Dan Tuhan Maha Penolong

24 Agustus 1999